Monday, May 21, 2018

√ Tesis S2 Magister Aturan Moral Universitas Gadjah Mada, Ugm, Yogyakarta


Eksistensi Nilai Budaya Siri’ Na Pacce Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan Asas Legalitas Pada Masyarakat Bugis Makassar,  Universitas Gadjah Mada, 2019


INTISARI: 


Nilai Siri’ na Pacce di dalam Masyarakat Bugis-Makassar mengajarkan wacana moralitas kesusilaan yang berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi tindakan insan untuk menjaga serta mempertahankan kehormatannya. Permasalahan yang timbul kemudian yaitu ketika budaya dalam penerapannya mulai bersinggungan dengan yurisdiksi aturan negara (hukum pidana).


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:



  1. Bagaimana nilai-nilai budaya Siri’ na Pacce berperan dalam membentuk kesadaran masyarakat Bugis-Makassar terhadap hukum?

  2. Bagaimana penerapan aturan pidana dalam kaitannya dengan kasus-kasus yang berafiliasi dengan penegakan budaya Siri’ na Pacce dalam masyarakat Bugis-Makassar?

  3. Bagaimana keberlakuan asas legalitas dalam kaitannya dengan perkembangan aturan pidana adat?


Pendekatan Penelitian


Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini ada empat macam yakni:



  1. Pendekatakan Sociological Jurisprudency.

  2. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

  3. Pendekatan Kasus (Case Approach)

  4. Pendekatan Analisis (Analytical Approach).


Lokasi Penelitian ada tiga tempat di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai representasi daerah yang banyak didiami oleh suku Bugis dan Makassar yakni Kabupaten Bone, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Jeneponto.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian yang diperoleh, yaitu:


Pertama keberadaan Siri’ na Pacce sebagai sebuah nilai ajaib yang hidup ditengah masyarakat Bugis-Makassar, nilai budaya ini mengalami proses konkretisasi ke dalam bentuk sistem Pangngaderreng yang kemudian teraktualisasi ke dalam lima norma aturan yang terkandung didalam Pangngaderreng (Ade, Bicara, Wari, Rapang dan Sara). Penegakan norma-norma tersebut dalam rangka mewujudkan tujuan aturan yakni keadilan, kepastian aturan serta kemanfaatan. Dengan terwujudnya tiga tujuan hukum, maka hal ini dipandang sebagai bentuk kesadaran aturan Masyarakat Bugis-Makassar.


Kedua dunia peradilan pidana pada masa kini masih sangat kental terhadap penegakan asas legalitas dalam sifatnya yang absolut. Hal ini menegasikan keberadaan nilai-nilai budaya serta aturan yang ada di tengah masyarakat.


Ketiga, Penggunaan pemikiran Pluralisme Hukum ke dalam aturan pidana nasional dipandang sebagai pembaharuan aturan pidana nasional yang didalamnya mengakomodasi perkembangan aturan pidana adat. Dalam hal penguatan fasilitas aturan adat oleh aturan negara dalam pemberlakuannya sebagai cuilan dari sistem peradilan pidana nasional maka terdapat dua tawaran dalam tataran aturan yang berbeda:



  1. Dalam tataran Ius Constituendum, yaitu mendorong revitalisasi peradilan adat di Indonesia sehingga dampak yang dibutuhkan yaitu bersandingnya aturan negara dan aturan adat sebagai sarana penyelesaian sengketa pidana di tengah masyarakat.

  2. Dalam tataran Ius Constitutum, dipandang sebagai bentuk legitimasi penegak aturan utamanya hakim dalam menggunakan pertimbangan pemikiran sifat melawan aturan materiil dalam sifatnya yang negatif yang kemudian melahirkan alasan-alasan meringankan hukuman.


 


Pilihan Hukum Penyelesaian Sengketa Pelayanan Kesehatan Melalui Pranata Adat Dan Pranata Hukum Formil, Universitas Gadjah Mada, 2019.


Kata kunci : Pilihan Hukum, Penyelesaian Sengketa, Pelayanan Kesehatan, Pranata Adat dan Pranata Hukum Formil.


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji:



  1. Sengketa pelayanan kesehatan di Kabupaten Ende dan Kabupaten Gunungkidul dan pilihan-pilihan lembaga penyelesaian sengketanya;

  2. Pilihan-pilihan model lembaga penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan ke depan yang sanggup mengakomodasi penyelesaian sengketa melalui aturan adat dan aturan formil.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris, yaitu penelitian yang mengkaji ketentuan normatif di dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia diwujudkan senyatanya. Jenis penelitian yaitu penelitian sosio-legal, sedangkan sifat penelitian yaitu deskriptif.


Lokasi penelitian di Kecamatan Wolojita Kabupaten Ende dan Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul. Bahan penelitian terdiri dari data sekunder dan data primer.


Data sekunder diperoleh melalui studi dokumen, sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara dengan subyek penelitian. Data primer maupun data sekunder yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Penarikan kesimpulan dilakukan secara induktif.


Hasil Penelitian


Berdasarkan temuan dan analisis kajian disertasi ini, maka sanggup disimpulkan, bahwa para pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan dengan institusi yang pluralistik (pranata adat dan pranata aturan formil), masyarakat mengadopsi secara rasional institusi tersebut dalam upaya penyelesaian sengketa untuk memenuhi kepentingan (sub legal culture) melalui lembaga shopping. Forum shopping. Adopsi rasional yang dipakai untuk mewujudkan keadilan mengedepankan nilai-nilai yang hidup tumbuh dan menempel dalam masyarakat pada pranata adat dan pranata aturan formil, yaitu:



  1. religius-magis,

  2. kerukunan dan harmoni,

  3. berjenjang,

  4. dinamis-plastis, dan

  5. konsensus.


Dampak Berlakunya SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 6746/MENLHK-PSKL/KUM.1/12/2016 Terhadap Pengelolaan Hutan Adat Ammatoa Kajang, Bulukumba, Sulawei Selatan, Universitas Gadjah Mada, 2018


Kata kunci : Hutan Adat, Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang, Pasang, SK Penetapan Hutan Adat Kajang / Adat Forest, Ammatoa Kajang Indigenous People, Pasang, Kajang Adat Forest Establishment Decree


INTISARI: 


Pengaturan hutan adat di Indonesia sempat mengalami beberapa perkembangan, yang paling terakhir yaitu adanya penyerahan SK Penetapan Hutan Adat terhadap sembilan kelompok masyarakat aturan adat, salah satunya yaitu terhadap kelompok masyarakat aturan adat Ammatoa Kajang yang masih menerapkan aturan adatnya dengan ketat, yaitu melalui penerapan pasang sebagai aturan adat dalam kehidupan mereka.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai bentuk pengelolaan hutan adat oleh masyarakat aturan adat Ammatoa Kajang serta dampak SK Penetapan Hutan Adat Ammatoa Kajang terhadap penguasaan dan pengelolaan hutan adat masyarakat aturan adat Ammatoa Kajang.


Penelitian ini merupakan penelitian berjenis yuridis empiris, yaitu penelitian dengan menggunakan data primer sebagai sumber data utama dalam penelitian ini.


Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan undang-undang, historis dan konseptual. Penelitian ini menggunakan data primer dan juga data sekunder. Data tersebut didapat melalui wawancara secara eksklusif dan via telepon terhadap narasumber dan responden yang ditentukan melalui metode purposive sampling, serta melalui studi kepustakaan.


Hasil Penelitian


Pengelolaan hutan adat Kajang dilakukan masyarakat aturan adat Ammatoa Kajang dengan mengacu kepada pasang sebagai aturan adat bagi masyarakat aturan adat Ammatoa Kajang. SK Penetapan Hutan Adat Ammatoa Kajang tidak memperlihatkan dampak yang besar terhadap besar terhadap penguasaan dan pengelolaan hutan adat Ammatoa Kajang lantaran baik sebelum maupun setelah terbitnya SK, pengelolaan dan penguasaan hutan adat Kajang tetap mengacu pada ketentuan yang ada di dalam pasang.


