Dalam segi pertumbuhan perekonomian, Indonesia termasuk dalam kategori negara berkembang. Meski sumber daya alamnya melimpah, kemampuan negara ini dalam mengatur dan mengolahnya masih sangat minim. Sehingga hal itu dimanfaatkan oleh negara lain untuk melaksanakan pengambilalihan sumber daya dan membuat Indonesia pada alhasil harus membeli kebutuhannya ke luar negeri.
Selain itu, produktivitas negara pesaing dengan digitalisasi bisa membuat hal-hal gres yang membuat masyarakat tergiur untuk mencoba menggunakannya. Akibatnya, negara ini menjadi konsumen dibandingkan produsen. Pertumbuhan daya beli yang tinggi, pasar yang berorientasi pada pola pikir barang dari luar negeri jauh berkualitas dibanding dalam negeri membuat produk anak bangsa kalah saing di negaranya sendiri. Kegiatan impor ibarat ini tentu tidak sanggup dihindari, didukung dengan fasilitas pemesanan, pembayaran, dan pengiriman barang berkat teknologi dan globalisasi era kini.
Impor yaitu pengiriman barang dari luar ke dalam negeri dalam suatu aktivitas perdagangan atau jual-beli. Manfaat perdagangan internasional, salah satunya yaitu memenuhi kebutuhan antar pelaku dagang itu sendiri. Meskipun terkadang miris, berikut yaitu pola aktivitas impor yang dilakukan Indonesia:
1. Komoditas Pangan
Komoditas pangan mencakup beras, kedelai, gula, garam, tepung terigu, mentega, minyak goreng, bawang putih, cabai. Kenyataan ini sungguh menampar fakta bahwa Indonesia yaitu negara agraris dengan hasil pertanian yang seharusnya melimpah. Tahun 2013, Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 1,19 juta ton dari Amerika Serikat, Argentina, Malaysia, Paraguay. Pada Januari sampai Juni 2017, berikut data statistik impor komoditas pangan yang dilakukan Indonesia:
- Beras, sebanyak 130,9 ribu ton. Meskipun angkanya turun jikalau dibandingkan dengan peridoe yang sama di tahun 2016, nilai tersebut setara dengan US$ 65,5 juta. Dari banyak sekali negara penghasil beras, Indonesia mengimpor dari salah satunya, yakni Vietnam.
- Gula pasir, sebanyak 53,9 ribu ton. Penurunan drastis terjadi di bulan Juni, dimana Indonesia hanya mengimpor 3,7 ribu ton.
- Tepung terigu, sebanyak 23,2 ribu ton.
- Garam, sebanyak 1,1 ribu ton. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya di periode yang sama.
- Mentega, sebanyak 11,4 ribu ton.
- Minyak goreng, sebanyak 16,4 ribu ton. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya di periode yang sama.
- Bawang putih, sebanyak 251,8 ribu ton.
- Cabai kering tumbuk dan cabe awet, masing-masing sebanyak 25,2 ribu ton dan 422,9 ton.
2. Daging Sapi dan Produk Sapi
Salah satu alasan mengapa pemerintah banyak mengimpor daging sapi yaitu lantaran harga sapi lokal yang mahal. Ini dikarenakan rantai niaga yang panjang, menimbulkan penambahan biaya produksi dan transportasi sampai datang di konsumen. Langkah pembelian daging sapi ke Australia yaitu solusi menurunkan harga daging yang juga tidak begitu efektif.
Pada periode Juni 2017, Indonesia mengimpor daging sapi sebanyak 11,6 ribu ton atau setara US$ 39,4 juta. Rencana berikutnya dari pemerintah yaitu mengimpor sapi sebanyak 318 ribu ekor dan terealisasi 111 ribu ekor di pertengahan 2017. Sapi-sapi tersebut berasal dari Australia dan Meksiko.
Salah satu produk sapi yang diimpor Indonesia yaitu susu. Pada tahun 2018, Indonesia berencana untuk menambah sumber impor, yakni dari Chile. Sepanjang periode awal sampai pertengahan 2017, jumlah produk sapi yang diimpor Indonesia sebesar 71,3 ribu ton yang setara dengan US$ 230,8 juta.
3. Bahan Bakar Minyak
Harga materi bakar minyak yang fluktuatif dan tidak menentu disebabkan oleh fakta bahwa negara ini terus mengimpor produk minyak, diiringi dengan meningkatnya kebutuhan namun tidak selaras dengan kemampuan memproduksi salah satu hasil bumi yang melimpah di tanah Indonesia tersebut. Indonesia membeli materi bakar minyak senilai 339 triliun rupiah per tahun dan merupakan komoditas teratas yang diimpor oleh negara ini. Kebutuhan minyak pada tahun 2016 sebesar 134 juta barel didapat dari negara penghasil minyak, di antaranya Arab Saudi, Afrika, Malaysia, Thailand, dan negara-negara Mediterania.
4. Minyak Mentah
Minyak mentah merupakan materi baku dalam pembuatan produk materi bakar minyak yang diolah oleh Pertamina (Persero) menjadi jenis Premium, Pertamax, Pertalite, Solar, avtur, dan LPG. Produksi minyak bumi Indonesia pada tahun 2016 sebesar 831 ribu barrel per hari dengan kebutuhan nasional mencapai angka 1,6 juta barrel per hari. Angka tersebut tidak bisa mencukupi, sehingga pemerintah harus mengimpor minyak mentah. Tahun 2017, impor minyak mentah terbanyak berasal dari Asia sebanyak 60 juta barrel. Nilai total impor minyak mentah Indonesia mencapai 156 triliun rupiah.
5. Elektronik
Jenis barang elektronik terhitung melimpah, ditambah dengan seri yang hampir selalu keluar setiap bulannya dengan penemuan dan pengembangan teknologi yang semakin memudahkan konsumen di kala globalisasi. Produsen yang cukup bersaing, tak perlu jauh-jauh, sebut saja negara Asia Timur, yakni Jepang dan Korea Selatan yang berlomba-lomba membuat produk andalan. Termasuk ke dalamnya, yakni Cina yang bahkan berani mengatakan dengan harga jauh lebih rendah dari keduanya.
Sebesar 59,31% nilai impor barang elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia terkait dengan kebutuhan akan teknologi yang tinggi. Ponsel dan laptop menjadi menyumbang terbesar, dengan total impor senilai 52 triliun rupiah pada tahun 2011.
6. Otomotif dan Komponennya
Lonjakan ajakan produk otomotif naik sampai 45% dari nilai impor sebelumnya di tahun 2017. Namun, seiring dengan kebutuhan impor, nilai ekspor pun naik menjadi 45%. Kebanyakan industri otomotif Indonesia membutuhkan komponen yang berasal dari luar negeri, yakni Jepang sebanyak 43% dan Thailand sebesar 32%. Angka tersebut cukup menunjang produksi otomotif dalam negeri sampai 2 juta unit per tahun.
Demikian artikel mengenai contoh aktivitas impor. Semoga isu dari artikel ini sanggup bermanfaat untuk anda.
Sumber aciknadzirah.blogspot.com