Tuesday, September 19, 2017

√ Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

Salam sobat sejawat sekalian. bagi seorang perawat pastinya tidak gila lagi dengan yang nama nya laporan pendahuluan atau yang sering disingkat LP, lantaran sebagai seorang perawat khususnya yang sedang mengenyam pendidikan di akademik pastilah sering bergelut dengan yang namanya laporan pendahuluan, terutama pada ketika mulai praktikum dirumah sakit dan juga bagi yang sedang menjalani agenda profesi ners.

bermaksud membantu sobat sejawat yang sedang membutuhkan laporan pendahuluan sebagai kiprah pada ketika praktik di rumah sakit. kali ini admin coba membagikan laporan pendahuluan (LP) Cedara Kepala

Untuk mend0wnl0ad Laporan pendahuluan (LP) Cedera Kepala silahkan d0wnl0ad dibawah ini :


Laporan Pendahuluan Cedera kepala (Trauma Capitis)


A. DEFINISI

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akhir perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000) menyampaikan cidera kepala ialah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

Cedera kepala berdasarkan Suriadi & Rita (2001) ialah suatu stress berat yang mengenai kawasan kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akhir injury baik secara eksklusif maupun tidak eksklusif pada kepala. Sedangkan berdasarkan Satya (1998), cedera kepala ialah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang stress berat tumpul maupun stress berat tembus.


B. KLASIFIKASI

Cedera kepala sanggup dilasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Mekanisme

  • Trauma Tumpul, Trauma tumpul ialah stress berat yang terjadi akhir kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan ketika olahraga, kecelakaan ketika bekerja, jatuh, maupun cedera akhir kekerasaan (pukulan). 
  • Trauma Tembus, Trauma yang terjadi lantaran tembakan maupun bacokan benda-benda tajam/runcing.

2. Berdasarkan Beratnya

Cidera Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Cedera kepala ringan

  • GCS 13 - 15 
  • Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
  • Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma 
b. Cedera kepala sedang

  • GCS 9 - 12
  • Saturasi oksigen > 90 % 
  • Tekanan darah systole > 100 mmHg 
  • Lama insiden < 8 jam  Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam 
  • Dapat mengalami fraktur tengkorak 
c. Cedera kepala berat

  • GCS 3 – 8 
  • Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam 
  • Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral 
Pada penderita yang tidak sanggup dilakukan investigasi misal oleh lantaran aphasia, maka reaksi lisan diberi tanda “X”, atau oleh lantaran kedua mata edema berat sehingga tidak sanggup di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan kalau penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi lisan diberi nilai “T”.


3. Berdasarkan Morfologi

a. Cedera kulit kepala Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala sanggup menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.

b. Fraktur Tengkorak Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang mencakup pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan kawasan kalvaria, durameter kawasan basis lebih tipis dibandingkan kawasan kalvaria, durameter kawasan basis lebih menempel erat pada tulang dibandingkan kawasan kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur kawasan basis menjadikan robekan durameter klinis ditandai dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000).

Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii mencakup :

  1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak mengakibatkan sembelit. 
  2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, kalau perlu dilakukan tampon steril (consul hebat tht) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea. 
  3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).

c. Cedera Otak

1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)

Commotio Cerebri (Gegar Otak) ialah cidera otak ringan lantaran terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing. Pada waktu sadar kembali, pada umumnya insiden cidera tidak diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum dan setelah cidera (amnezia retrograd dan antegrad).

Menurut dokter hebat seorang hebat penyakit syaraf dan dokter hebat bedah syaraf, gegar otak terjadi kalau coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, sanggup diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

2) Contusio Cerebri (Memar Otak)

Merupakan perdarahan kecil jaringan akhir pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bantu-membantu dengan rusaknya jaringan saraf/otak di kawasan sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi ialah kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi insiden cidera kepala. Contusio pada kepala ialah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak sentra encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak sanggup dikendalikan (decebracio rigiditas).

3) Perdarahan Intrakranial

  • Epiduralis haematoma ialah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akhir robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma sanggup juga terjadi di tempat lain, ibarat pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior. 
  • Subduralis haematoma Subduralis haematoma ialah insiden haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, lantaran tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). 
  • Subrachnoidalis Haematoma Kejadiannya lantaran perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari ialah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, lantaran bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak. 
  • Intracerebralis Haematoma Terjadi lantaran pukulan benda tumpul di kawasan korteks dan subkorteks yang menjadikan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga lantaran tekanan pada durameter belahan bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.

4. Berdasarkan Patofisiologi

  • Cedera kepala primer Akibat eksklusif pada prosedur dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang mengakibatkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer sanggup terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi. 
  • Cedera kepala sekunder Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, ibarat hipotensi sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.

