Wednesday, August 2, 2017

√ Model Konsep Madeline Leiningger


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Banyak model konseptual dan teori yang telah dikembangkan para hebat keperawatan, dimana teori dan model konseptual merupakan suatu cara untuk memandang, menilai situasi kerja yang menjadi petunjuk bagi perawat dalam mendapat warta untuk menjadikan perawat peka terhadap apa yang terjadi dan apa yang harus beliau lakukan.
Teori-teori keperawatan juga dipakai dalam praktik, penelitian dan proses belajar-mengajar dalam bidang keperawatan sehingga perlu diperkenalkan, dikaji dan dikembangkan untuk memperkuat profesi keperawatan.
Perawat perlu mempunyai latar belakang pengetahuan baik secara teoritis maupun empiris terhadap teori-teori keperawatan yang ada sehingga perawat sanggup memahami dan mengaplikasikan teori-teori tersebut dalam memperlihatkan pelayanan keperawatan kepada klien sesuai keadaannya.
Salah satu teori keperawatan yang ada ialah teori keperawatan yang dikembangkan oleh Madeleine Leininger yang lebih dikenal dengan teori “Trans Cultural”.
B.     Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini ialah : menyajikan teori model keperawatan “Trans Cultural” dan analisis model keperawatan dari Madeleine Leininger
C.    Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan, Bab II Konsep Model Madeleine Leininger , Bab III Analisis Teori Leininger, BAB IV Penutup mencakup kesimpulan dan saran.
BABII
PEMBAHASAN

A. Sejarah Teori Culture Care
Madeline Leininger ialah penggagas keperawatan transkultural dan seorang pemimpin dalam keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan yang berfokus pada manusia. Ia ialah perawat professional pertama yang meraih pendidikan doctor dalam ilmu antropologi social dan budaya. Dia lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir keperawatannya sehabis tamat dari acara diploma di “St. Anthony’s School of Nursing” di Denver.

