Wednesday, August 23, 2017

√ Askep Dermatitis Pada Anak


ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS
PADA ANAK

A. Konsep Dasar Penyakit
1 Definisi
Dermatitis yakni peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap efek fakor eksogen atau efek factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ).

2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan sanggup diderita oleh semua orang dari aneka macam golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara sempurna sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak tiba berobat. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, lantaran hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.

3 Etiologi
Penyebabnya secara umum sanggup dibedakan menjadi 2 yaitu :
·         Luar ( eksogen ) contohnya materi kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik ( sinar matahari, suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
·         Dalam ( endogen ) contohnya dermatitis atopik.

4 Faktor Predisposisi
·         Keringnya kulit.
·         Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan materi kimia lain.
·         Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, contohnya membungkus anak dengan
·         pakaian berlapis.
·         Alergi atau intoleransi terhadap kuliner tertentu.
·         Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.
·         Virus dan infeksi lain.
·         Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.

5 Gejala klinis
Pada umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana tanda-tanda klinis lainnya bergantung pada stradium penyakitnya.
·         Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi
sehingga tampak basah.
·         Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi kusta.
·         Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja semenjak awal suatu dermatitis semenjak awal menawarkan gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.

6 Patofisologi
Kelainan kulit timbul jawaban kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui kerja kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel epidermis.
Ada 2 jenis materi iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor lain yang sanggup mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan tanda-tanda diatas sanggup menimbulkan rasa nyeri yang timbul jawaban lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu, sanggup menimbulkan gangguan intergritas kulit dan gangguan gambaran tubuh yang timbul lantaran vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit bersisik.

7 Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a.       Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )
Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh materi yang melekat pada kulit atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini yakni kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah materi yang iritatif atau alergenik.

Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :
• Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi jawaban kontak dengan materi yang secara kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi setelah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi lantaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran molekul, daya larut, konsentrasi materi tersebut, usang kontak, kekerapan, ukiran dan trauma fisis, shu serta kelembaban. Selain faktor diatas faktor lain yang mendukung terjadinya dermatitis kontak alergik yakni faktor individu contohnya perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak dibawah umur 8 tahun dan usia lanjut lebih gampang teritasi ), ras ( kulit gelap lebih rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih banyak pad perempuan ). Gejala klinis yang terjadi yakni kekeringan kulit yang berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi, fisura dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan cuilan yang paling sering terkena.

• Dermatitis kontak alergik.
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi jawaban kontak kulit dengan materi alergik ( materi pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe ini mempunyai periode sensitisasi 10 – 14 hari.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:
·      Fase sensitisasi
Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap oleh sel langerhans denagn cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi kontak tergantung pada sinyal iritan yang sanggup berasal dari alergen kontak sendiri dari ambang rangsang yang rendah terhadap respon iritan, dari materi kimia inflamasi pada kulit yang meradang. Makara sinyal ancaman yang mengakibatkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
•   Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya sanggup berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan.

•  Dermatitis kontak fototoksik
Merupakan dermatitis yang mirip tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar matahari dan materi kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi serupa dengan dermatitis iritan.

•  Dermatitis kontak fotoalergik
Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping kontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa dengan dermatitis iritan.

 b. Dermatitis Atopik
Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai semenjak selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong. Pada anak yang yang lebih bau tanah dan remaja, lesi tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar yakni pruritus andal mengakibatkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan keluahan utama mencari bantuan.

c. Dermatitis medikamentosa
Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang dipakai untuk ruang kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam sanggup disertai dengan tanda-tanda sistemik atau menyeluruh.

Berdasarkan morfologinya, dermatitis sanggup diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu :
• Dermatitis papulosa
• Dermatitis vesikulosa
• Dermatitis madidans
• Dermatitis eksfloliative

Berdasarkan bentuknya , dermatitis diklasifikasikan menjadi :
• Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yng lesinya berbentuk mata uang atau agak lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya gampang pecah sehingga basah.
Gambaran klinis yang terjadi yakni : umumnya mengeluh sangat gatal, lesi akut berupa vesikel dan papolu vesikel ( 0,3 – 1.0 cm ) kemudian membesar dengan cara berkonploensi atau meluas kesamping. Membentuk satu lesi karakteristik mirip uang logam ( koin ), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Jumlah lesi sanggup 1 sanggup pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran bervariasi mulai dari miliar – numular.