 


Hak Tenurial atas Hutan dalam Masyarakat Hukum Adat Marga Bengkunat, Pesisir Barat, Lampung, Universitas Gadjah Mada, 2018


Kata kunci : akses, hak tenurial, hutan, masyarakat aturan adat


INTISARI: 


Pengakuan dan Jaminan atas hak tenurial atas hutan selalu didengungkan baik oleh masyarakat aturan adat, non-government organization, maupun pemerintah. Akan tetapi, fokus pada hak saja hanya akan menjadi sekedar cuilan dari cerita, lantaran pada kenyataannya tidak semua hak dilaksanakan maupun dipenuhi dan tidak semua orang yang mempunyai jalan masuk terhadap sumber daya mempunyai hak. Masyarakat aturan adat tidak hanya membutuhkan ratifikasi atau proteksi hak (bundle of rights) dari negara maupun pihak lain, namun juga membutuhkan jalan masuk (bundle of powers) untuk sanggup menikmati sumber daya alam.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini berusaha untuk mengetahui bagaimana hak tenurial atas hutan oleh Masyarakat Hukum Adat Marga Bengkunat dan apa saja faktor-faktor yang memengaruhi jalan masuk masyarakat dalam memanfaatkan hutan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-legal untuk mengungkapkan dan memahami realitas sosial hak tenurial atas hutan dalam Masyarakat Hukum Adat Marga Bengkunat.


Data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil wawancara dan hasil pengamatan tidak terlibat di lapangan. Sementara data sekunder berupa materi aturan primer, sekunder, dan tersier. Data tersebut dianalisis secara bertahap. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hak tenurial atas hutan dalam Masyarakat Hukum Adat Marga Bengkunat dipengaruhi oleh aturan negara dan aturan adat.


Hasil Penelitian


Secara faktual untuk sanggup menikmati sumber daya hutan, jalan masuk (bundle of powers) lebih berperan daripada pengakuan/pemberian hak bundle of rights. Artinya, masyarakat tidak hanya membutuhkan hak, tetapi juga jalan masuk untuk sanggup menikmati sumber daya hutan. Faktor-faktor yang memengaruhi jalan masuk Masyarakat Hukum Adat Marga Bengkunat dalam memanfaatkan hutan yaitu kewenangan, identitas sosial sebagai masyarakat aturan adat, dan contoh interaksi dengan aktor-aktor lain menyerupai pemerintah dan perusahaan.


 


Implementasi Hukum Pelanggaran Adat Masyarakat Tengger Pada Kasus Hamil di Luar Nikah (Studi Pada Desa Ngadiwono, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan), Universitas Gadjah Mada, 2018


Kata kunci : Hukum  Pelanggaran Adat, Hamil di Luar Nikah, Masyarakat Tengger


INTISARI: 


Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pandangan tokoh Masyarakat Tengger secara khusus di Desa Ngadiwono mengenai insiden hamil di luar nikah, serta untuk mengetahui proses berlakunya aturan pelanggaran adat pada Desa Ngadiwono manakala terjadi masalah hamil di luar nikah. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu untuk memperlihatkan citra yang terperinci mengenai implementasi aturan pelanggaran adat pada Desa Ngadiwono pada masalah hamil di luar nikah. Jenis penelitian normatif dan penelitian empiris dipakai pada penelitian ini.


Pendekatan Penelitian


Penelitian tersebut didukung dengan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Lokasi penelitian yang dipilih yaitu Desa Ngadiwono, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Subjek yang terlibat pada penelitian ini mencakup responden yang merupakan tokoh-tokoh pada Desa Ngadiwono.


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara yang didukung dengan pedoman wawancara sebagai alat pengumpul data. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode kualitatif yang kemudian dijabarkan secara deskriptif.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan bahwa para tokoh masyarakat Desa Ngadiwono memandang hamil di luar nikah sebagai penyebab gangguan kekerabatan dengan leluhur, yang kuat pada terjadinya pagebluk di desa. Hal tersebut merupakan suatu pelanggaran adat sehingga kemudian berlaku aturan pelanggaran adat. Pada Desa Ngadiwono, aturan pelanggaran adat pada masalah hamil di luar nikah diawali dengan reaksi adat berupa pemanggilan pihak-pihak yang berkaitan di hadapan tokoh desa dan dilanjutkan dengan walagara atau perkawinan sebagai bentuk koreksi adat untuk memulihkan kekerabatan dengan leluhur.


 


Kedudukan Perantau Perempuan Yang Bainduak Di Masyarakat Hukum Adat Lubuk Sikaping Pasaman Dalam Hukum Perkawinan Adat Minangkabau, Universitas Gadjah Mada, 2018


Kata kunci : Perantau perempuan, bainduak. Hukum Perkawinan Adat Minangkabau, Female immigrants, The Law of Adat`s Marriage Minangkabau, Bainduak.


INTISARI: 


Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dan menganalisis pentingnya bainduak dilakukan oleh perantau wanita yang tiba ke daerah Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman dan untuk mengetahui dan menganalisis akhir aturan dari kedudukan perantau wanita yang bainduak dalam aturan perkawinan adat di Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu penelitian yang mengamati wacana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan data disajikan secara deskriptif dengan menarik kesimpulan secara induktif.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa:



  1. Alasan bainduak penting dilakukan oleh perantau wanita Minangkabau di daerah Lubuk Sikaping Pasaman adalah:

    • “Mamak ditingga mamak ditapati”,

    • Mendapatkan proteksi adat,

    • Adanya tempat untuk mengadu dalam segala urusan,

    • Mendapat pengakuan, dan

    • Mendapatkan jaminan aturan dari masyarakat aturan adat tempat bainduak.



  2. Akibat aturan dari kedudukan perantau wanita yang bainduak dalam aturan perkawinan adat di Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman anatara lain:

    • Akibat aturan terhadap perantau yang bainduak yang kedudukannya sebagai istri yaitu: Istri mempunyai kewajiban untuk ikut serta, patuh dan tunduk pada aturan adat di masyarakat aturan adat suami; Istri mempunyai hak atas penyelenggaraan prosesi adat dan hak atas nafkah dari suami yang didapatkan dari mengolah tanah pusaka di masyarakat aturan adat suami,

    • Akibat aturan terhadap anak atau keturunan perantau yang bainduak yaitu: Pengakuan dari kampung halaman; Anak otomatis bainduak; Anak tidak bisa menikah dengan anggota tempat bainduak; Anak tidak bisa menjadi Ninik Mamak,

    • Akibat aturan terhadap harta perkawinan dan harta pusaka yaitu: Hak waris di kampung halaman tetap ada; tidak mempunyai hak waris ditempat bainduak.




 


Penataan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Menjadi Desa Adat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Di Provinsi Bali (Kajian Dari Perspektif Politik Hukum),  Universitas Gadjah Mada, 2018


Kata kunci : legal politics, arrangement, indigenous people community, indigenous village, Bali


INTISARI: 


Latar belakang penelitian ini didasari pada fakta keberadaan kesatuan masyarakat aturan adat belum mendapat proteksi yang adil dari negara sehingga sifat ratifikasi negara hanya semu (pseudo recognition). Konsekuensinya, masyarakat aturan adat tetap dalam posisi yang lemah. Harapan penguatan status aturan bagi kesatuan masyarakat aturan adat muncul pasca lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 wacana Desa. Tujuan penelitian untuk menganalisis penataan kesatuan masyarakat aturan adat menjadi desa adat di Provinsi Bali dari perspektif politik hukum. Permasalahan penelitian meliputi:



  1. Nilai-nilai filosofis yang hidup dalam kesatuan masyarakat aturan adat di Desa Adat Pakraman Bali;

  2. Penerapan penataan kesatuan masyarakat aturan adat menjadi Desa Adat yang diperintahkan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa di Provinsi Bali; dan

  3. Formulasi politik aturan penataan masyarakat aturan adat yang responsif terhadap kebutuhan untuk memperkuat masyarakat aturan adat.