Tahun 1950 ia meraih gelar sarjana dalam ilmu biologi dari “Benedictine College, Atchison Kansas” dengan peminatan pada studi filosofi dan humanistik. Setelah menuntaskan pendidikan tersebut ia bekerja sebagai instruktur, staf perawatan dan kepela perawatan pada unit medikal bedah sererta membuka sebuah unit perawatan psikiatri yang gres dimana ia menjadi seorang eksekutif pelayanan keperawatan pada St. Joseph’s Hospital di Omaha. Selama waktu ini ia melanjutkan pendidikan keperawatannya di ”Creigthton University ” di Omaha. Tahun 1954 Leininger meraih gelar M.S.N. dalam keperawatan psikiatrik dari ” Chatolic University of America” di Washington, D. C. Ia kemudian bekerja pada ”College of Health” di Univercity of Cincinnati, dimana ia menjadi lulusan pertama (M. S. N ) pada acara seorang hebat keperawatan psikiatrik anak . Ia juga memimpin suatu acara pendidikan keperawatan psikiatri di universitas tersebut dan juga sebagai pimpinan dalam pusat terapi perawatan psikiatri di rumah sakit milik universitas tersebut.
Pada tahun 1960, Leininger bersama C. Hofling menulis sebuah buku yang diberi judul ” Basic Psiciatric Nursing Consept” yang dipublikasikan ke dalam sebelas bahasa dan dipakai secara luas di seluruh dunia. Selama bekerja pada unit perawatan anak di Cincinnati, Leininger menemukan bahwa banyak staff yang kurang memahami mengenai faktor-faktor budaya yang mempengaruhi sikap anak-anak. Dimana diantara bawah umur ini mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda. Ia mengobservasi perbedaan- perbedaan yang terdapat dalam asuhan dan penanganan psikiatri pada bawah umur tersebut. Terapi psikoanalisa dan terapi taktik lainnya tampaknya tidak menyentuh bawah umur yang mempunyai perbedaan latar belakang budaya dan keutuhan.
Leininger melihat bahwa para perawat lain juga tidak menampilkan suatu asuhan yang benar-benar adequat dalam  menolong anak tersebut, dan ia dihadapkan pada banyak sekali pertanyaan mengenai perbedaan budaya diantara bawah umur tersebut dan hasil terapi yang didapatkan. Ia juga menemukan hanya sedikit staff yang mempunyai perhatian dan pengetahuan mengenai faktor-faktor budaya dalam mendiagnosa dan manangani klien.
Pada satu ketika, Prof. Margaret Mead berkunjung pada departemen psikiatri University of Cincinnati dan Leiniger berdiskusi dengan Mead mengenai adanya kemungkinan korelasi antara keperawatan dan antropologi. Meskipun ia tidak mendapat pemberian langsung, dorongan, solusi dari Mead , Leininger tetapkan untuk melanjutkan studinya ke acara doktor (Ph.D) yang berfokus pada kebudayaan, sosial, dan antropologi psikologi pada Universitas Washington.
Sebagai seorang mahasiswa acara doktor, Leininger mempelajari banyak sekali macam kebudayaan dan menemukan bahwa pelajaran antroplogi itu sangat menarik dan merupakan area yang perlu diminati oleh seluruh perawat. Kemudia ia menfokuskan diri pada masyarakat Gadsup di Eastern Highland of New Guinea, dimana ia tinggal bersama masyarakat tersebut selama hampir dua tahun. Dia sanggup mengobservasi bukan hanya citra unik dari kebudayaan melainkan perbedaan antara kebudayaan masyarakat barat dan non barat terkait dengan praktek dan asuhan keperawatan untuk mempertahankan kesehatan. Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat Gadsup, ia terus membuatkan teori perawatan kulturalnya dan metode ethno nursing. Teori dan penelitiannya telah membantu mahasiswa keperawatan untuk memahami perbedaan budaya dalam perawatan manusia, kesehatan dan penyakit. Dia telah menjadi pemimpin utama perawat yang mendorong banyak mahasiswa dan fakultas untuk melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan menghubungkan pengetahuan ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan transkultural. Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap pengembangan bidang perawatan transkultural dengan fokus perawatan pada insan telah menyokong dirinya selama 4 dekade.
Tahun 1950-an hingga 1960-an, Leininger mengidentifikasi beberapa area umum dari pengetahuan dan penelitian antara perawatan dan anthropologi formulasi konsep keperawatan transkultural, praktek dan prinsip teori. Bukunya yang berjudul Nursing and anthropology : Two Words to Blend ; yang merupakan buku pertama dalam keperawatan transkultural, menjadi dasar untuk pengembangan bidang keperawatan transkultural, dan kebudayaan yang mendasari perawatan kesehatan. Buku yang berikutnya, ”Transcultural Nursing : Concepts, theories, research, and practise (1978 )” , mengidentifikasi konsep mayor, ide-ide teoritis, praktek dalam keperawatan transkultural, bukti ini merupakan publikasi definitif pertama dalam praktek perawatan treanskultural. Dalam tulisannya, beliau memperlihatkan bahwa perawatan treanskultural dan anthropologi bersifat saling melengkapi satu sama lain, menkipun berbeda. Teori dan kerangka konsepnya mengenai Cultural care diversity and universality dijelaskan dalam buku ini.
Sebagai perawat profesional pertama yang melanjutkan pendidikan ke jenjang doktor dalam bidang antropologi dan untuk memprakarsai beberapa acara pendidikan magister dan doktor, Leininger mempunyai banyak bidang keahlian dan perhatian. Ia telah memepelajari 14 kebudayaan mayor secara lebih mendalam dan telah mempunyai pengalaman dengan banyak sekali kebudayaan. Disamping perawatan transkultural dengan asuhan keperawatan sebagai fokus utama , bidang lain yang menjadi perhatiannya ialah manajemen dan pendidikan komparatif, teori-teori keperawatan, politik, dilema etik keperawatan dan perawatan kesehatan, metoda riset kualitatif, masa depan keperawatan dan keperawatan kesehatan, serta kepemimpinan keperawatan. Theory of Culture Care ketika ini dipakai secara luas dan tumbuh secara relevan serta penting untuk memperoleh data kebudayaan yang fundamental dari kebudayaan yang berbeda.