C. ETIOLOGI

1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala ialah lantaran adanya stress berat yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :

  • Trauma primer, Terjadi lantaran benturan eksklusif atau tidak eksklusif (akselerasi dan deselerasi) 
  • Trauma sekunder Terjadi akhir dari stress berat saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik. 
2. Trauma akhir persalinan
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada ketika olahraga.
4. Jatuh
5. Cedera akhir kekerasan


D. MANIFESTASI KLINIK
  1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih 
  2. Kebingungan 
  3. Iritabel 
  4. Pucat 
  5. Mual dan muntah 
  6. Pusing 
  7. Nyeri kepala hebat 
  8. Terdapat hematoma 
  9. Kecemasan 
  10. Sukar untuk dibangunkan 
  11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan indera pendengaran (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. PATOFISIOLOGI

Pathway Cedera kepala
Download pathway cedera kepala doc, DISINI

Otak sanggup berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa sanggup terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak memiliki cadangan oksigen, jadi kekurangan fatwa darah ke otak walaupun sebentar akan mengakibatkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai materi bakar metabolisme otak dihentikan kurang dari 20 mg %, lantaran akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun hingga 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada ketika otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang sanggup mengakibatkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akhir metabolisme anaerob. Hal ini akan mengakibatkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) ialah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akhir adanya perdarahan otak akan mensugesti tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler mengakibatkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi

Menurut Long (1996) stress berat kepala terjadi lantaran cidera kepala, kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak. Trauma eksklusif bila kepala eksklusif terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma eksklusif juga mengakibatkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi, kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum sanggup terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur materi padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.

Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan hingga tingkat berat ialah edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran otot.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin lantaran memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder sanggup terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya mencakup hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang sanggup mengakibatkan cedera otak sekunder mencakup hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang mencakup kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh ekspansi massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini mengakibatkan koma bukan lantaran kompresi pada batang otak tetapi lantaran cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

Sedangkan patofisiologi berdasarkan Markum (1999). stress berat pada kepala mengakibatkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh pertolongan otak, hal itu mengakibatkan pembuluh darah robek sehingga akan mengakibatkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mensugesti pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan mengakibatkan odema cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan mengakibatkan distorsi pada otak, lantaran isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat karenanya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).


F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. 
  2. MRI Digunakan sama ibarat CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
  3. Cerebral Angiography Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, ibarat : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma. 
  4. EEG (Elektroencepalograf) Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis 
  5. X-Ray Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang. 
  6. BAER Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil 
  7. PET Mendeteksi perubahan acara metabolisme otak
  8. CSF, Lumbal Pungsi Dapat dilakukan kalau diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal. 
  9. ABGs Mendeteksi keberadaan ventilasi atau duduk masalah pernapasan (oksigenisasi) kalau terjadi peningkatan tekanan intrakranial 
  10. Kadar Elektrolit Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akhir peningkatan tekanan intrkranial 
  11. Screen Toxicologi Untuk mendeteksi imbas obat sehingga mengakibatkan penurunan kesadaran.
G. KOMPLIKASI
  1. Hemorrhagie 
  2. Infeksi 
  3. Edema serebral dan herniasi

H. PENATALAKSANAAN
  • Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan stress berat kepala ialah sebagai berikut: Observasi 24 jam 
  • Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. Makanan atau cairan, pada stress berat ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
  • Berikan terapi intravena bila ada indikasi. 
  • Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
  • Terapi obat-obatan. 
  1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, takaran sesuai dengan berat ringanya trauma. 
  2. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi. 
  3. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %. 
  4. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (p3enisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol. 
  5. Pada stress berat berat. lantaran hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). 
  • Pembedahan bila ada indikasi

I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

1. PENGKAJIAN

a. Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan : Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada susukan napas, adanya liquor dari hidung dan indera pendengaran dan kejang Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berafiliasi dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang memiliki penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut sanggup dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti lantaran sanggup mensugesti prognosa klien.
d. Pengkajian persistem

  1. Keadaan umum 
  2. Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma 
  3. TTV 
  4. Sistem Pernapasan Perubahan tumpuan napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas suara ronchi. 
  5. Sistem Kardiovaskuler Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi kemudian takikardi. 
  6. Sistem Perkemihan Inkotenensia, distensi kandung kemih 
  7. Sistem Gastrointestinal Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan selera 
  8. SistemMuskuloskeletal Kelemahan otot, deformasi 
  9. Sistem Persarafan Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan . 
Tanda : perubahan kesadaran hingga koma, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
a. Nervus cranial

  • N.I : penurunan daya penciuman, 
  • N.II : pada stress berat frontalis terjadi penurunan penglihatan 
  • N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak sanggup mengikuti perintah, anisokor. 
  • N.V : gangguan mengunyah 
  • N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah 
  • N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh 
  • N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan

2. KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

  • Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan 
  • Pola napas tidak efektif b.d kerusakan sentra pernapasan di medula oblongata 
  • Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia 
  • Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis. 
  • Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK. 
  • Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas. 
  • Resti injury b.d kejang. 
  • Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak 
  • Resti gangguan intregritas fisik b.d imobilitas 
  • Resti kekurangan volume cairan b.d mual-muntah

lanjutan -- askep cedera kepala



DAFTAR PUSTAKA
  • Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd ed. Philadelpia : F.A. Davis Company. 
  • Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. St. Louis : Cv. Mosby Company. 
  • Asikin, Z. 1991. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. Jakarta. 
  • Harsono. 1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press Saanin, S dalam Neurosurgeon. mailto:%20saanin@padang.wasantara.net.id 
  • Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC. 
  • Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC. Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer. 
  • Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung 
  • Seto Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC 
  • Bajamal, A. 1999. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. Surabaya. Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya : Airlangga Univ. Press. 
  • Umar, K. 2000. Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI. Vincent, J. 1996. Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxi. Germany

Sumber http://bangsalsehat.blogspot.com