Pendekatan Penelitian


Metode penelitian menggunakan pendekatan sosio-legal yang merupakan kombinasi antara metode penelitian aturan doktrinal dan metode penelitian aturan empiris. Data penelitian ini terdiri dari data primer yang eksklusif diperoleh dari sumber pertama dan data sekunder yang merupakan data yang diperoleh dari hasil penelaahan literatur.


Cara pengumpulan data yang dilakukan peneliti melalui studi dokumen, yang disertai dengan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif, mengingat data yang terkumpul berupa data kualitatif yang dilakukan semenjak kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan


Hasil Penelitian


Hasil penelitian menunjukkan:


Pertama, Nilai-nilai filosofis yang hidup dalam masyarakat aturan adat di Desa Adat Pakraman Bali yakni Tri Hita Karana dan Tri Kaya Parisudha. Tri Hita Karana mencakup Parahyangan berbentuk kekerabatan baik dengan Tuhan, pawongan berupa kekerabatan baik dengan sesama insan dan palemahan yakni kekerabatan baik dengan alam. Tri Kaya Parisudha merupakan tiga dasar prilaku insan yang suci yaitu berpikir yang higienis (manacika), berkata yang benar (wacika), dan berbuat yang benar (kayika).


Kedua, Penerapan penataan kesatuan masyarakat aturan adat menjadi desa adat di Bali merupakan perintah UU No. 6 Tahun 2014 melalui konstruksi penetapan desa adat dan pembentukan desa adat.


Ada tiga aspek penataan kesatuan masyarakat aturan adat yakni



  1. legal structure, sistem pemerintahan desa bersifat dualitas antara Desa Adat Pakraman dan Desa Dinas;

  2. Aspek legal substance, ada permasalahan konflik norma Pasal 6 dengan Penjelasan Pasal 6 UU No. 6 Tahun 2014 mengenai ketidakkonsistenan keharusan menentukan salah satu jenis desa; dan

  3. Aspek legal culture, sebagian besar masyarakat yang diwakili akademisi, tokoh masyarakat, Perbekel maupun Bendesa menyatakan ketentuan Pasal 6, tidak sanggup diterapkan di Bali.


Ketiga, Formulasi politik aturan penataan masyarakat aturan adat yang responsif meliputi:



  1. Mengganti model integrated village menjadi model co-existence

  2. Pemberian otonomi komunitas catur praja yakni zelfwetgeving, zelfluitvoering, zelfrechtspraak, dan zelfpolitie

  3. Penataan kesatuan masyarakat aturan adat menjadi desa adat dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan; dan

  4. Revisi terbatas UU No. 6 Tahun 2014 serta mendorong pengaturan wilayah adat melalui Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (RUU PPMHA).


 


Analisis Penerapan Asas Legalitas Materiil terhadap Hukum Pidana Adat di Tabanan dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Hukum Pidana Adat di Tabanan, Asas Legalitas Materiil, Pembaharuan Hukum Pidana.


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis aturan pidana adat yang berlaku, praktek penegakan aturan pidana adat serta asas-asas aturan pidana nasional yang terkandung dalam aturan pidana adat di Tabanan. Menganalisis dan mengkaji prospek penerapan asas legalitas materiil terhadap aturan pidana adat di Tabanan dalam pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian aturan sosiologis atau empiris. Data yang dipakai ialah data primer berupa hasil wawancara dengan responden dan narasumber serta data sekunder dengan materi aturan primer, materi aturan sekunder serta materi aturan tersier. Analisis penelitian ini secara induktif, kualitatif dengan penguraian secara deskriptif dan preskriptif.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian membuktikan bahwa aturan pidana adat materiil yang berlaku di Tabanan ialah mengenai perbuatan pidana adat dan sanksinya, pedoman pemidanaan dan tujuan pemidanaan. Hukum pidana adat formil dilakukan dengan paruman desa adat atau rapat desa dengan dipimpin oleh bendesa adat atau kepala desa adat untuk menentukan pelaku terbukti bersalah atau tidak melaksanakan perbuatan pidana adat dan menjatuhkan hukuman pidana adat.


Pelaksanaan pidana adat dilakukan oleh prajuru desa adat atau pengurus desa adat. Asas-asas aturan pidana nasional yang terkandung dalam aturan pidana adat di Tabanan ialah asas teritorial asas vicarious liability, asas persamaan di muka hukum, asas legalitas (di bidang aturan pidana adat formil), asas keseimbangan, asas positief wettelijk bewijs theorie dan asas keadilan restoratif. Prospek penerapan asas legalitas materiil terhadap aturan pidana adat di Tabanan ialah tidak semua perbuatan pidana adat di Tabanan sanggup diterapkan asas legalitas materiil lantaran terdapat parameter asas legalitas materiil yaitu tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas aturan umum yang diakui masyarakat beradab dan dalam tempat aturan itu hidup serta memperhatikan paramaeter kriminalisasi dan sifat aturan pidana sebagai ultimum remedium (upaya terakhir).


Model penerapan asas legalitas materiil (di masa yang akan datang) yaitu perbuatan pidana adat yang ada bandingannya dengan peraturan perundang-undangan pidana diterapkan menyerupai perbuatan pidana yang ada bandingannya tersebut. Perbuatan pidana adat yang tidak ada bandingannya dengan peraturan perundang-undangan pidana didakwa dengan menggunakan Pasal 2 ayat (1) RUU kitab undang-undang hukum pidana 2017 dan hukuman pidananya yaitu pemenuhan kewajiban adat sebagai pidana pokok.


 


Kedudukan Anak Perempuan Dalam Hukum Waris Adat Di Desa Tenganan Pegringsingan, Bali, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Hukum Waris Adat, Kedudukan Anak Perempuan, Desa Tenganan Pegringsingan


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan anak wanita dalam aturan waris adat di Desa Tenganan Pegringsingan beserta faktor-faktor yang menghipnotis kedudukan anak wanita dalam aturan waris adat di Desa Tenganan Pegringsingan.


Pendekatan Penelitian


Penelitian mengenai kedudukan anak wanita pada sistem pewarisan di kalangan masyarakat Tenganan Pegringsingan merupakan penelitian yuridis empiris yaitu penelitian aturan yang utamanya meneliti data primer. Data primer yaitu data yang diperoleh dari penelitian lapangan dengan mewawancarai responden dan narasumber yang memenuhi beberapa kriteria. Kriteria responden yaitu seorang anak wanita yang telah melangsungkan perkawinan, mempunyai hak waris di Desa Tenganan Pegringsingan, dan merupakan krama desa. Kriteria narasumber yaitu pihak yang dianggap lebih tahu wacana kedudukan anak wanita pada sistem pewarisan di kalangan masyarakat Tenganan Pegringsingan. Data sekunder diperoleh dengan menghimpun data dari banyak sekali literatur. Data sekunder dan data primer kemudian dikelompokkan dan diseleksi secara sistematis yang selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Selanjutnya dalam penarikan kesimpulan dipakai metode kebijaksanaan induktif.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat ketimpangan dalam kedudukan anak wanita pada sistem pewarisan di kalangan masyarakat Tenganan Pegringsingan yang dilihat dari segi analisis gender yakni belum terpenuhinya kesetaraan dari segi akses, kontrol dan manfaat. Sedangkan dari segi partisipasi telah terpenuhinya kesetaraan. Faktor-faktor yang menghipnotis kedudukan anak wanita dalam aturan waris adat di Desa Tenganan Pegringsingan yakni yaitu faktor kepercayaan, faktor aturan desa adat tenganan pegringsingan, dan faktor mempertahankan kekerabatan berbasis kekerabatan darah.


 


Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Masyarakat Adat Skouw Di Kota Jayapura Menurut Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Anak Luar Kawin, Adat, Hukum Indonesia


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan aturan anak luar kawin pada masyarakat adat skouw di jayapura-papua dengan membandingkan aturan aturan yang berlaku di Indonesia.