B. Paradigma Keperawatan
1.      Manusia
Manusia ialah individu atau kelompok yamg mempunyai nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan mempunyai kegunaan untuk menentukan pilihan serta melaksanakan tindakan. Menurut Leininger, insan mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap ketika dimanapun ia berada.
2.      Kesehatan
Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan secara kultural mempunyai nilai dan praktek serta merefleksikan kemampuan individu maupun kelompok untuk menampilkan kegiatan budaya mereka sehari-hari, laba dan pola hidup.
3.      Lingkungan
Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau pengalaman-pengalaman yang memperlihatkan arti bagi sikap manusia, interpretasi, dan interaksi sosial dalam lingkungan fisik, ekologi, sosial politik, dan atau susunan kebudayaan.
4.      Keperawatan
Keperawatan mengacu kepada suatu pembelajaran humanistik dan profesi keilmuan serta disiplin yang difokuskan pada acara dan fenomena perawatan insan yang bertujuan untuk membantu, memperlihatkan dukungan, menfasilitasi, atau memampukan individu maupun kelompok untuk memperoleh kesehatan mereka dalam cara yang menguntungkan yang berdasarkan pada kebudayaan atau untuk menolong orang-orang supaya bisa menghadapi rintangan dan kematian.

C. Teori Keperawatan Leininger
Teori ini diambil dari disiplin ilmu antropologi dan keperawatan. Ia mendefinsikan keperawatan transkultural sebagai potongan utama dari keperawatan yang berfokus pada studi perbandingan dan analisa perbedaan budaya serta potongan budaya di dunia dengan tetap menghargai nilai-nilai asuhan, pengalaman sehat sakit dan juga kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat.
1.      Konsep Utama dan definisi teori Leininger
a.       Care mengacu kepeada suatu fenomena aneh dan konkrit yang bekerjasama dengan pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan pemberian pengalaman maupun sikap kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya dan bertujuan untuk memperbaiki kondisi maupun cara hidup manusia.
b.      ”Caring”, mengacu kepada suatu tindakan dan acara yang ditujukan secara eksklusif dalam pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan individu lain dan kelompok didalam memenuhi kebutuhannya untuk memperbaiki kondisi kehidupan insan atau dalam menghadapi kematian.
c.       Kebudayaan merupakan suatu pembelajaran, pembagian dan transmisis nilai, keyakinan, norma-norma, dan gaya hidup dalam suatu kelompok tertentu yang memperlihatkan isyarat kepada cara berfikir mereka, pengambilan keputusan, dan tindakkan dalam pola hidup.
d.      Kultural mengacu kepada pembelajaran subjektif dan objektif dan transmisi nilai, keyakinan, pola hidup yang membantu, mendukung, memfasilitasi atau memungkinkan ndividu lain maupun kelompok untuk mempertahankan kesjahteraan mereka, kesehatan, serta untuk memperbaiki kondisi kehidupan insan atau untuk memampukan insan dalam menghadapi penyakit, rintangan dan juga kematian.
e.       Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau pengalaman-pengalaman yang memperlihatkan arti bagi sikap manusia, interpretasi, dan interaksi sosial dalam lingkungan fisik, ekologi, sosial politik, dan atau susunan kebudayaan.
f.       ”Etnohistory ” mengacu kepada keseluruhan fakta-fakta pada waktu yang lampau, kejadian-kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, kebudayaan serta suatu institusi yang difokuskan kepada manusia/masyarakat yang menggambarkan, menjelaskan dan menginterpretasikan cara hidup insan dalam suatu bentuk kebudayaan tertentu dalam jangka waktu yang panjang maupun pendek.
g.      Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan secara kultural mempunyai nilai dan praktek serta merefleksikan kemampuan individu maupun kelompok untuk menampilkan kegiatan budaya mereka sehari-hari, laba dan pola hidup
h.      Negosiasi atau fasilitas perawatan kultural mengacu pada semua bantuan, dukungan, fasilitas, atau pembuatan keputusan dan tindakan kreatifitas profesional yang memungkinkan yang menolong masyarakat sesuai dengan pembiasaan kebudayaan mereka atau untuk bernegosiasi dengan fihak lain untuk mencapai hasil kesehatan yang menguntungkan dan memuaskan melalui petugas perawatan yang profesional
i.        Restrukturisasi transkultural mengacu pada seluruh bantuan, dukungan, fasilitas atau keputusan dan tindakan profesional yang sanggup menolong klien untuk mengubah atau memodifikasi cara hidup mereka supaya lebih baik dan memperoleh pola perawatan yang lebih menguntungkan dengan menghargai keyakinan dan nilai yang dimiliki klien sesuai dengan budayanya.

