Wacana Rotasi Guru Dalam Rangka Pemerataan Kualitas Pendidikan
Wacana rotasi guru yang digulirkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan masih belum mendapat perhatian atau jawaban dari para guru secara massif. Mungkin hal ini alasannya yakni gres sebatas perihal dan himbauan.Meskipun gres sebatas himbauan, Muhadjir Effendy selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menekankan perihal ini secara serius.“Setelah siswa masuk, ada rotasi guru, terutama sekolah favorit. Dengan perkiraan di sana yang elok alasannya yakni kinerja guru. Yang sekolah tidak elok sanggup guru yang bagus. Guru harus iklas. Saya minta kesediaannya,” ujar beliau.
Pernyataan Mendikbud ini mengindikasikan bahwa Kementerian ingin menilai bahwa sekolah yang selama ini dianggap favorit itu dipengaruhi oleh kinerja guru, bukan alasannya yakni sekolah tersebut memang tempat berkumpulnya bawah umur yang mempunyai kemampuan yang relatif lebih unggul dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang dipersepsikan kurang favorit. Masalah sekolah favorit ini memang menjadi hal yang aneh secara persepsional. Maksudnya yakni bahwa indikator sekolah favorit dalam ranah persepsi kebanyakan orang yakni sekolah di mana murid-muridnya pintar. Sekalipun pandai secara akademik dipersepsikan sebagai indikator utama dalam menakar kefavoritan sebuah sekolah, hal tersebut juga harus dibuktikan secara empirik bahwa kepintaran akademik tersebut memang merupakan hasil dari kinerja guru di sekolah tersebut alih-alih memang sekolah tersebut berisi murid-murid yang dari asalnya memang mempunyai kemampuan akademik yang relatif lebih unggul daripada sekolah lainnya. Hal demikian sanggup dimaklumi mengingat pola penerimaan peserta didik gres sebelum diterapkannya kebijakan zonasi memakai nilai hasil ujian nasional sebagai dasar penerimaan calon peserta didik. Hal ini mendorong calon peserta didik untuk memburu sekolah yang dipersepsikan sebagai sekolah favorit. Mengingat kuota peserta didik, maka calon peserta didik yang diterima diperingkat menurut nilai ujian nasional hingga batas kuota terpenuhi. Dengan demikian, sekolah favorit mendapat laba berupa sumber daya peserta didik yang memang telah mempunyai keunggulan prestasi akademik. Sekolah yang dianggap kurang favorit atau bahkan tidak favorit, sebagai konsekuensinya, memperoleh peserta didik yang prestasi akademik (dibuktikan dengan nilai ujian nasional) yang lebih rendah daripada sekolah favorit tersebut.
Mengelola peserta didik dengan prestasi akademik yang relatif lebih unggul tentu saja relatif lebih gampang kalau output yang diinginkan yakni prestasi akademik juga. Hal ini dibuktikan dengan nilai ujian nasional sekolah favorit yang mempunyai rerata lebih tinggi daripada sekolah lain. Namun demikian, seringkali bahwa pada jadinya sekolah favorit juga membutuhkan guru yang dianggap favorit juga. Banyak terjadi kasus bahwa guru yang berprestasi lalu dimutasi di sekolah favorit tersebut. Sebagai contoh, ada guru yang mempunyai nilai uji kompetensi guru yang elok dan pada jadinya dimutasi di sekolah favorit tersebut untuk menggantikan guru yang pensiun atau mendapat promosi sebagai kepala sekolah.
Dengan diterapkannya sistem zonasi, distribusi siswa dalam konteks potensi prestasi akademik secara statistik akan lebih normal. Peserta didik dengan potensi prestasi akademik yang baik akan terdistribusi menurut zonasi. Calon peserta didik yang berada di tempat yang jauh dari sekolah favorit akan bersekolah di sekolah terdekat.
Mengutip dari situs resmi Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, perihal rotasi guru juga akan dilakukan menurut zonasi. Hal ini sanggup berimplikasi bahwa guru yang mempunyai prestasi yang elok akan melaksakan tugasnya di sekolah yang akrab dengan tempat tinggal guru yang bersangkutan. Sering ditemui bahwa guru di sekolah favorit berdomisili jauh dari tempat yang bersangkutan mengajar. Dengan mendekatkan domisili guru dengan tempat bekerjanya juga mendorong normalitas distribusi kualitas guru, sehingga ke depan sekolah-sekolah akan mempunyai distribusi yang lebih normal secara statistik ditinjau dari kualitas guru. Distribusi kualitas guru dan peserta didik yang fair diperlukan akan lebih memeratakan kualitas pendidikan ke depan. Semua sekolah akan memperoleh kualitas peserta didik dan guru yang relatif tidak berbeda.
Kendala
Wacana kebijakan rotasi guru tentu saja mempunyai beberapa kendala. Kendala yang paling signifikan yakni bahwa kewenangan kepegawaian. Seperti diketahui bahwa guru SD dan Sekolah Menengah Pertama berada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Hal ini tentu saja termasuk kebijakan mutasi kepegawaian. Salim Satriwan selaku Sekjen FSGI, menyerupai dikutip dari situs GTK Kemdikbud, menilai bahwa perihal kebijakan ini merupakan hal yang masuk akal dilakukan. Namun dia menghimbau bahwa hal tersebut dilakukan dengan melaksanakan koordinasi dengan pemerintah tempat setempat.
Namun demikian, perihal kebijakan rotasi guru ini paling tidak mendapat jawaban yang positif. Mengutip dari situs resmi Ditjen GTK, pemkot Malang menanggapi perihal tersebut dengan mutasi 285 guru yang terdiri atas guru SD dan SMP. Tentu saja jawaban positif ini masih berasal dari satu level pemerintah yang belum tentu mewakili keseluruhan.
Kendala selanjutnya yakni resistensi guru sebagai subjek yang akan dirotasi. Belum dilaporkan adanya keluhan dari kebijakan ini. Namun bukan berarti bahwa perihal ini tidak akan mendapat resistensi. Guru yang sudah merasa nyaman bekerja di sekolah tertentu tentu saja mempunyai potensi penolakan terhadap perihal kebijakan ini alasannya yakni guru yang berpotensi dirotasi ini bakal menghadapi adaptasi administratif dan atmosfer kerja di tempat bekerjanya yang baru.
Penutup
Wacana rotasi guru ini masih remang-remang alasannya yakni memang gres berupa wacana. Sebagai stakeholders pendidikan, kita menunggu lebih jauh langkah dari Kemendikbud berupa kebijakan konkret. Harapannya yakni bahwa kebijakan yang dihasilkan nanti yakni kebijakan yang memakai filosofi win-win atau menang-menang.
Oki Kuntaryanto: Praktisi Pendidikan Sumber http://www.informasiguru.com