Pendekatan Penelitian


Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian normatif empiris. pendekatan empiris, dipakai untuk melihat atau mengkaji sifat hukum, asas-asas aturan kemudian dikaitkan dengan keadaan yang nyata-nyata terjadi dalam masyarakat. Pendekatan normatif, merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder, gunanya untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah aturan positifnya mengenai suatu masalah tertentu dan ini merupakan kiprah semua sarjana hukum.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kedudukan anak luar kawin berdasarkan aturan indonesia yaitu mempunyai kekerabatan aturan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, dan akan mendapat warisan dari ayah biologis setelah adanya pengakuan. Sedangkan, terhadap anak luar kawin pada masyarakat adat skouw berbeda, mengingat dalam masalah ini anak luar kawin yang menjadi obyek penelitian yaitu cucu luar kawin dari kepala suku daerah setempat. anak luar kawin yang menjadi obyek penelitian yaitu cucu luar kawin dari kepala suku daerah setempat. Anak luar kawin pada masyarakat adat skouw sanggup menggantikan jabatan kepemimpinan si kakek tanpa perlu adanya ratifikasi dar ayah biologisnya.


 


Kedudukan Janda, Purusa Dan Pradana Serta Hak Mewarisnya Berdasarkan Hukum Adat Bali (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI NOMOR : 493K / PDT/ 2012), Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Sengketa waris, Hak Mewaris, Harta Gunakaya


INTISARI: 


Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan janda, purusa, dan pradana terhadap druwe gabro (harta gunakaya) dalam Putusan Mahkamah Agung RI No.493K/PDT/2012 serta pertimbangan hakim menolak tuntutan Ketut Arya Andipa sebagai purusa dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 493k/PDT/2012.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder yang terdiri dari materi aturan primer, materi aturan sekunder, dan materi aturan tersier. Data dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan dan wawancara narasumber untuk menambah keakuratan data. Penelitian ini merupakan studi masalah yang menganalisis secara kualitatif suatu masalah sengketa waris yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap yaitu Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 493K/PDT/2012 tanggal 12 September 2012 ditinjau dari aspek aturan Adat.


Hasil Penelitian


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, harta gunakaya atau druwe gabro sanggup diwariskan kepada jago waris purusa dan pradana dengan pembagian sebesar ategen asuun, yaitu anak yang berstatus purusa berhak atas satu cuilan dari harta warisan (ategen), dan untuk anak yang berstatus pradana atau ninggal kedaton terbatas berhak atas sebagian atau setengah dari harta warisan (asuun) yang diterima oleh anak yang berstatus purusa. Sementara janda mempunyai kedudukan yang sama terhadap druwe gabro atau harta gunakaya peninggalan almarhum suaminya namun hanya untuk menguasai dan menikmati harta gunakaya itu secara terbatas demi kepentingan dirinya dan anak-anaknya. Kedua, Mahkamah Agung menolak permohonan Ketut Arya Andipa sebagai jago waris purusa dengan pertimbangan bahwa Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, alasannya dari bukti Termohon Kasasi/Penggugat yang diajukan dipersidangan berdasarkan aturan pembuktian, ternyata objek sengketa yaitu peninggalan suami Termohon Kasasi/Penggugat (almarhum I Made Swetja) yang dengan meninggalnya yang bersangkutan secara aturan Termohon Kasasi/ Penggugat juga yaitu jago waris bersama yang lainnya termasuk Pemohon Kasasi/Tergugat I, oleh lantaran objek belum dibagi waris maka tidaklah sanggup dibenarkan Pemohon Kasasi/Tergugat I menghakinya sendiri. Pertimbangan hakim Mahkamah Agung tersebut sudah sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat aturan adat Bali namun pertimbangan hakim Mahkamah Agung yang menyatakan janda sebagai jago waris tidak sanggup dilaksanakan secara konsekuen di Bali mengingat struktur masyarakat aturan adat Bali yang meletakkan kewajiban utama pada keluarga garis laki-laki, sedangkan si janda tidak mempunyai beban seberat jago waris laki-laki.


 


KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PERKAWINAN PADA GELAHANG MENURUT HUKUM ADAT BALI,  Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Perkawinan pada gelahang, Kedudukan perempuan, Benturan kepentingan


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji kedudukan wanita dalam perkawinan pada gelahang terkait dengan kewajibannya sebagai purusa maupun pradana dan untuk mengetahui dan menganalisis prosedur penyelesaian benturan tarik-menarik kepentingan antar purusa dan keluarga serta bagaimana prosedur tersebut berimplikasi terhadap kepentingan perempuan


Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian pada penelitian aturan ini yaitu normatif yang bersifat deskriptif dengan data sekunder bersumber dari materi aturan primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan diperjelas dengan wawancara yang dilakukan sesuai pedoman wawancara. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.


Hasil Penelitian


Hasil Penelitian ini menyatakan kedudukan wanita sebagai purusa (berstatus sebagai laki-laki) dalam perkawinan pada gelahang, tidakmengubah kodratnya sebagai perempuan. Status sebagai purusa hanya kuat terhadap penerusan tanggung jawab dikeluarga. Kedudukan wanita dalam perkawinan pada gelahang tidak berbeda dengan kedudukan wanita dalam perkawinan biasa maupun perkawinan nyentana. Perempuan tetap menjalankan tugas-tugas dan kiprahnya di sector domestic sedangkan pria menjalankan kiprah dan kiprahnya di sektor publik. Mekanisme penyelesaian benturan tarik-menarik kepentingan dalam perkawinan pada gelahang sanggup diselesaikan dengan cara 1. Musyawarah, 2.Jalur aturan (perceraian). Musyawarah berimplikasi terhadap hasil yang lebih adil lantaran masing-masing pihak bisa mengeluarkan pendapatnya. Perceraian berimplikasi terhadap pelaksanaan pasobayan mewarang, para pihak kembali ke rumah asalnya, pembagian harta, membayar sesalahan kepada desa adat.


 


PELAKSANAAN PEWARISAN MASYARAKAT ADAT KUTAI DI KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA PROPINSI KALIMANTAN TIMUR, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Hukum Adat, Pewarisan, Masyarakat Kutai


INTISARI: 


Hukum adat yang sebagian besar terdiri dari peraturan-peraturan aturan yang tidak tertulis mempunyai sifat yang dinamis. Berkembang sesuai dengan perubahan dan perkembangan masyarakat itu sendiri.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pembagian warisan di kalangan Masyarakat Adat Kutai di Kabupaten Kutai Kertanegara, Propinsi Kalimantan Timur. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis aspek-aspek apa saja yang kuat pada pelaksanaan pewarisan pada Masyarakat Adat Kutai di Kabupaten Kutai Kertanegara, Propinsi Kalimantan Timur. Jenis penelitian ini yaitu yuridis empiris yang artinya penelitian yang dilakukan menggunakan data primer, yang berkenaan dengan hal-hal yang ada dilapangan, dihubungkan dengan peraturan aturan yang berlaku. Subyek dalam penelitian ini yaitu masyarakat adat Kutai yang pernah terlibat dalam proses pewarisan. Tekhnik pengambilan data dengan cara purposive sampling. Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara kualitatif untuk kemudian dideskripsikan.


Hasil Penelitian


Pelaksanaan pewarisan yang dilakukan di masyarakat Adat Kutai ini diperoleh kesimpulan bahwa dalam proses pelaksanaan pembagian pewarisan lebih mengedepankan musyawarah mufakat antara para jago waris dan aspek-aspek yang kuat pada pelaksanaan pewarisan di Kabupaten Kutai Kertanegara Propinsi Kalimantan Timur yaitu rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan wacana aturan waris, dampak ekonomi, dampak kebiasaan adat, dan kurangnya sosialisasi wacana Hukum Waris Perdata, Islam dan Adat.