2.      Asumsi Mayor
Asumsi mayor untuk mendukung teory cultural care : diversity and universality yang dikembangkan oleh Leininger :
a.       “Care” ialah esensi keperawatan serta focus yang mempersatukan perbedaan sentral dan dominant dalam suatu pelayanan.
b.      Perawatan (Caring) yang didasarkan pada kebudayaan ialah sutau aspek esensial unuk memperoleh kesejahteraan, kesehatan, pertumbuhan dan ketahanan, serta kemampuan untuk enghadapi rinangan maupun kematian.
c.       Perawatan yang berdasarkan budaya ialah potongan yang paling komprehensif dan holistic untuk mengetahui, menjelaskan, menginterprestasikan dan memprediksikan fenomena asuhan keperawatan serta memperlihatkan panduan dalam pengambilan keputusan dan tindakan perawatan.
d.      Keperawatan traskultural ialah disiplin ilmu perawatan humanistic dan profesi yang mempunyai tujuan utama untuk melayani individu, dan kelompok.
e.       Konsep keperawatan cultural, arti, ekspresi, pola-pola, proses dan struktur dari bentuk perawatan transkultural yang bermacam-macam dengan perbedaan dan persamaan yang ada.
f.       Praktek perawatan keyakinan dan nilai budaya dipengaruhi oleh dan cenderung tertanam dalam pandangan dunia, bahasa, filosofi, agama, kekeluargaan, sosial, politik, pendidikan, ekonomi, teknologi, etnohistory, dan lingkungan kebudayaan.
g.      Keuntungan, kesehatan dan kepuasan terhadap budaya perawatan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan individu, keluarga, kelompok, komunitas di dalam lingkungannya.
h.      Kebudayaan dan keperawatan yang konggruen sanggup terwujud apabila pola-pola, ekspresi dan nilai-nilai perawatan dipakai secara tepat, kondusif dan bermakna.

