Tuesday, August 22, 2017

√ Askep Anemial Aplastik


GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI
ASKEP ANEMIA APLASTIK


KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, lantaran berkat limpahan karuniaNya, penulis sanggup menuntaskan makalah Sistem Hemetologi  yang berjudul ” Askep Anemia Aplastik” sempurna pada waktunya.
   Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini.
   Penulis juga menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, oleh lantaran itu penulis mengharapkan kritik yang membangun semoga penulis sanggup berbuat lebih banyak di lalu hari. Semoga makalah ini berkhasiat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.




                                                                                                                           Mei.2012

                                                                                                                              Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................     ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................    iii
BAB I PENDAHULUAN                                                                           
1.1    Latar Belakang ...............................................................................     1
1.2    Rumusan Masalah ..........................................................................     2
1.3    Tujuan ............................................................................................     3 
BAB II KONSEP DASAR TEORI
2.1        Pengertian Anemia aplastik ...........................................................       4
2.2        Etiologi...........................................................................................       5
2.3        Patofisiologi....................................................................................       6
2.4        Manifestasi klinis............................................................................       7
2.5        Penatalaksanaan..............................................................................       7
2.6        Komplikasi......................................................................................       8
2.7        Asuhan Keperawatan......................................................................       9
BAB III PENUTUP
3.1        Kesimpulan ....................................................................................       24  
DAFTAR PUSTAKA

 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan jawaban adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang. Aplasia ini sanggup terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hematopoisis. Aplasia yang hanya mengenai system eritropoitik disebut anemia hipoplastik (ertroblastopenia), yang hanya mengenai system granulopoitik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariositik disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga sistem disebut Panmieloptisis atau lazimya disebut anemia aplastik. Menurut The International and Aplastic Anemia Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila : Kadar Hemoglobin  10 gr/dl atau Hematokrit  30; hitung trombosit  50.000/mm3; hitung leukosit  3500/mm3ataugranulosit1.5x109/I.(1)
Anemia aplastik sanggup pula diturunkan : anemia Fanconi genetik dan dyskeratosis congenital, dan sering berkaitan dengan anomali fisik khas dan perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang lebih muda, sanggup pula berupa kegagalan sumsum pada orang remaja yang terlihat normal. Anemia aplastik didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang rendah secara mendadak pada remaja muda yang terlihat normal; hepatitis seronegatif atau pemberian obat yang salah sanggup pula mendahului onset ini. Diagnosis pada keadaan menyerupai ini tidak sulit. Biasanya penurunan hitung darah moderat atau tidak lengkap, akan mengakibatkan anemia, leucopenia, dan thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.
Dalam makalah ini penulis membahasa wacana konsep teori serta Asuhan keperawatan pada anemia aplastik.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis sanggup menciptakan rumusan duduk masalah yaitu sebagai berikut :
         1.   Apa Pengertian dari Anemia aplastik?
         2.   Apa Etiologi dari anemia aplastik?
         3.   Bagaimanakah patofisiologis pada anemia aplastik?
         4.   Apa saja manifestasi dari anemia aplastik?
         5.   Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
         6.   Apa saja komplikasi nya ?
                        7.   Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia aplastik ?

1.3    Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini yaitu sebagai pemenuhan kiprah Sistem Hematologi  yang berjudul ” Askep Anemia Aplastik ”. Tujuan khusus penulisan makalah ini yaitu menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan duduk masalah semoga penulis ataupun pembaca wacana konsep anemia aplastik serta proses keperawatan dan pengkajiannya.



BAB II
KONSEP DASAR TEORI

2.1        Pengertian
Anemia yaitu berkurangnya jumlah eritrosit serta hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi menyerupai eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai jawaban terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.
Anemia aplastik yaitu anemia yang normokromik normositer yang disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak diganti.
Anemia aplastik yaitu anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi menyerupai eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai jawaban terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik yaitu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan kasatmata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)

2.2        Etiologi
a.       Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain menyerupai mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
b.      Faktor didapat
-          Bahan kimia : benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
-          Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial.
-          Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
-          Faktor individu : alergi terhadap obat, materi kimia dan lain – lain.
-          Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain.
-   Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.(Mansjoer.2005.Hal:494)