 


Pembagian Harta Warisan Pada Masyarakat Hukum Adat Dayak Lundayeh Di Kampung Pa Bawan Kalimantan Utara Dan Kampung Ba Kelalan Malaysia Timur, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Harta warisan Dayak Lundayeh, Inheritance of Dayak Lundayeh


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis wacana pelaksanaan pembagian harta warisan, perubahan dalam pelaksanaannya, penyebab terjadinya sengketa dan cara-cara penyelesaian sengketa pembagian harta warisan pada Masyarakat Hukum Adat Dayak Lundayeh di kampung Pa Bawan Kalimantan Utara dan kampung Ba Kelalan Sarawak Malaysia.


Pendekatan Penelitian


Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu yuridis empiris dengan mendapat data primer di bidang aturan eksklusif dari narasumber dan reponden dengan sifat penelitian deskriptif. Jenis pengumpulan data diperoleh melalui kepustakaan dan data lapangan. Lokasi Penelitian dilakukan pada Masyarakat Hukum Adat Dayak Lundayeh di kampung Pa Bawan Kalimantan Utara dan Kampung Ba Kelalan Sarawak Malaysia Timur dengan cara pengambilan sampel purposive sampling. Subyek penelitian terdiri dari 21 (dua puluh satu) responden dan 23 (dua puluh tiga) narasumber dengan teknik pengumpulan data wawancara eksklusif di lapangan serta data di analisis secara kualitatif dengan metode penguraian deskriptif.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian (1) pelaksanaan pembagian warisan dikenal dengan istilah Magi befat atau Mefat binawah mengatur wacana perpindahan harta kekayaan dari satu generasi ke generasi berikut dan mengatur cara proses peralihannya kepada keturunannya atau orang lain yang sanggup mempunyai hak atas harta warisan pewaris, waktu pelaksanaan pembagian harta waris ketika pewaris masih hidup atau setelah pewaris meninggal dunia. (2) Sistem pewarisan telah mengalami pergeseran sebelum tahun 1930-an menggunakan sistem pewarisan mayorat pria perlahan-lahan menjadi sistem pewarisan Individual atau perorangan setelah tahun 1930-an, lantaran perubahan dalam masyarakat. (3) Timbul sengketa Fetari atau Petari di sebabkan lantaran harta warisan berada dalam penguasaan orang lain, Ahli waris tidak mendapat bagiannya Lun Luk Kuan Befat am nalapbefat, Pembagian harta warisan tidak terperinci Magi Befat Seraber dan Pewaris meninggal dunia tapi belum melaksanakan pembagian harta warisan Lemerar Fenge Nate am ye magi befat. (4) Penyelesain sengketa pembagian harta warisan dilakukan dengan beberapa cara yaitu Fero atau Perdamaian, pengadilan adat atau besara dan Sumpah atau pebulung.


 


Pemberlakuan Pasung Di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur Ditinjau Dari Hukum Adat, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Pasung, Delik Adat, Sanksi Adat, Kebijakan Publik/ Stocks, Adat Delicts, Adat Sanction, Public Policy


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik pemberlakuan pasung di kabupaten Ponorogo, Jawa timur dan memahami alasan atau latar belakang pasung yang diberlakukan di Kabupaten Ponorogo merupakan bentuk hukuman atau bukan, serta untuk mengetahui kebijakan pemerintah kabupaten mengenai penerapan pasung di wilayah Kabupaten Ponorogo.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan data baik primer atau sekunder yang sedetail mungkin wacana manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Metode pendekatan dalam penulisan ini merupakan adonan dari normatif-empiris.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian dibutuhkan sanggup memperlihatkan citra secara deskriptif, terperinci dan sistematis mengenai penerapan pasung yang berlokasi di kabupaten Ponorogo. Alat pengumpulan data yang dipakai untuk mendapat data primer diperoleh eksklusif dari lapangan melalui responden dan narasumber. Subyek dalam penelitian ini melibatkan 2 (dua) pihak, yaitu responden dan narasumber. Setelah data primer dan data sekunder diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif, hasil analisis nantinya akan menjabarkan data secara deskriptif. Praktik pemberlakuan pasung di Kabupaten Ponorogo, dari sembilan keluarga yang diteliti, pemasungan dilakukan dengan cara menggunakan balok kayu, diikat salah satu kaki dengan rantai besi, dan di isolasi di dalam ruangan dalam jangka waktu yang relatif lama. Alasan yang melatar belakangi diberlakukannya pasung di Ponorogo mempunyai 3 (tiga) alasan mendasar, yang pertama merupakan tindakan preventif, kedua masih kuatnya asas-religio magis yang hidup di masyarakat, dan sebab-sebab lain diberlakukannya pasung di Ponorogo. Kebijakan pemerintah Kabupaten Ponorogo, mencanangkan Ponorogo bebas pasung hal ini didukung oleh pemerintah Provinsi Jawa timur. Dalam pelaksanaannya korban pemasungan ada 2 (dua) tahap yaitu dilakukan rawat jalan dan diberikan tumpuan ke Rumah sakit jiwa.


 


Pengaturan Mengenai Hutan Adat Dan Implementasinya Di Kepulauan Mentawai, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Pemerintah, pengaturan, masyarakat aturan adat, hutan adat


INTISARI: 


Penelitian ini, bertujuan untuk mengemukakan dan menganalisis pengaturan mengenai hutan adat, penguasaan dan pengelolaan tanah, lahan dan hutan berdasarkan aturan adat dan upaya implementasi yang dilakukan oleh Pemda Kepulauan Mentawai.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini menggunakan perpaduan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, bersifat deskriptif-eksplanatoris. Penelitian kepustakaan (library reseach) untuk memperoleh materi primer, materi sekunder dan materi tersier. Dipadukan penelitian lapangan (field reseach), wawancara eksklusif pada narasumber dan responden dengan cara purpusive sampling. Alat analisis menggunakan metode kualitatif untuk menjawab permasalahan secara deskriptif.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian, memperlihatkan kedudukan hutan adat cuilan dari hutan hak akan dikembalikan kepada masyarakat aturan adat. Untuk memperoleh hak atas hutan adat, ratifikasi keberadaan masyarakat aturan adat dengan persyaratan yang berat dan sulit. Peraturan organik maupun peraturan sektoral terkait sumber daya alam belum ditindak lanjuti, serta peraturan pelaksana yang kompleks dan tidak konsisten, berkontribusi mengaburkan kepastian hukum. Meskipun masyarakat aturan adat memperoleh kedudukan sebagai subyek hukum, tidak serta merta memperoleh penetapan hutan adat, sehingga hak atas hutan adat sulit diwujudkan mencapai tujuan mensejahterakan rakyat. Kondisi nyata penguasaan hutan bagi orang Mentawai dalam denah sibakkat laggai, sipasijago dan sioiake, mempunyai kepastian hukum, meskipun secara fisik penguasaan berada di wilayah berbeda. Aspek pengelolaan hutan dalam contoh tinungglu, pumonean dan mone memperlihatkan eksistensinya bisa dikontrol oleh mukeikei dan musuruk, namun terjadi pergeseran nilai, substansi dan konsep terutama daerah konsesi hutan. Bagi orang Mentawai tetap mempraktekkan penguasaan dan pengelolaan hutan, meskipun perspektif aturan negara berstatus tempat hutan yang ditetapkan secara sepihak. Upaya pemerintah daerah memperlihatkan ratifikasi masyarakat aturan adat Mentawai menghasilkan Ranperda yang bersifat rijid. Sifat rijid, disebabkan dominasi konfigurasi politik aturan yang konservatif dengan abjad produk aturan ortodoks. Upaya implementasi belum terjawab ratifikasi masyarakat aturan adat Mentawai atas hutan adat


 


Penyelesaian Kewajiban Yang Timbul Karena Upacara Kematian Rambu Solo’ Dalam Sistem Pewarisan Masyarakat Hukum Adat Tana Toraja, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Inheritance adat law, adat law of Tana Toraja, Rambu Solo’ fun3r4l ceremony