3.      Esensi keperawatan dan kesehatan
a.       Perbedaan-perbedaan interkultural terhadap keyakinan kepetrawatan, nilai dan praktek akan merefleksikan perbedaan kemampuan identifikasi dan praktek asuhan keperawatan yang bersifat umum.
b.      Kebudayaan yang mempunyai nilai individualisme yang tinggi dengan model independen akan pertanda gejala dari nilai dan praktek keperawatan diri, dimana kebudayaan yang tidak mempunyai nilai individualisme dan independen akan pertanda tanda terbatas dan praktek keperawatan diri.
c.       Jika terdapat korelasi yang erat antara praktek dan keyakinan pemberi dan akseptor pelayanan praktek keperawatan , hasil yang diperoleh klien akan sanggup ditingkatkan dan lebih memuaskan .
d.      Klien dari kebudayaan yang berbeda sanggup mengidentifikasi nilai caring dan non caring mereka serta keyakinan terhadap ethnonursing.
e.       Perbedaan utama antara nilai perawatan tradisional dengan perawatan profesional, merupakan tanda dari konflik budaya antara pemberi pelayanan kesehatan profesional dan klien.
f.       Praktek dan tindakan caring yang diterapkan dengan memakai teknologi berbeda secara kultural dan mempunyai perbedaan terhadap hasil dalam pencapaian kesehatan dan kesejahteraan klien.
g.      Tanda terpenting dari ketergantungan perawat terhadap teknologi merupakan tanda dari depersonalisasi asuhan keperawatn humanistik pada klien.
h.      Bentuk simbolis dan fungsi ritual dari praktek dan sikap asuhan keperawatan mempunyai hasil dan makna berbeda dalam kebudayaan yang berbeda.
i.        Politik, agama, ekonomi, korelasi kekeluargaan, nilai budaya dan lingkungan memperlihatkan imbas yang besar terhadap praktek budaya untuk mencapai kesejahteraan individu, keluarga dan kelompok.

4.      Konsep kebudayaan berdasarkan Leininger dalam buku Transcutural Nursing; concepts, theories and practices (1978 & 1995).
a.       Kebudayaan yang mempersepsikan penyakit ke dalam bentuk pengalaman badan internal dan bersifat personal (contohnya yang disebabkan oleh kondisi fisik, genetic,stress dalam tubuh) lebih cenderung memakai teknik dan metode keperawatan diri secara fisik dari pada melaksanakan perawatan berdasarkan budaya yang memandang penyakit sebagai suatu keyakinan kultural dan ekstra personal serta pengalaman budaya secara langsung.
b.      Budaya sangat menekankan proses, prilaku dan nilai perawatan (caring), memegang peranan yang lebih cenderung dilakukan perempuan daripada pria.
c.       Kebudayaan yang menekankan pada prilaku dan proses pengobatan (caring) cenderung dilaksanakan oleh laki-laki daripada wanita.
d.      Klien (masyarakat umum / tradisional) yang membutuhkan pelayanan keperawatan (caring), pertama sekali cenderung untuk mencari pemberian dari pihak keluarga maupun relasinya dalam mengatasi masalahnya, gres kemudian mencari pemberi pelayanan kesehatan professional apabila orang-orang terdekatnya tidak bisa memeberikan kondisi yang efektif, keadaan klien semakin memburuk atau jikalau terjadi kematian.
e.       Kegiatan perawatan yang banyak dipraktekkan di masyarakat (ethno caring activities), yang mempunyai laba terapeutik bagi klien dan keluarganya, kurang dipahami oleh kebanyakan perawat professional di Werstern.
f.       Jika terdapat prilaku perawatan yang efektif dalam suatu kebudayaan maka kebutuhan pengobatan dan pelayanan dari petugas professional akan berkurang.
g.      Perbedaan fundamental antara praktek keperawatan tradisional dan professional menyebabkan konflik budaya dan membebani praktek keperawatan.
h.      Perawatan transkultural akan mempersiapkan perawat untuk sanggup menyusun asuhan keperawatan pada setiap budaya yang berbeda, dan sanggup menentukan hasil yang sempurna sesuai dengan kebudayaan klien tersebut.
i.        Keberhasilan dalam perawatan kesehatan akan sulit dicapai apabila pemberi pelayanan tersebut tidak memakai pengetahuan dan praktek yang didasarkan atas keyakinan dan nilai budaya klien.

