Thursday, February 2, 2017

√ Cara Pengaturan Jumlah Rombel Dan Anggota Rombel Menurut Permendikbud No 17 Tahun 2017

Mulai Tahun Ajaran 2017/2018,  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberlakukan hukum gres untuk pengaturan jumlah Rombel maksimal dan jumlah akseptor rombel di satuan pendidikan. Peraturan tersebut ada  di dalam Permendikbud No 17 Tahun 2017 Tentang Penerimaan Peserta Dididik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan atau Bentuk lain yang sederajat.

Peraturan ihwal jumlah akseptor didik dalam satu rombel ada di pasal 24 Permendikbud, yang berbunyi :

Jumlah akseptor didik dalam satu Rombongan Belajar diatur sebagai berikut:

a. SD dalam satu kelas berjumlah paling sedikit 20 (dua puluh) akseptor didik dan paling banyak 28 (dua puluh delapan) akseptor didik;
b. SMP dalam satu kelas berjumlah paling sedikit 20 (dua puluh) akseptor didik dan paling banyak 32 (tiga puluh dua) akseptor didik;
c. Sekolah Menengan Atas dalam satu kelas berjumlah paling sedikit 20 (dua puluh) akseptor didik dan paling banyak 36 (tiga puluh enam) akseptor didik;
d. Sekolah Menengah kejuruan dalam satu kelas berjumlah paling sedikit 15 (lima belas) akseptor didik dan paling banyak 36 (tiga puluh enam) akseptor didik.
e. SD Luar Biasa (SDLB) dalam satu kelas berjumlah paling banyak 5 (lima) akseptor didik; dan
f. SMP Luar Biasa (SMPLB) dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) dalam satu kelas berjumlah paling banyak 8 (delapan) akseptor didik.

Peraturan di atas diberlakukan secara sedikit demi sedikit mulai tahun 2017/2018 untuk kelas 1 SD , kelas 7 SMP, dan kelas 10 SMA/SMK. Sementara untuk Kelas  2 s/d kelas 6 SD,  kelas 8 s/d 9 SMP dan kelas 11 s/d 12 SMA/SMK  masih memakai rasio Siswa 1:20 untuk kelas paralel. 

Dalam implementasinya, Permendikbud tersebut menjadikan kebingungan di kalangan operator dan guru alasannya ialah tidak ada klarifikasi lanjutan terutama dalam pengaturan pembentukan rombel maksimal dan jumlah akseptor didik tiap rombel  sehingga banyak guru yang jumlah jam mengajarnya invalid alasannya ialah ada kelas yang tidak diakui oleh dapodik akhir berbenturan dengan Permendikbud No 17 Tahun 2017.

Untuk yang masih galau dalam mengatur jumlah rombel dan jumlah anggota rombel tiap kelas, mungkin klarifikasi dari Mas Tommy Jogja sanggup menjadi panduan. 


Dari klarifikasi Mas Tommy di atas maka pengelolaan rombel dan anggota rombel untuk kelas 1, 7 dan 10 ialah sebagai berikut :

1. Tentukan terlebih dahulu jumlah kelas maksimal yang sanggup dibentuk dalam satu tingkat kelas dengan rumus " Jumlah akseptor didik : Jumlah maksimal akseptor didik tiap rombel yang diperbolehkan Permendikbud No 17 Tahun 2017 pasal 24 dan hasilnya dibulatkan ke atas". Contoh|
  • Misal SDN A mendapat akseptor didik kelas 1 sebanyak 94 orang. Rombel maksimal yang sanggup dibentuk adalah   99 : 28 = 3, 35 dibulatkan menjadi 4. 
  • SMPN B mendapat akseptor didik kelas 7 sebanyak 201 orang. Rombel maksimal yang sanggup dibentuk adalah    201 : 32 = 6,3 dibulatkan menjadi 7. 
  • SMA C mendapat akseptor didik kelas 10 sebanyak 305 orang. Rombel maksimal yang sanggup dibentuk adalah   305 : 36 = 8,47 dibulatkan menjadi 9. 


2. Setelah rombel maksimal yang sanggup dibentuk telah diperoleh, maka langkah selanjutnya ialah mendistribusikan akseptor didik ke rombel yang telah ditentukan. Pengaturan jumlah akseptor didik untuk tiap rombel diubahsuaikan dengan jumlah akseptor didik dan rombel maksimal yang sanggup dibuat. Contoh:
  • SDN A mempunyai akseptor didik kelas 1 sebanyak 94 orang dengan jumlah maksimal rombel yang sanggup dibentuk ialah 4 . Pendistribusian akseptor didik ke tiap rombel sanggup diatur menyerupai berikut : 94 : 4 = 23 dengan sisa 1 orang akseptor didik. Untuk satu orang akseptor didik ini sanggup dimasukan ke salah satu rombel diantara yang 4 rombel tadi sehingga jumlah akseptor didik tiap rombel ialah : 23, 23, 23, dan 24.
  • SMPN B mempunyai akseptor didik kelas 7 sebanyak 201 orang dengan jumlah maksimal rombel 7 . Pendistribusian akseptor didiknya sanggup menyerupai ini ; 201 : 7 = 28 dengan sisa 5. Untuk 5 akseptor didik ini sanggup didistribusikan ke dalam 5 rombel sehingga jumlah akseptor didik tiap rombel ialah : 29, 29, 29, 29, 29, 28, 28. 
  • SMA C mempunyai akseptor didik kelas 10 sebanyak 305 dengan jumlah rombel maksimal yang sanggup dibentuk ialah 9. Pendistribusian akseptor didiknya ialah 305 ; 9 = 33 dengan sisa 8. Sisa 8 akseptor didik didistibusikan ke dalam 8 rombel sehingga jumlah kelas tiap rombel menjadi 34,34,34,34,34,34,34,34,33.
Bagaimana jikalau akseptor didik yang diperoleh melebihi jumlah maksimal untuk satu kelas tetapi tidak memungkinkan untuk dijadikan dua kelas ? Untuk menjawab pertanyaan ini kita sanggup membaca Permendikbud No 17 Tahun 2017 pasal 25 yang berbunyi : "Ketentuan jumlah akseptor didik dalam 1 (satu) Rombongan Belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sanggup dikecualikan paling banyak 1 (satu) Rombongan Belajar dalam 1 (satu) tingkat kelas".

Berdasarkan pasal tersebut, maka kita berkesimpulan bahwa jikalau dalam keadaan yang tak memungkinkan, maka kita sanggup menciptakan maksimal satu rombel di tiap tingkatan yang tidak sesuai dengan pasal 24. 

Contoh Kasus :

 SD D mendapat akseptor didik kelas 1 sebanyak 31 orang. Jumlah rombel yang sanggup diibuat ialah 31 ; 28 = 1,11 dibulatkan menjadi dua. Pada implementasinya di lapangan pengaturan jumlah rombel sanggup dibentuk 2 rombel atau satu rombel. Kalau dua rombel penaturannya sanggup 21 dan 10. Jumlah akseptor didik 10 dianggap valid dengan mengacu pada pasal Permendikbud 25 di atas.

Jika pada risikonya hanya dibuatkan satu kelas dengan jumlah akseptor didik 31 orang. Ini juga sanggup dianggap valid dengan berpatokan pada pasal 25 Permendikbud 17 Tahun 2017.


Sumber http://selalusiapbelajar.blogspot.com