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis wacana penyelesaian kewajiban yang timbul lantaran upacara kematian Rambu Solo’ dan akhir hukumnya dalam sistem pewarisan masyarakat aturan adat Tana Toraja serta penerapan hukuman aturan adat jikalau dikemudian hari jago waris tidak mau mengembalikan sumbangan yang telah diterima pada waktu upacara Rambu Solo’.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian aturan empiris yang dipakai untuk menganalisis aturan yang dilihat sebagai sikap masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang berinteraksi dan berafiliasi dengan kemasyarakatan. Pendekatan empiris bertujuan untuk menggambarkan fakta yang terungkap dari apa yang dinyatakan oleh responden. Seluruh data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dan diuraikan secara deskriptif dengan kebijaksanaan berpikir induktif.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian menunjukkan, penyelesaian kewajiban yang timbul sehubungan dengan adanya upacara Rambu Solo’ bagi keluarga pewaris terdiri dari (1) Kewajiban mengurbankan binatang (mantunu tedong) untuk penyelenggaraan upacara Rambu Solo’ pewaris yang harus diselesaikan sebelum upacara Rambu Solo’ diselenggarakan, (2) Kewajiban untuk mengembalikan sumbangan berupa binatang kurban yang diterima pada waktu upacara Rambu Solo’ yang harus diselesaikan hanya pada waktu tertentu, yaitu ketika keluarga yang pernah memperlihatkan sumbangan menyelenggarakan upacara Rambu Solo’ atau Rambu Tuka’.


Akibat hukumnya dalam sistem pewarisan masyarakat aturan adat Tana Toraja yaitu jago waris yang berkurban pada waktu upacara Rambu Solo’ dan melaksanakan kewajiban mengembalikan sumbangan akan mendapat harta warisan yang besarnya sebanding dengan besarnya dedikasi dan pengurbanan yang dilakukan.


Untuk harta kolektif tidak sanggup dibagi, harta itu dikelola dan kesudahannya dinikmati tolong-menolong oleh keluarga pewaris. Penerapan hukuman aturan adat ketika jago waris tidak mau mengembalikan sumbangan yang telah diterima dari pemberi sumbangan pada waktu upacara Rambu Solo’ yaitu



  1. Ahli waris tersebut memperoleh hukuman kehilangan statusnya sebagai jago waris,

  2. Ahli waris kehilangan haknya untuk memperoleh harta warisan,

  3. Berkewajiban mengembalikan harta yang pernah diberikan pewaris sewaktu masih hidup.


 


Penyelesaian Sengketa Perkawinan Berdasarkan Hukum Adat Pada Masyarakat Hukum Adat Dayak Pangkodan, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Penyelesaian Sengketa Perkawinan, Hukum Adat, Dayak Pangkodan.


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyelesaian sengketa perkawinan berdasarkan aturan adat pada Masyarakat Hukum Adat Dayak Pangkodan di Desa Lape, Kecamatan Sanggau Kapuas, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian aturan yuridis sosiologis dengan tipe penelitian empiris. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, yang berupa keterangan-keterangan baik dari responden maupun dari narasumber mengenai penyelesaian sengketa perkawinan pada Masyarakat Hukum Adat Dayak Pangkodan. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan, yang berupa materi-materi yang membahas mengenai penyelesaian sengketa perkawinan. Segenap data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa :



  1. Proses pelaksanaan perkawinan adat, keabsahan perkawinan secara adat, maupun akhir perkawinan secara adat sebagaimana dimaksud telah terpenuhi dan berlaku seutuhnya, baik pada pasangan yang mengalami sengketa perkawinan maupun pada pasangan yang tidak mengalami sengketa perkawinan.

  2. Sengketa perkawinan pada Masyarakat Hukum Adat Dayak Pangkodan disebabkan oleh adanya faktor internal berupa faktor pertengkaran verbal, faktor ekonomi, maupun faktor kekerasan dalam rumah tangga, dan faktor eksternal berupa dampak dari pihak lain, yang menghasut salah satu pihak untuk bercerai dengan pasangannya.

  3. Proses penyelesaian atas sengketa perkawinan berdasarkan aturan adat pada anggota Masyarakat Hukum Adat Dayak Pangkodan, sanggup dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yaitu tahap pra-penyelesaian, tahap penyelesaian, dan tahap pasca penyelesaian. Solusi yang dipakai dalam menuntaskan sengketa perkawinan berdasarkan aturan adat pada anggota Masyarakat Hukum Adat Dayak Pangkodan, berupa putusan cerai secara adat dan pisah ranjang secara sepihak.


 


Pergantian Status Anak Tunggu Tubang Dalam Masyarakat Hukum Adat Suku Semende Di Kota Palembang, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci Masyarakat Hukum Adat Suku Semende, Anak Tunggu Tubang


INTISARI


Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pergantian status anak Tunggu Tubang pada masyarakat aturan adat suku Semende yang berada di Kota Palembang, dan juga untuk mengetahui faktor-faktor apa saja serta akhir aturan dari pergantian status anak Tunggu Tubang.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara penelitian lapangan, dengan mewawancarai responden dan narasumber yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Teknik penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling dari jenis non-probability sampling dimana sumber data dianggap paling tahu wacana apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang sedang diteliti. Data sekunder diperoleh dengan jalan penelitian kepustakaan dimana mengkaji dari materi aturan primer, materi aturan sekunder, dan materi aturan tersier. Data yang sudah terkumpul baik data Sekunder maupun data Primer dianalisis dengan metode Kualitatif.


Hasil Penelitian


Berdasarkan penelitian sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut, yaitu status anak Tunggu Tubang pada masyarakat aturan adat suku Semende yang berada di Kota Palembang berstatus ada yang digantikan dan ada juga yang tidak digantikan dengan anak yang lainnya. Adapun faktor-faktor penyebab diganti atau tidaknya status anak Tunggu Tubang tersebut didasarkan faktor internal dan eksternal. Adapun akhir aturan dari pergantian status tersebut yaitu bagi keluarga Tunggu Tubang, kerabat Tunggu Tubang, harta pusaka Tunggu Tubang, serta pada masyarakat aturan adat suku Semende.


 


Praktik Pembagian Harta Warisan Pada Masyarakat Islam Di Krapyak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 2017


Kata kunci : Masyarakat Islam Krapyak, Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam


INTISARI: 


Tesis ini bertujuan untuk mengetahui praktik pembagian harta warisan di kalangan masyarakat Islam Krapyak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan juga untuk mengetahui alasan-alasan yang di pilih masyarakat Islam Krapyak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menjalankan proses pembagian harta warisan.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris yang menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara penelitian lapangan dengan mewawancarai responden dan narasumber yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria dari responden yaitu penduduk Krapyak yang beragama Islam, pernah mengalami proses pembagian harta warisan, dan berpekerjaan sebagai PNS, wiraswasta, atau pegawai swasta. Kriteria narasumber ialah merupakan Dosen Hukum Islam atau Dosen Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang telah mengajar lebih dari 5 tahun. Data sekunder diperoleh dengan jalan penelitian kepustakaan dimana mengkaji dari materi aturan primer, materi aturan sekunder, dan materi aturan tersier. Data yang sudah terkumpul dianalisa dengan metode kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif dimana menggambarkan apa yang terjadi di lokasi penelitian bukan memaparkan apa yang seharusnya.


Hasil Penelitian


Berdasarkan penelitian sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut, yaitu Krapyak yang populer dengan julukan kota santri meskipun penduduknya mayoritas beragama Islam dalam membagi harta warisan mayoritas mengunakan Hukum Waris Adat dibandingkan Hukum Waris Islam, masyarakat Krapyak bergotong-royong mengakui bahwa ketentuan yang terbaik mengenai pembagian harta warisan dengan menggunakan Hukum Waris Islam namun lantaran sulitnya penerapan dan kurang pahamnya menghitung cuilan yang diperoleh jago waris menciptakan masyarakat menentukan menggunakan Hukum Waris Adat, dan alasan masyarakat Krapyak menggunakan Hukum Waris Adat yaitu atas dasar keadilan serta mengikuti kebiasaan yang ada disekitar.


