Monday, September 18, 2017

Proses Terjadinya Salju Dan Fakta-Faktanya

Salju terbentuk ketika partikel es kecil di awan menyatu dan membentuk kristal es. Saat kristal es itu terbentuk, beliau akan semakin membesar dengan cara menyerap air yang ada di sekitarnya. Ketika sudah menjadi cukup berat, mereka lalu jatuh ke atas tanah. Kumpulan kristal es ini yang kita lihat sebagai titik-titik salju. Salju itu sendiri terbentuk ketika suhu udara sangat rendah dan ada kelembaban di atmosfir cukup untuk membentuk kristal es.


Proses terjadinya salju yaitu terbentuk ketika suhu atmosfir udara berada di bawah titik beku menyerupai 0 derajat celsius atau 32 derajat fahrenheit. Ada pula muatan minimal untuk kelembaban di udara.


Salju terbentuk ketika partikel es kecil di awan menyatu dan membentuk kristal es Proses Terjadinya Salju dan Fakta-faktanya


Bila suhu tanah pada titik beku atau di bawahnya, salju akan mencapai tanah. Namun, salju masih sanggup mencapai tanah ketika suhu tanah berada di atas titik beku jikalau kondisinya tepat. Dalam kasus ini, kristal salju akan mulai meleleh ketika mereka mencapai lapisan udara yang lebih panas. Lelehannya ini membuat pendinginan yang menurunkan suhu udara segera di sekitar kristal salju yang meleleh ini. Pada umumnya, salju tidak akan terbentuk jikalau temperatur tanah tidak kurang dari 5 derajat celsius (atau 41 derajat Fahrenheit).


Salju sanggup terjadi sekalipun suhu begitu rendah, selama masih ada sumber kelembaban dan udara masih terasa dingin. Namun hujan salju yang deras akan terjadi ketika ada udara hangat di sekitar tanah, biasanya sekitar 9 derajat celsius (15 derajat Fahrenheit) atau lebih hangat lagi. Karena udara yang hangat sanggup mengandung lebih banyak uap air.


Karena proses terjadinya salju memerlukan kelembaban, maka area yang sangat cuek namun sangat panas sanggup menjadi sangat jarang mengalami hujan salju. Lembah Kering Antartika, misalnya, membentuk wilayah bebas salju terluas di benua tersebut. Lembah Kering ini cukup cuek namun mempunyai angin yang sangat besar lengan berkuasa untuk membantu mengurangi kelembaban di udara. Akibatnya tempat ekstrim bersuhu cuek ini tidak mengalami banyak salju.


Daerah Bersalju di Iklim Tropis


Salju diidentikkan dengan suhu udara dingin, sehingga secara logika mustahil ada salju yang turun di tempat panas, contohnya  tempat beriklim tropis. Namun pada tahun 1623, seorang berjulukan Jan Carstenz menemukan puncak Jayawijaya yang bersalju ini. Namanya lalu diabadikan menjadi nama satu-satunya gletser tropika yang terdapat di Indonesia.


Salju terbentuk ketika partikel es kecil di awan menyatu dan membentuk kristal es Proses Terjadinya Salju dan Fakta-faktanya


Dengan ketinggian 4.884 m di atas permukaan air laut, Puncak Jayawijaya menjadi puncak tertinggi di Asia Tenggara dan termasuk dalam tujuh gunung paling tinggi sedunia sehabis Mt Everest. Akibat dari ketinggian itu, tempat tersebut akrab dengan lapisan awan-awan yang tinggi bersuhu rendah. Awan-awan inilah yang mengandung banyak kristal-kristal es yang balasannya turun sebagai salju.


Sementara itu zona animo di wilayah Papua Tengah tidak mengenal animo kemarau, kondisi zona tersebut juga berair sepanjang tahun. Oleh lantaran itu pertumbuhan awan di sana relatif tinggi dan mengakibatkan hujan es.


Peranan Jenis Awan Bagi Turunnya Salju


Di tempat Pegunungan Dieng terdapat  suhu udara ekstrim lantaran bersuhu sekitar 0 derajat Celsius. Ketika puncak animo kemarau tiba, dataran tinggi ini mengalami fenomena bun upas. Bun Upas ini yakni sebutan bagi petani lokal ketika terjadi embun beku di pagi hari.