Pemeriksaan fisik
• Kulit
Pemeriksaan kulit mencakup investigasi inspeksi dan palpasi.
1. Inspeksi
a. Higiene kulit
Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang.
b. Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:
·         Makula: suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan kulit datar dan ukurannya kurang dari 1 cm, contohnya pada morbili atau campak.
·         Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari makula, misalnya:crysipelas
·         Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya, contohnya gigitan.
·         Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang jernih, contohnya cacar air  herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-besar lebih dari 1 cm disebut bula, contohnya lukabakar.
·         Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, contohnya impetigo, jerawat, infeksi bakteri staphilococcus (bisul ).
·         Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula dan pustula.
·         Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah dsb.
·         Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi.
·         Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan. Hal ini diakibatkan penurunan elastisitas jaringan kulit.
·         Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit setelah penyembuhan luka. Hal ini bisa lantaran talenta ( mempunyai kecenderungan untuk itu) ada pula yang spesifik, yaitu cicatrixbekas irisan kulit pada seseorang mofinis dan bekas suntikan BCG.
·         Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di epidermis kulit berukuran kurang  dari 1 cm.
·         Hematoma: pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran lebih besar dan berwarna merah, biru, ungu hingga biru.
·         Naevus pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi pada suatu kawasan kulit dengan batas tegas.
·         Hiperpigmentasi: suatu kawasan di kulit yang lebih bau tanah warnanya dari kulit sekitarnya.
·         Vitiligo/hipopigmentasi: kawasan kulit yang tidak berpigmen/ kurang pigmen daripada kulit sekitarnya.
·         Tatttoo: hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna.
·         Hemangioma: suatu bercak kemerahan jawaban pelebaran pembuluh- pembuluh darah setempat yang biasanya kongenital.
·         Spider naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di kulit yang khas bentuk dan arah anutan darahnya ( keluar) contohnya pada penderita sirosis hepatis.
·         Lichenifikasi: penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
·         Striae: suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut perempuan hamil, orang- orang yang sangat gemuk ( kawasan gluteal, lipat bahu, ketiak ini lantaran regangan kulit yang melebihi ekstisitisitasnya).
·         Mongolian spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di kawasan gluteal hingga lumbal, bayi-bayi dari ras oriental, Indian, Amerika, dan Negro.
·         Uremie frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal halus ureum yang terjadi jawaban menguapnya keringat pasien uremia sehingga di kulit tertinggal ”bedak” ureum.
·         Anemi: pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir, konjungtiva, warna dasar kuku lantaran kurangnya Hb.
·         Cyanosis: tampak kulit warna kebiruan jawaban jumlah reduced Hb melebihi kadar 5 % jawaban kegagalan transport oksigen atau menumpuknya CO2 di jaringan.
·         Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit, telapak tangan, dan sklera mata lantaran bilirubin yang tinggi pada penyakit-penyakit hati.

2. Palpasi
Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin, hangat, deman ) kemudian kelembabannya, pasien kekurangan cairan tubuh terasa kering dan pasien hipertiroidisme berkeringat terlalu banyak.
a. Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba ksar pada defisiensi vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak ketombe, diaper-rash (di selangkangan bayi ) jawaban popok bayi.
b. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali ke keadaan semula memperlihatkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
c. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit jawaban fraktura tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru bisa berada di bawah kulit dada.
d. Edema yakni terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih daripada jumlah semestinya.


Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Tempel Terbuka.
Pada uji terbuka materi yang dicurigai ditempelkan pada kawasan belakang indera pendengaran lantaran kawasan tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka yakni alergen yang menguap.
b. Tes Tempel Tertutup.
Untuk uji tertutup dibutuhkan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada cuilan tengahnya terdapat lokasi dimana materi tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu akhirnya dievaluasi.

c. Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu materi yang dengan sinar ultra violet gres akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari imbas daripada sinar, maka punggung atau materi test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam semoga sinar tidak bisa menembus materi tersebut. Untuk sanggup melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan damai penyakitnya, lantaran bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu materi uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu aneka macam macam obat sanggup mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melaksanakan uji tempel contohnya obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel dibutuhkan materi standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan gampang dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita dibutuhkan keterampilan khusus lantaran bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana contohnya akhirnya positif maka penderita diminta untuk menghindari materi itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, dihentikan ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita sanggup jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah menerima latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro memakai transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada insan dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik yakni mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan proteksi pada kulit.
• Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal sanggup dilaksanakan contohnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, memakai mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
• Pengobatan
Pengobatan yang diberikan sanggup berupa pengobatan topikal dan sistemik.
• Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila lembap diberi terapi lembap (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase materi aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila lembap berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja sanggup diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya yakni :
1.      Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan lantaran imbas eksklusif pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit mengakibatkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian imbas terapetik. Jenis yang sanggup diberikan yakni hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, sanggup dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya imbas samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.

2.       Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai imbas terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit menimbulkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang sanggup mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit menimbulkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) sanggup menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi sanggup diblok oleh UVB. Melalui prosedur yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang lisan ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.

3.   Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada insan hanya menawarkan imbas minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis

4         Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi sanggup ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. c0l1, Proteus dan Candida sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut sanggup diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.

5.    Imunosupresif topical
Obat-obatan gres yang bersifat imunosupresif yakni FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin mirip IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan imbas samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan yakni 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.

• Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada    kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya yakni :
1.      Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin yakni untuk memperoleh imbas sedatifnya. Ada yang beropini pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang beropini dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2.      Kortikosteroid
Diberikan pada masalah yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik yakni prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan mempunyai kekurangan lantaran berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka imbas sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3.      Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin yakni menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi acara sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat lisan ICAM-1.
4.      Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan lisan ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang mempunyai imbas menghambat peradangan.
5.      FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6.      Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya mirip nifedipin dan amilorid.
7.      Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya yakni kalsitriol.
8.      SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga     diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin

Diet
Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan dilema yang kontriversional. Alergi kuliner yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari dermatitis atau berapa persentase dari klien dermatitis yang mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada penyakit dermatitis yakni diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein).
a. Tujuan diet dermatitis:
·         Memberikan kuliner secukupnya tanpa menimbulkan tanda-tanda alergi, meringankan intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan.
·         Mencapai status gizi yang optimal.
            b. Syarat diet dermatitis:
·         Tinggi Energi, protein, mineral dan vitamin sesuai dengan kebutuhan.
·         Tidak memakai materi kuliner yg disangka menimbulkan alergi.
            c. Bahan kuliner yang sanggup menimbulkan alergi:
·         Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang, lombok, terong .
·         Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung dara dan telur binatang tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang, belut, kura-kura,penyu, telur penyu, ular , kacang tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan.
·         Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu, ragi, semangka, kurma, peterseli, broc0l1,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu manis, kakao, coklat.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
Menetapkan materi alergen penyebab dermatitis kontak alergik dibutuhkan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, investigasi fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam memilih terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal mencakup pertanyaan ihwal pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, beling mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jikalau pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan sanggup meluas ke kawasan sekitarnya. Karena beberapa cuilan tubuh sangat gampang tersensitisasi dibandingkan cuilan tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.

• Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik yakni :
-          Adanya riwayat kontak dengan suatu materi satu kali tetapi lama, beberapa kali atau Satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan materi serupa.
-          Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
-          Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
-          Rasa gatal.
-          Uji tempel dengan materi yang dicurigai akhirnya positif.

• Dermatitis atopik :
 Erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu mirip lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami imbas pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
• Dermatitis numularis :
            Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
• Dermatitis medikamentosa:
            Adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah itu timbul reaksi obat mendadak, ruam sanggup disertai dengan tanda-tanda sistemik atau menyeluruh.

2.  Diagnosa Keperawatan
• Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
• Nyeri b/d distributor cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan berulang
• Gangguan rujukan tidur b/d pruritus, nyeri.
• Ganguan gambaran tubuh b/d penyakit dermatitis.
• Kurang pengetahuan b/d acara terapi.