2.3        Patofisiologi
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga ketika ini, patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang sanggup menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu :
1. kerusakan sel hematopoitik
2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. proses imunologik yang menekan hematopoisis
Keberadaan sel induk hematopoitik sanggup diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan induk hematopoitik dikenal sebagai, longterm culture-initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/ CD 34 sangat menurun hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobble-stone area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang yang menyokong teori gangguan sel induk ini yaitu keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus. Hal ini menerangkan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Beberapa sarjana menganggap gangguan ini sanggup disebabkan oleh proses imunologik.
Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoitik tergantung pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari sel stroma yang menghasilkan banyak sekali sitokin perangsang menyerupai GM-CSF,G-CSF dan IL-6 dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat menyerupai –? (IFN-?), tumor necrosis factor-? (TNF-?), protein macrophage inflamatory 1? (MIP-1?), dan transforming growth factor –?2 (TGF-?2) akan meningkat. Sel stroma pasien anemia aplastik sanggup menunjang pertumbuhan sel induk, tapi sel stroma normal tidak sanggup menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar temuan tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang sebagai penyebab fundamental anemia apalstik makin banyak ditinggalkan.
Anemia aplasia tampaknya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor pertumbuhan.
Kerusakan jawaban Obat.
Kerusakan ekstrinsik pada sumsum terjadi setelah stress berat radiasi dan kimiawi menyerupai takaran tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk reaksi idiosinkronasi yang paling sering pada takaran rendah obat, perubahan metabolisme obat kemungkinan telah memicu mekanisme kerusakan. Jalur metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jikalau bersifat polar dan mempunyai keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi enzimatik hingga menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut intermediate); komponen ini bersifat toxic lantaran kecenderungannya untuk berikatan dengan makromolekul seluler.
Sebagai contoh, turunan hydroquinones dan quinolon berperan terhadap cedera jaringan. Pembentukan intermediat metabolit yang berlebihan atau kegagalan dalam detoksifikasi komponen ini kemungkinan akan secara genetic memilih namun perubahan genetis ini hanya terlihat pada beberapa obat; kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini berperan terhadap kerentanan suatu loci dan sanggup menawarkan klarifikasi terhadap jarangnya bencana reaksi idiosinkrona

2.4        Manifestasi Klinis
Tanda dan tanda-tanda yang sering dialami pada anemia aplastik yaitu :
Ø  Lemah dan gampang lelah
Ø  Granulositopenia dan leukositopenia mengakibatkan lebih gampang terkena benjol bakteri
Ø  Trombositopenia mengakibatkan perdarahan mukosa dan kulit
Ø  Pucat
Ø  Pusing
Ø  Anoreksia
Ø  Peningkatan tekanan sistolik
Ø  Takikardia
Ø  Penurunan pengisian kapler
Ø  Sesak
Ø  Demam
Ø  Purpura
Ø  Petekie
Ø  Hepatosplenomegali
Ø  Limfadenopati.
2.5        Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas beberapa terapi sebagai berikut :
1.      Terapi Kausal
Terapi kausal yaitu perjuangan untuk menghilangkan biro penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap biro penyebab yang tidak diketahui. Akan tetapi,hal ini sulit dilakukan lantaran etiologinya tidak terperinci atau penyebabnya tidak sanggup dikoreksi.
2.      Terapi suportif
Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul jawaban pansitopenia. Adapun bentuk terapinya yaitu sebagai berikut :
a.       Untuk mengatasi infeksi
-          Hygiene mulut
-          Identifikasi sumber benjol serta pemberian antibiotik yang sempurna dan adekuat/.
-          Transfusi granulosit konsertat diberikan pada sepsis berat.
b.      Usaha untuk mengatasi anemia
Berikan transfusi packed red cell (PRC) jikalau hemoglobin < 7 gr/ atau tanda payah jantung atau anemia yang sangat simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9-10 g% tidak perlu hingga normal lantaran akan menekan eritropoesis internal
c.       Usaha untuk mengatasi perdarahan
Berikan transfusi konsertat trombosit jikalau terdapat pedarahan mayor atau trombosit < 20.000/mm3.
3.      Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang yaitu sebagai berikut :
a.       Anabolik steroid à sanggup diberikan oksimetolon atau stanal dengan takaran 2-3 mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang dialami berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati.
-          Kortikosteroid takaran rendah hingga menengah.
-          GM-CSF atau G-CSF sanggup diberikan untuk meningkatkan jumlah neutrofil.
4.      Terapi Definitif
Terapi definitif merupakan terapi yang sanggup menawarkan kesembuhan jangka panjang.
Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas dua jenis pilihan sebagai berikut :
a.       Terapi imunosuprersif
-          Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-thymocyte globuline (ATG) sanggup menekan proses imunologis
-          Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian metilprednison takaran tinggi
b.      Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang menawarkan impian kesembuhan, tetapi biayanya mahal.
2.6        Komplikasi
1.      Perdarahan
2.      Infeksi organ
3.      Gagal jantung