5.      The Sunrise Model ( Model matahari terbit)
Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini sanggup mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk menilik berfokus pada keperawatan profesional dan sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa badan insan tidak terpisahkan/tidak sanggup dipisahkan dari budaya mereka.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa duduk kasus dan intervensi keperawatan tidak tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger ialah supaya seluruh terminologi tersebut sanggup diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga duduk kasus keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memperlihatkan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.
Leininger Sunrise Model merupakan pengembangan dari konseptual model asuhan keperawatan transkultural. Terdapat 7 (tujuh) komponen dalam sunrise model tersebut, yaitu :
1.        Faktor Teknologi ( Technological Factors )
Teknologi kesehatan ialah sarana yang memungkinkan individu untuk menentukan atau mendapat penawaran untuk menuntaskan duduk kasus dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu wacana penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ketika ini, alasan mencari kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi duduk kasus kesehatan.
2.        Faktor keagamaan dan falsafah hidup ( Religous and Philosofical Factors)
Agama ialah suatu sistem simbol yang menyebabkan pandangan dan motivasi yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memperlihatkan motivasi berpengaruh sekali untuk menempatkan kebenarannya di atas segalanya bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat menyerupai : agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak nyata terhadap kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh.
3.        Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)
Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama panggilan dalam keluarga, umur atau daerah dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, korelasi klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga.
4.        Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Nilai ialah konsepsi-konsepsi aneh di dalam diri insan mengenai apa yang dianggap baik dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji bekerjasama dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup ialah posisi dan jabatan, bahasa yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan acara sehari-hari.
5.        Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor)
Peraturan dan kebijakan yang berlaku ialah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan transkultural. Misalnya peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang menunggu.
6.        Faktor ekonomi ( Economical Faktor )
Klien yang dirawat sanggup memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya supaya segera sembuh. Sumber ekonomi yang ada pada umumnya dimanfaatkan klien antara lain asurannsi, biaya kantor, tabungan. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain menyerupai pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan.
7.        Faktor pendidikan (Educational Factor)
Latar belakang pendidikan individu ialah pengalaman individu dalam menmpuh jalur pendidikan formal tertinggi ketika ini. Semakin tinggi pendidikan individu, maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan sanggup mengikuti keadaan terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan mencakup tingkat pendidikan, jenis pendidikan, serta kemampuan berguru secara aktif sanggup bangun diatas kaki sendiri wacana pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.



BAB III
ANALISA TEORI

A.    Kelebihan :
1.      Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang sanggup memperlihatkan pengetahuan kepada perawat dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang berbeda.
2.      Teori ini sangat mempunyai kegunaan pada setiap kondisi perawatan untuk memaksimalkan pelaksanaan model-model teori lainnya (teori Orem, King, Roy, dll).
3.      Penggunakan teori ini sanggup mengatasi kendala faktor budaya yang akan berdampak terhadap pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit.
4.      Penggunanan teori trancultural sanggup membantu perawat untuk menciptakan keputusan yang kompeten dalam memperlihatkan asuhan keperawatan.
5.      Teori ini banyak dipakai sebagai pola dalam penelitian dan pengembangan praktek keperawatan .

B.     Kelemahan :
1.      Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa bangun sendiri dan hanya dipakai sebagai pendamping dari banyak sekali macam konseptual model lainnya.
2.      Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi duduk kasus keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Teori ini sanggup dipakai dalam memperlihatkan asuhan keperawatan dengan mempertimbangkan aspek budaya, nilai –nilai, norma dan agama.
2.      Teori ini sanggup dipakai untuk melengkapi teori konseptual yang lain dalam praktik asuhan keperawatan.
B.     Saran
1.      Penerapan teori Leinienger diharapkan pengetahuan dan pemahaman wacana ilmu antropologi supaya sanggup memperlihatkan asuhan keperawatan yang baik.
2.      Pelaksanaan teori Leinienger memerlukan penggabungan dari teori keperawatan yang lain yang terkait, menyerupai teori adaptasi, self care dan lain-lain.