3.    Intervensi dan Rasionalisasi
Dx 1: Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam kondisi kulit klien memperlihatkan perbaikan.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit semoga mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan:
- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
- Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet lantaran garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Intervensi:
• Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jikalau tanda dan tanda-tanda meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
• Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas mengakibatkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
• Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak menciptakan kulit kering, sabun kering sanggup meningkatkan keluhan.
• Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Dx 2: Nyeri b/d distributor cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan berulang.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien sanggup berkurang
Kriteria Hasil:
- Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
- Menunjukkan lisan wajah/ postur tubuh rileks.
- Berpartisipasi dalam acara dan tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi:
• Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau aksara dan intensitas skala nyeri (0-10 )
Rasional: sanggup mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya.
• Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri.
• Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi imbas peradangan.

Dx 3: Gangguan rujukan tidur b/d pruritus, nyeri.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x 24 jam klien bisa beristirahat secara optimal.
Kriteria Hasil :
- Mencapai tidur yang nyenyak.
- Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
- Menghindari konsumsi kafein.
- Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
- Mengenali rujukan istirahat/tidur yang memuaskan.


Intervensi :
• Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur semoga tetap mempunyai ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering menciptakan kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
• Menjaga semoga kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak sanggup disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
• Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein mempunyai imbas puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
• Melaksanakan gerak tubuh secara teratur.
Rasional: menawarkan imbas menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
• Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Dx 4: Ganguan gambaran tubuh b/d penyakit dermatitis
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam pengembangan peningkatan
penerimaan diri pada klien tercapai.
Kriteria Hasil :
- Mengembangkan peningkatan kemauan untuk mendapatkan keadaan diri.
- Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
- Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
- Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
- Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
- Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan.
Intervensi :
• Kaji adanya gangguan gambaran diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
• Rasional: Gangguan gambaran diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak kasatmata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya besar lengan berkuasa terhadap konsep diri.
• Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
• Rasional: Terdapat korelasi antara stadium perkembangan, gambaran diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
• Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
• Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
• Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas menyebarkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak penyesuaian klien .
• Dukung upaya klien untuk memperbaiki gambaran diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
• Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.


Dx 5: Kurang pengetahuan b/d acara terapi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x 24 jam terapi sanggup dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
- Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
- Mengikuti terapi dan sanggup menjelaskan alasan terapi.
- Melaksanakan mandi, pencucian dan balutan lembap sesuai program.
- Menggunakan obat topikal dengan tepat.
- Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
• Kaji apakah klien memahami dan mengerti ihwal penyakitnya.
Rasional: menawarkan data dasar untuk menyebarkan planning penyuluhan.
• Jaga semoga klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus mempunyai perasaan bahwa sesuatu sanggup mereka lakukan, kebanyakan klien mencicipi manfaat.
• Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang sempurna untuk melaksanakan terapi.
• Nasihati klien semoga selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan.
Rasional: dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali.

4. Evaluasi
Dx 1:
- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
- Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya
lecet lantaran garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Dx 2:
- Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
- Menunjukkan lisan wajah/ postur tubuh rileks.
- Berpartisipasi dalam acara dan tiduratau istirahat dengan tepat.
Dx 3:
- Mencapai tidur yang nyenyak.
- Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
- Menghindari konsumsi kafein.
- Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
- Mengenali rujukan istirahat/tidur yang memuaskan.
Dx 4:
- Mengembangkan peningkatan kemauan untuk mendapatkan keadaan diri.
- Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
- Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
- Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
- Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
- Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan.
Dx 5:
- Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
- Mengikuti terapi dan sanggup menjelaskan alasan terapi.
- Melaksanakan mandi, pencucian dan balutan lembap sesuai program.
- Menggunakan obat topikal dengan tepat.
- Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.







DAFTAR PUSTAKA


Panduan Diagnosa Keperaewatan Nanda 2005-2006 Definisi dan Klasifikasi.Jakarta: Prima Medika, 2009.
Dermatitis. (http:/ www.wikipedia.com), diakses 17 Oktober 2009.

Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

Doenges, Marlynn E dkk.2005. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan pasien, Ed III. Jakarta: EGC


Sumber http://macrofag.blogspot.com