2.7        Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia Aplastik
A.    Pengkajian
1.      Anamnesa
Ø  Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
7        Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia Aplastik
A.    Pengkajian
1.      Anamnesa
Ø  Identitas Klien
Pengumpulan data yang dilakukan untuk memilih alasannya dari anemia yang nantinya membantu dalam menciptakan rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit.
Ø  Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anema aplastik, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang sanggup memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.
Ø  Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berafiliasi dengan penyakit anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung diturunkan secara genetik.
2.   Pemeriksaan Fisik
a.   Aktivitas / Istirahat
-       Keletihan, kelemahan otot, malaise umum
-       Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
-       Takikardia, takipnea ; dipsnea pada ketika beraktivitas atau istirahat
-       Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
-       Ataksia, tubuh tidak tegak
-       Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang memperlihatkan keletihan
b.   Sirkulasi
-       Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI
-       Palpitasi (takikardia kompensasi)
-       Hipotensi postural
-       Disritmia : kecacatan EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombangT
-       Bunyi jantung murmur sistolik
-       Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku
-       Sclera biru atau putih menyerupai mutiara
-       Pengisian kapiler melambat (penurunan fatwa darah ke perifer dan vasokonsriksi kompensasi)
-       Kuku gampang patah, berbentuk menyerupai sendok (koilonikia)
-       Rambut kering, gampang putus, menipis
c.   Integritas Ego
-       Keyakinan agama / budaya menghipnotis pilihan pengobatan mis transfusi darah
-       Depresi
d.   Eliminasi
-       Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
-       Flatulen, sindrom malabsorpsi
-       Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
-       Diare atau konstipasi
-       Penurunan haluaran urine
-       Distensi abdomen
e.   Makanan / cairan
-       Penurunan masukan diet
-       Nyeri lisan atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
-       Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia
-       Adanya penurunan berat badan
-       Membrane mukusa kering,pucat
-       Turgor kulit buruk, kering, tidak elastic
-       Stomatitis
-       Inflamasi bibir dengan sudut lisan pecah
f.    Neurosensori
-       Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi
-       Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata
-       Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki
-       Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
-       Tidak bisa berespon lambat dan dangkal
-       Hemoragis retina
-       Epistaksis
-       Gangguan koordinasi, ataksia
g.   Nyeri/kenyamanan

-       Nyeri abdomen samar, sakit kepala

h. Pernapasan
-       Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
-       Takipnea, ortopnea dan dispnea
i.   Keamanan
-          Riwayat terpajan terhadap materi kimia mis : benzene, insektisida, fenilbutazon, naftalen
-          Tidak toleran terhadap masbodoh dan / atau panas
-          Transfusi darah sebelumnya
-          Gangguan penglihatan
-          Penyembuhan luka buruk, sering infeksi
-          Demam rendah, menggigil, berkeringat malam
-          Limfadenopati umum
-          Petekie dan ekimosis

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan perfusi jaringan berafiliasi dengan penurunan komponen seluler yang diharapkan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2.      Intoleransi kegiatan berafiliasi dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berafiliasi dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna kuliner /absorpsi nutrient yang diharapkan untuk pembentukan sel darah merah.
4.      Risiko tinggi terhadap benjol berafiliasi dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
5.      Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berafiliasi dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
6.      Konstipasi atau Diare berafiliasi dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; imbas samping terapi obat.
7.      Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

C.    NCP
NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diharapkan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Peningkatan perfusi jaringan
KH :
Klien memperlihatkan perfusi adekuat, contohnya tanda vital stabil.

-    AwasiØ tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
-    Tinggikan kepala kawasan tidur sesuai toleransi.






-    Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.



-    Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.

-    Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
-    Kolaborasi pengawasan hasil investigasi laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
-    Berikan oksigen pemanis sesuai indikasi.
-    Memberikan informasi wacana derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
-    Meningkatkan perluasan paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.

-    Gemericik menununjukkan gangguan jajntung lantaran regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
-    Iskemia seluler menghipnotis jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
-    Termoreseptor jaringan dermal dangkal lantaran gangguan oksigen


-    Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.




-    Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
2.
Intoleransi kegiatan b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas.
KH :
-    melaporkan peningkatan toleransi kegiatan (termasuk kegiatan sehari-hari)
-    menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, contohnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal
-     Kaji kemampuan ADL pasien.

-     Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot



-     Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sehabis aktivitas.