DAFTAR PUSTAKA
Carol Taylor, Carol Lillis. (1997). Fundamentals of Nursing : the art and science of nursing care. Vol I 3ed , Philadelphia, Lippincott.
Chinn & Jacobs. (1983). Theory and Nursing a systematic approach. St. Louis : Mosby Company.
Folley, Regina & Wurmser, Theresa A (2004). Culture Diversity/A Mobile Worksforce Command Creative Leadership, New Patterships, and Inovative Approaces to Integration. Diambil pada 9 Oktober 2006 dari
Kozier, Barbara et al. (2000). Fundamental of Nursing : The nature of nursing practice in Canada. 1st Canadian Ed. Prentice Hall Health, Toronto.
Robinson & Kish. (2001). Edvance Practice Nursing. St. Louis : Mosby Inc.
The Basic concepts of Trancultural Nursing. Diambil pada 10 Oktober 2006 dari http://www.culturediversity.org/thirdwrld.htm.
Tomey, Ann Marriner & Alligood, Martha Raile, (1998). Nursing Theorists and their work, 4th Ed. Mosby, St. Louis.
ara� =h x p yle='margin-top:0in;margin-right:0in; margin-bottom:0in;margin-left:78.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;line-height:200%'> 

BAB III
ANALISA TEORI

A.    Kelebihan :
1.      Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang sanggup memperlihatkan pengetahuan kepada perawat dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang berbeda.
2.      Teori ini sangat mempunyai kegunaan pada setiap kondisi perawatan untuk memaksimalkan pelaksanaan model-model teori lainnya (teori Orem, King, Roy, dll).
3.      Penggunakan teori ini sanggup mengatasi kendala faktor budaya yang akan berdampak terhadap pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit.
4.      Penggunanan teori trancultural sanggup membantu perawat untuk menciptakan keputusan yang kompeten dalam memperlihatkan asuhan keperawatan.
5.      Teori ini banyak dipakai sebagai pola dalam penelitian dan pengembangan praktek keperawatan .

B.     Kelemahan :
1.      Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa bangun sendiri dan hanya dipakai sebagai pendamping dari banyak sekali macam konseptual model lainnya.
2.      Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi duduk kasus keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya





BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Teori ini sanggup dipakai dalam memperlihatkan asuhan keperawatan dengan mempertimbangkan aspek budaya, nilai –nilai, norma dan agama.
2.      Teori ini sanggup dipakai untuk melengkapi teori konseptual yang lain dalam praktik asuhan keperawatan.

B.     Saran
1.      Penerapan teori Leinienger diharapkan pengetahuan dan pemahaman wacana ilmu antropologi supaya sanggup memperlihatkan asuhan keperawatan yang baik.
2.      Pelaksanaan teori Leinienger memerlukan penggabungan dari teori keperawatan yang lain yang terkait, menyerupai teori adaptasi, self care dan lain-lain.











DAFTAR PUSTAKA

Carol Taylor, Carol Lillis. (1997). Fundamentals of Nursing : the art and science of nursing care. Vol I 3ed , Philadelphia, Lippincott.

Chinn & Jacobs. (1983). Theory and Nursing a systematic approach. St. Louis : Mosby Company.

Folley, Regina & Wurmser, Theresa A (2004). Culture Diversity/A Mobile Worksforce Command Creative Leadership, New Patterships, and Inovative Approaces to Integration. Diambil pada 9 Oktober 2006 dari
http://proquest.umi.com/pqdweb?did=650824831&sid=3&clientld=45625&RQT=309&VName

Kozier, Barbara et al. (2000). Fundamental of Nursing : The nature of nursing practice in Canada. 1st Canadian Ed. Prentice Hall Health, Toronto.

Robinson & Kish. (2001). Edvance Practice Nursing. St. Louis : Mosby Inc.

The Basic concepts of Trancultural Nursing. Diambil pada 10 Oktober 2006 dari http://www.culturediversity.org/thirdwrld.htm.

Tomey, Ann Marriner & Alligood, Martha Raile, (1998). Nursing Theorists and their work, 4th Ed. Mosby, St. Louis.


Sumber http://macrofag.blogspot.com