 


Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat (MHA) Rongi di Kabupaten Buton Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Universitas Gadjah Mada, 2016


Kata kunci : Hak Ulayat, Masyarakat Hukum Adat (MHA) Rongi/ Indigenous Right, Indigenous People of Rongi


INTISARI: 


Penelitian aturan normatif ini bertujuan untuk memahami wacana hak ulayat MHA Rongi di Kabupaten Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya berkaitan dengan



  1. Pengaturan wacana penguasaan/pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) bagi MHA Rongi, yang difokuskan pada pengaturan wacana peruntukan dan pemanfaatan SDA di wilayah MHA Rongi pada umumnya, kekerabatan antara subyek aturan dan obyek aturan dalam penguasaan/pemanfaatan tanah, kekerabatan antara subyek aturan terkait insiden aturan dan perbuatan aturan yang berkenaan dengan tanah, serta upaya penyelesaian sengketa tanah dalam MHA Rongi;

  2. Pengaturan wacana proteksi penguasaan/pemanfaatan tanah bagi subyek aturan di luar MHA Rongi terkait dengan proteksi penguasaan/pemanfaatan tanah pemukiman, pertanian dan/atau perkebunan pada umumnya, untuk kegiatan pembangunan bagi kepentingan umum oleh pemerintah, serta untuk kegiatan pertambangan oleh perusahaan.


Pendekatan Penelitian


Penelitian kepustakaan dilakukan untuk meneliti materi aturan primer dan sekunder. Untuk memperoleh data primer dilakukan wawancara dengan responden dan narasumber. Studi dokumenter dilakukan untuk memperoleh data berupa dokumen dan arsip yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian memperlihatkan bahwa peruntukan dan pemanfaatan SDA di wilayah MHA Rongi terdiri dari tanah pemukiman, pertanian, perkebunan, hutan kaombo, dan sumber daya air. Pemanfaatan SDA harus sesuai dengan aturan adat Rongi. Bentuk penguasaan tanah terdiri dari penguasaan tanah oleh Parabela dan perseorangan dengan hak milik atau hak pakai yang diperoleh dari pengajuan permohonan kepada Parabela maupun berupa pewarisan dan pinjam meminjam. Dalam penguasaan/pemanfaatan tanah melalui pewarisan, kedudukan wanita lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki. Pinjam-meminjam tanah dilakukan secara cuma-cuma. Penyelesaian sengketa tanah dilakukan dengan mengedepankan upaya perdamaian. Pemberian penguasaan/pemanfaatan tanah untuk pemukiman, pertanian, dan/atau perkebunan kepada subyek aturan di luar MHA Rongi pada umumnya dilakukan melalui pinjam-meminjam dan sewa menyewa. Untuk kegiatan pembangunan bagi kepentingan umum oleh pemerintah diberikan melalui wakaf dan pelepasan tanah adat. Untuk kegiatan pertambangan oleh perusahaan ditempuh melalui proteksi hak pakai atau jual-beli yang diikuti dengan pelepasan tanah adat.


 


Integrasi Hukum Waris Adat Dan Hukum Waris Islam Dalam Pewarisan Di Kota Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 2016


Kata kunci : Integrasi, Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan masyarakat Jawa


INTISARI: 


Praktik pewarisan bagi masyarakat yang beragama Islam sangat sulit dihindari adanya persentuhan antara nilai aturan waris Adat dan Islam. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji integrasi Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Islam yang dijalankan dalam pewarisan masyarakat Jawa di Kota Yogyakarta, alasan integrasi dalam pembagian warisan dan model pengaturan terhadap integrasi Hukum Waris Adat dan Hukum waris Islam dalam aturan waris di Indonesia masa yang akan datang.


Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian ini yaitu yuridis sosiologis atau yuridis empiris. Data dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Teknik penentuan sampel yang dipakai dalam penelitian lapangan yaitu non probability sampling khususnya purposive sampling dan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Subjek penelitian dipilih sejumlah 57 orang, terdiri dari 43 responden dan 14 narasumber. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif.


Hasil Penelitian


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, praktik pewarisan yang dijalankan oleh masyarakat Kota Yogyakarta yaitu dikala pewaris masih hidup dan setelah pewaris meninggal dunia. Objek waris sanggup berupa harta benda dan harta cita. Porsi cuilan antara anak lelaki dan wanita cenderung tidak sama besar tetapi alasan yang berbeda. Kedua, beberapa aspek antara aturan waris Adat dan Islam yang sanggup diintegrasikan di Kota Yogyakarta yaitu penyebab pewarisan dan jago waris, waktu pembagian warisan, cara pembagian warisan, besarnya cuilan warisan dan alasan pembagian warisan. Ketiga, alasan terjadinya proses integrasi yaitu musyawarah, keadilan, menghindari konflik, kebijakan orangtua, tradisi, aturan Islam, keikhlasan, anak berdikari dan anak tunggal. Keempat, model integrasi antara aturan waris Adat dan aturan waris Islam sanggup dijadikan masukan dalam penyempurnaan atau pembentukan aturan waris di masa yang akan datang.


 


Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Untuk Anak Laki-Laki Terhadap Harta Pencaharian Pada Masyarakat Hukum Adat Minangkabau Di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman, Universitas Gadjah Mada, 2016


Kata kunci : Customary Inheritance Law, Islamic Inheritance Law, Dispute Resolution


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembagian warisan untuk anak pria terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan jikalau terjadi sengketa pewarisan terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman.


Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian ini yaitu normatif empiris dengan menggunakan wawancara guna mendapat data lapangan dalam penelitian ini. Metode yang dipakai untuk pengambilan sampel menggunakan teknik non random sampling, tidak semua populasi sanggup dijadikan sampel, penentuan sampel berdasarkan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel atas populasi dengan ciri-ciri, kriteria sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Terdapat 6 keluarga yang telah melaksanakan pembagian warisan atas harta pencaharian serta sekretaris Kerapatan Adat Nagari selaku pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa pewarisan harta pencaharian sebagai responden dalam penelitian ini


Hasil Penelitian


Pelaksanaan pembagian warisan atas harta pencaharian yang dilakukan dalam penelitian ini ditemukan bahwa pembagian warisan lebih mengedepankan muasyawarah mufakat antara para jago waris. Musyawarah mufakat menjadikan pelaksanaan pembagian harta warisan atas harta pencaharian dilakukan dengan mengikuti ketentuan aturan adat. Upaya-upaya yang dilakukan oleh jago waris atas sengketa pewarisan harta pencaharian sanggup dilakukan melalui peradilan adat maupun peradian negara. Sengketa pewarisan harta pencaharian yang terjadi di Kecamatan Pariaman Timur diselesaikan melalui Kerapatan Adat Nagari sebagai peradilan adat pada masyarakat aturan adat Minang. Dasar pertimbangan Kerapatan Adat Nagari dalam menuntaskan sengketa mengacu pada tahapan pembuktian dalam proses persidangan adat dengan mengacu pada peraturan yang berlaku sepanjang adat sesusai dengan asas alur dan patut serta tidak bertentangan dengan falsafah adaik syarak, syarak basandi kitabullah.


 


Penemuan Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Pewarisan Pada Masyarakat Parental Di Jawa Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Universitas Gadjah Mada, 2016


Kata kunci : Penemuan Hukum, Putusan Hakim, Hukum Waris Adat, Masyarakat Parental


INTISARI: 


Penemuan aturan yang bersumber pada aturan tertulis sudah diketahui metodenya, namun inovasi aturan yang bersumber pada aturan yang tidak tertulis khususnya Hukum Waris Adat belum diketahui metodenya, lebih khusus lagi inovasi aturan dalam penyelesaian sengketa pewarisan pada masyarakat parental di Jawa. Penemuan aturan diartikan sebagai penerapan kaidah-kaidah aturan ke dalam masalah konkrit dan proteksi makna gres pada kaidah aturan yang ada (pembentukan aturan oleh hakim).