Salju terbentuk ketika partikel es kecil di awan menyatu dan membentuk kristal es Proses Terjadinya Salju dan Fakta-faktanya


Menurut BMKG, penyebab fenomena itu yakni lantaran puncak animo kemarau justru mengakibatkan suhu udara di puncak Dieng menjadi rendah karena  adanya ajaran udara cuek yang berasal dari Australia.


Namun suhu udara yang ekstrim rendah menyerupai itu tidak lantas menjadikan Dieng mengalami salju. Alasannya tidak lain yakni lantaran awan yang menumpuk di tempat Dieng itu yakni awan cumulonimbus. Awan ini umum muncul di tempat tropis dan membawa hujan bersamanya. Sedingin-dinginnya hawa di tempat tropis, awan cumulonimbus hanya sanggup memperlihatkan sebatas hujan es, bukan hujan salju.


Menurut Harry Tirto, Kabag Humas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG, cumulonimbus justru malah akan menjatuhkan hujan bersuhu hangat apabila menurunkan hujan dalam suhu ekstrim tersebut. Sementara itu awan yang bertanggung jawab untuk menurunkan salju yakni awan nimbostratus.


Nimbostratus merupakan jenis awan di lapisan rendah yang cukup tebal dan mempunyai bentuk yang menyebar, menyerupai kabut tebal yang menyelimuti langit dengan warna yang kelabu. Seperti awan cumulonimbus, awan nimbostratus juga merupakan awan pembawa hujan. Namun bedanya, hujan yang diturunkan oleh nimbostratus tidak mengakibatkan petir.


Ketinggian Dieng berada di 2.565 m di atas permukaan air laut, relatif sama dengan ketinggian awan nimbostratus yang berada di kisaran 600 m-3.000 m di atas permukaan air laut. Itu sebabnya nyaris mustahil salju sanggup turun di dataran tinggi Dieng.


Salju terbentuk ketika partikel es kecil di awan menyatu dan membentuk kristal es Proses Terjadinya Salju dan Fakta-faktanya

Nimbostratus, jenis awan di lapisan atmosfer yang rendah. Memiliki ciri khas dari kepekatannya dan bentuknya yang meluas. Awan ini bertanggung jawab atas turunnya hujan tanpa petir yang usang durasinya, dan jikalau kondisi memungkinkan salju akan diturunkan dari sana.


Lalu, bagaimana salju sanggup ada di puncak Jayawijaya yang ketinggiannya jauh berada di atas lapisan awan nimbostratus? Rupanya syarat turunnya salju di suatu tempat tidak hanya tergantung dari awan saja. Melainkan batas ketinggian yang bersangkutan dengan tekanan atmosfer pada tempat tersebut.


Tekanan atmosfer ini juga dipengaruhi oleh gaya gravitasi Bumi. Semakin akrab suatu tempat dengan Bumi, maka semakin besar tekanan atmosfernya. Semakin tinggi dari permukaan air laut, tekanan atmosfer akan menjadi semakin ringan. Hal ini disebabkan lantaran semakin jauh dari permukaan Bumi, maka molekul udara juga menjadi semakin jarang. Pada ketinggian 3.200 m di atas permukaan air laut, suhu udara sudah mengalami penurunan yang drastis.


Adapun syarat proses terjadinya salju yakni pada ketinggian di atas 4.500 m di atas permukaan air bahari di tempat khatulistiwa. Pada ketinggian tersebut salju yang terdapat di tempat itu tidak akan mencair sepanjang musim.


Sayangnya beberapa gletser di pegunungan Jayawijaya itu telah menghilang. Antara tahun 1939-1962, puncak Trikora di Pegunungan Maroke, di sekitar Jayawijaya ini telah menghilang. Sementara itu semenjak tahun 1970, pemantauan dari satelit telah memperlihatkan adanya penyusutan pada gletzer di Puncak Jayawijaya. Gletzer Meren sudah mencair sepenuhnya pada tahun 2000, sedangkan gletzer lainnya pun mengalami penyusutan sebanyak 7 meter dan menghilang sama sekali di tahun 2015. Penyusutan akhir pemanasan global ini masih terus terjadi dan diprediksikan pada tahun 2020, sudah tidak ada lagi salju di puncak Jayawijaya.



Sumber aciknadzirah.blogspot.com