-     Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi bunyi bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan
-     Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melaksanakan kegiatan semampunya (tanpa memaksakan diri).
-    Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan

-    Menunjukkan perubahan neurology lantaran defisiensi vitamin B12 menghipnotis keamanan pasien/risiko cedera

-    Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
-    Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru

-    Meningkatkan kegiatan secara sedikit demi sedikit hingga normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna kuliner /absorpsi nutrient yang diharapkan untuk pembentukan sel darah merah
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH :
-     Menunujukkan peningkatan /mempertahankan berat tubuh dengan nilai laboratorium normal.
-     Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
-     Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat tubuh yang sesuai.
-       Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
-       Observasi dan catat masukkan kuliner pasien

-       Timbang berat tubuh setiap hari.


-       Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan
-       Observasi dan catat bencana mual/muntah, flatus dan dan tanda-tanda lain yang berhubungan
-       Berikan dan Bantu hygiene lisan yang baik ; sebelum dan sehabis makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci lisan yang di encerkan bila mukosa oral luka.

-       Kolaborasi pada hebat gizi untuk rencana diet.

-       Kolaborasi ; pantau hasil investigasi laboraturium


-       Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi
-       Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
-       Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
-       Mengawasi penurunan berat tubuh atau efektivitas intervensi nutrisi
-       Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster
-       Gejala GI sanggup memperlihatkan imbas anemia (hipoksia) pada organ.


-       Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan lisan khusus mungkin diharapkan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
-       Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
-       Meningkatakan efektivitas acara pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
-       Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang jelek dan defisiensi yang diidentifikasi.
4.
Risiko tinggi terhadap benjol b.d  tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Infeksi tidak terjadi.
KH :
- mengidentifikasi sikap untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
-  Tingkatkan basuh tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien


-  Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka
-  Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat

-  Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam


-  Tingkatkan masukkan cairan adekuat





-  Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan



-  Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
-  Amati eritema/cairan luka



-  Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi


-  Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik
-  mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik sanggup berisiko jawaban tanaman normal kulit.
-  menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri

-  menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi
-  meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia
-  membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh contohnya pernapasan dan ginjal.
-  membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
-  adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.

-  indikator benjol lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
-  membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan menghipnotis pilihan pengobatan
-  mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses benjol local
5.
Konstipasi atau Diare berafiliasi dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; imbas samping terapi obat.
Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
KH: Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diharapkan sebagai penyebab, factor pemberat.
-          Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah

-          Auskultasi bunyi usus


-          Awasi intake dan output (makanan dan cairan).



-          Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung



-          Hindari kuliner yang membentuk gas
-          Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
-          Kolaborasi hebat gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.






-          Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi)
-          Berikan obat antidiare, contohnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, contohnya Metamucil. (kolaborasi).
-     Membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
-     bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi
-     dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet
-     membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare
-     menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
-     mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan








-     serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
-     mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.





-     menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
6.
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Pasien mengerti dan memahami wacana penyakit, mekanisme diagnostic dan rencana pengobatan.
KH :
-       Pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
-       Mengidentifikasi factor penyebab.
-       Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.

-        Berikan informasi wacana anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.


-        Tinjau tujuan dan persiapan untuk investigasi diagnostic






-        Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga wacana penyakitnya
-        Berikan klarifikasi pada klien wacana penyakitnya dan kondisinya sekarang.


-        Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet kuliner nya
-        Minta klien dan keluarga mengulangi kembali wacana materi yang telah diberikan
-        memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien sanggup menciptakan pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan sanggup meningkatkan kerjasama dalam acara terapi
-        ansietas/ketakutan wacana ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
-        megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga wacana penyakitnya
-        dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien akan hening dan mengurangi rasa cemas
-        diet dan pola makan yang sempurna membantu proses penyembuhan.

-        mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan


BAB III
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi menyerupai eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai jawaban terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik yaitu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan kasatmata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)
         Penyebab dari anemia aplastik yaitu :
a.       Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain menyerupai mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
b.      Faktor didapat
-          Bahan kimia : benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
-          Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial.
-          Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
-          Faktor individu : alergi terhadap obat, materi kimia dan lain – lain.
-          Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain.
-          Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.
(Mansjoer.2005.Hal:494)
3.2              Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh lantaran itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, semoga penulis sanggup berbuat lebih baik lagi di lalu hari. Semoga makalah ini sanggup bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.
Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.
Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC
aciknadzirah.blogspot.com/search?q=asuhan-keperawatan-anemia

Sumber http://macrofag.blogspot.com