Tujuan penelitian ini: 1. menganalisis dan menemukan cara/metode inovasi aturan oleh hakim, mencakup cara penentuan kaidah hukumnya, langkah-langkah dan hambatan yang dihadapinya. 2. menganalisis dan menemukan perkembangan kaidah/norma Hukum Waris Adat dengan adanya inovasi aturan oleh hakim yang membentuk norma/kaidah gres (yurisprudensi), terutama kaidah/norma aturan yang berkaitan dengan hak waris janda, anak angkat dan pembagian warisan pada perkawinan lebih dari satu (poligami), serta asas aturan yang melandasinya.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian aturan normatif. Data yang dipakai yaitu data sekunder dan pengolahan data dilakukan secara deduktif serta analisis data menggunakan interpretasi.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian menunjukkan: pertama, metode inovasi aturan dalam penyelesaian sengketa pewarisan pada masyarakat parental di Jawa tidak berbeda dengan metode inovasi aturan pada umumnya, namun tetap ada kekhasannya yaitu: ada dua cara penentuan kaidah yaitu mendasarkan pada kaidah substantif dan asas-asas hukum.


Penentuan kaidah aturan yang pertama, ada dua: mendasarkan pada kaidah Hukum Waris Adat (asli) dan kaidah Hukum Waris Adat (baru/yurisprudensi). Perbedaan cara penentuan kaidah aturan menentukan langkah-langkah inovasi hukumnya. Kendala yang dihadapi yaitu dalam penentuan kaidah hukumnya. Kedua, inovasi aturan yang dilakukan MA menghasilkan perkembangan norma/kaidah gres khususnya berkaitan dengan kedudukan janda, anak angkat dan pembagian warisan pada perkawinan poligami, yaitu adanya perkembangan penentuan dasar mewaris. Penentuan dasar mewaris tidak hanya keturunan tetapi juga perkawinan dan pengangkatan anak. Berkaitan dengan kedudukan janda dan anak angkat dalam pembagian warisan ditemukan dua asas aturan yang melandasasi norma/kaidah hukumnya, yaitu asas persamaan antara anak kandung, janda dan anak angkat dan asas ketidaksamaan kedudukan, sedangkan berkaitan dengan perkawinan poligami ditemukan dua asas, yaitu asas pemisahan harta bersama mutlak dan asas pemisahan harta bersama relatif.


 


Pengaruh Kepercayaan Kaharingan pada Hukum Tanah Adat dan Hukum Perkawinan Adat Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu, Kalimantan Selatan, Universitas Gadjah Mada, 2016


Kata kunci : Kepercayaan Kaharingan, Hukum Tanah Adat, Hukum Perkawinan Adat, Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu; Kaharingan Belief, Adat Land Law, Adat Marriage Law, Balai Kiyu Indigenous People


INTISARI: 


Perdebatan mengenai teori aturan adat yang dipengaruhi oleh unsur-unsur agama banyak diwarnai oleh agama Islam. Berbeda dengan kepercayaan, hingga dikala ini belum banyak penelitian yang mengangkat mengenai aturan adat yang dipengaruhi oleh unsur kepercayaan. Indonesia merupakan negara yang mempunyai cukup banyak masyarakat adat dan menjadi penganut bermacam-macam kepercayaan, salah satunya yaitu Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu. Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu sebagai penganut kepercayaan Kaharingan menyebut bahwa ajaran-ajaran Kaharingan merupakan pedoman dan batasan hidup bagi mereka, sehingga muncul anggapan bahwa aturan adat yang berlaku merupakan hasil resepsi dari nilai-nilai pemikiran Kaharingan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan mengeksplorasi aturan adat yang berlaku pada Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu khususnya aturan tanah adat dan aturan perkawinan adat. Pengaruh Kaharingan pada kedua norma juga merupakan cuilan dari penelitian ini.


Pendekatan Penelitian


Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan adonan antara pendekatan normatif dan empiris. Pendekatan normatif dipakai untuk memahami konsep-konsep serta teori yang berkaitan dengan norma-norma aturan adat, khususnya aturan tanah adat dan aturan perkawinan adat. Pendekatan empiris dipakai untuk mengetahui dalam hal apa saja Kaharingan memengaruhi aturan tanah adat dan aturan perkawinan adat yang berlaku pada Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu.


Hasil Penelitian


Norma yang berkaitan dengan tanah dan perkawinan merupakan dua norma yang dipengaruhi oleh unsur-unsur Kaharingan. Adat maupun aturan adat terkait dua norma tersebut memuat nilai-nilai yang terdapat pada pemikiran Kaharingan, tetapi hal tersebut tidak secara menyeluruh. Hal tersebut mengindikasikan bahwa teori receptie berlaku pada aturan adat yang terdapat di Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu.


 


Pewarisan Pada Masyarakat Hukum Adat Suku Besemah Di Kota Pagar Alam Provinsi Sumatera Selatan, Universitas Gadjah Mada, 2016


Kata kunci : Pewarisan, Sengketa, Mayorat


INTISARI: 


Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis sengketa kewarisan dan upaya penyelesaian yang dilakukan para pihak yang bersengketa pada masyarakat aturan adat Suku Besemah di Kota Pagar Alam Provinsi Sumatra Selatan.


Pendekatan Penelitian


Penelitian ini yaitu penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan normatif-empiris. Penelitian ini yaitu penelitian deskriptif kualitatif, jenis penelitian yang dipakai yaitu penelitian normatif empiris yang didukung penelitian kepustakaan dan lapangan. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara mendalam pada Masyarakat Hukum Adat Suku Besemah di Kota Pagar Alam, sedangkan data sekunder diperoleh melalui kajian pustaka.


Hasil Penelitian


Hasil penelitian membuktikan bahwa sistem pewarisan masyarakat aturan adat Suku Besemah didasarkan pada bentuk perkawinan yang dilaksanakan yaitu anak ditunakkan/kulle brete, ambik anak dan same endean/juray sesame. Sistem pewarisan masyarakat aturan adat Suku Besemah termasuk dalam sistem pewarisan mayorat, lebih mengutamakan anak pria tertua sebagai penerus garis keturunan (sambung juray), sehingga anak pria tertua mendapat cuilan yang lebih banyak dari saudara lainnya sebagai tanggung jawab mengelola harta keluarga dan mengurus kesejahteraan adik-adiknya yang belum cukup umur dan menikah. Masyarakat aturan adat Suku Besemah yang melaksanakan pembagian warisan secara sama yaitu masyarakat yang melaksanakan bentuk perkawinan same endean/juray sesame.


Sengketa pewarisan yang terjadi pada masyarakat aturan adat Suku Besemah selama ini antara lain



  1. sengketa jago waris, yaitu sengketa yang terjadi akhir masalah penentuan jago waris lantaran perkawinan beda adat

  2. sengketa pewaris, yaitu sengketa yang timbul lantaran status pewaris sebagai ayah kandung atau ayah tiri dan

  3. sengketa cuilan waris, yaitu sengketa yang terjadi akhir ketidak puasan jago waris terhadap ketentuan adat bahwa anak pria tertua harus mendapat cuilan yang lebih banyak dari saudara yang lain, perkawinan beda adat, hak anak angkat dan anak tiri dalam waris serta penguasaan dan penyalahgunaan harta warisan oleh salah spesialis waris.


Penyelesaian sengketa waris pada masyarakat aturan adat Suku Besemah dilaksanakan secara non litigasi dan litigasi. Penyelesaian sengketa waris non litigasi terjadi pada bentuk perkawinan anak ditunakkan atau ambik anak dilakukan secara aturan adat dengan musyawarah keluarga, disaksikan pemangku adat dan kepala desa. Sedangkan penyelesaian secara litigasi ditempuh melalui pengajuan somasi salah satu pihak yang bersengketa ke pengadilan. Kasus penyelesaian sengketa waris melalui pengadilan biasa terjadi pada masyarakat aturan adat Suku Besemah yang melaksanakan bentuk perkawinan same endean.



Sumber https://idtesis.com