Thursday, August 17, 2017

√ Askep Typoid / Typhus Abdominalis


TYPOID / TYPHUS ABDOMINALIS

A.    KONSEP PENYAKIT

1.      PENGERTIAN
Typhus Abdominalis ialah penyakit abses akut yang biasanya terdapat pada jalan masuk pencernaan dengan tanda-tanda demam lebih dari satu ahad dan terdapat gangguan kesadaran.(Suryadi,Skp,2001:281)
2.      PENYEBAB
Basil / kuman salmonella Typhosa, Salmonela paratyphosa.
Salmonela Typosa mempunyai 3 macam anti gen yaitu:
a.       Antigen O (Ohne Hauch)
Somatik terdiri dari zat kompleks lipopoli sakarida.
b.      Antigen H (Hauch)
Terdapat pada flagela dan bersifat termolabil.
c.       Antigen V1 (Kapsul)
Merupakan kapsul yang mencakup tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.(Dr.T.H Rompengan,1997:57)

3.      PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella typhosa masuk kesaluran cerna bersama makanan/minuman menuju ke usus halus mengadakan infasi kejaringan limfoid usus halus(plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah mengakibatkan keradangan dan nekrosis setempat,kuman lewat pembuluh limfe masuk ke pembuluh darah menuju organ retikulo endotelia terutama hati dan limpa.ditempat ini kuman difagosit. Dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak,kuman kembali ke pembuluh darah(bakteria sekunder) dan sebagian masuk kembali ke organ tubuh terutama pada limfa dan kandung empedu menuju ke rongga usus sehingga mengakibatkan reinfeksi diusus halus.Demam tifoid disebabkan lantaran kuman salmonella typhi dan endotoksin merangsang pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.Selanjutnya zat pirogen yang beredar didarah menghipnotis hipotalamus sehingga menjadikan tanda-tanda demam.Luka/tukak pada usus mengakibatkan perdarahan bahkan perforasi.        

4.      PATOGENESIS:
Penularan  Salmonella Typhy  terjadi melalui ekspresi oleh masakan yang tercemar. Sebagian kuman akan di musnahkan dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, mencapai jaringan limpoid dan ber kembang biak.
 Proses penyakit di bagi dalam 3 fase :
            Salmonela typhi melalui air dan masakan yang terkotori masuk keadalam tubuh  dengan mekanisme penyakitnya sebagai berikut:
1.      Infasi terhadap jaringan limpoid intestinal dan proliferasi bacteri.  Fase ini berlangsung 2 minggu; asimpthomatis.\
2.      Infasi aliran darah bacteraemia mengakibatkan meningkatnya suhu tubuh. Terjadi reaksi imunologi hingga fase berikutnya dalam 10 hari.  Kultur darah dan urine positif selama periode febris. Antibodi S.Typhy tampak dalam darah. Test widal positif pada selesai fase ini.

3.      Lokalisasi bacteri dalam jaringan limfoid intestinal nodus masenterik gall bladder, hati, limpa. Terjadi nekrosis lokal reaksi hipersentifitas antigen antibodi.

5.      TANDA DAN GEJALA
a. Minggu I     : abses akut (demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, mual, diare)
b. Minggu II    : Gejala lebih terang (demam, bradikardia relatif, pengecap kotor, nafsu makan menurun, hepatomegali, ggn kesadaran).

Lesi pada usus halus

Kelainan patologic utama terjadi di usus halus terutama ileum belahan distal tetapi sanggup i temukan pada jejunu dan colon.

Seguelae

Lesi sembuh dengan scaring yang minimal  ulcerasi yang dalam pada usus halus.
Persisten cronic abses pada gall bladder atau ginjal “carries”.
6.      PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.  Jumlah leukosit normal / Leukopenia / Leukositisis

2. Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan Fosfatase alkali        meningkat

3.  Dalam ahad pertama biakan darah Salmonella typhi positif 75 –  85  %\

            4.  Biakan darah positif terhadap S. Typhi pada ahad pertama

5.  Biakan Tinja dalam ahad kedua dan ke tiga

            6.  Reaksi widal
       Aglutinin O
       Aglutinin H           à   Diagnosis
       Aglutinin Vi
Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan klien menderita tyfoid. Pada abses aktif, titer reaksi widal akan meningkat pada investigasi ulang.
Faktor – faktor Yang menghipnotis reaksi widal:
·         Keadaan umum
Gizi jelek menyumbat pembentukan antibodi
·         Pemeriksaan terlalu awal
Aglutinin gres di jumpai dalam darah sehabis 1 ahad dan    mencapai puncaknya ahad ke 6.
·         Penyakit tertentu (leukimia, ca)
·         Obat – obat immunosuppresif atau kortikosteroid
·         Vaksinasi dengan hotipa / tipa
·         Infeksi klinis atau sub klinis oleh sallmonela.
Reaksi widal positif dengan titer rendah. 
7.   Peningaktan titer uji widal 4x selama 2-3 minggu à demam typhoid.
8.   Reaksi widal dengan titer 0 à 1: 320, reaksi widal dengan titer H à 1: 640

9.  Reaksi widal Titer O dan H meningkat semenjak ahad kedua dan tetap posisitf selama beberapa bulan atau tahun


7.      KOMPLIKASI
Dibedakan menjadi 2 belahan :
1.      Komplikasi pada usus
a.       Perdarahan usus
Diagnosis sanggup ditegakkan dengan penurunan tekanan darah, denyut nadi cepat dan kecil, kulit pucat, penurunan suhu tubuh, nyeri perut dan peningkatan leukosit pada waktu singkat.
b.      Perforasi usus
Terjadi pada ahad ke 3 serta lokasinya di illeum terminalis.diagnosis dengan manifestasi klinis dan investigasi radiologi.
Gejala: nyeri perut, perut kembung,tekanan darah turun, pekak hati berkurang, peningkatan leukosit.
2.      Komplikasi diluar usus
a.       Bronkitis dan Bronkopeneumonia
Terjadi selesai ahad pertama
b.      Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, terjadi pada ahad ke 2
c.       Encelopati
Gejala: kesadaran menurun, kejang, muntah, demam tinggi.
d.      Meningitis
Sering terjadi pada neonatus maupun bayi. Gejala: bayi tidak mau menetek, kejang, sianosis,demam, diare dan kelainan neurologis.
e.       Miokarditis
Terutama pada anak kurang dari 7 tahun. Gejala: takikardi, bunyi jantung melemah, pembesaran jantung, aritmia.


8.      PENATALAKSANAAN
a.       Perawatan
Px dirawat di RS untuk di isolasi, observasi serta Px harus istirahat selama 5-7 hari bebas panas, tidak harus tirah baring, mobilisasi dilakukan sesuai situasi dan kondisi Px.
b.      Diet
 Pemberian masakan padat dini dengan lauk pauk rendah selulosa yang diubahsuaikan dengan kebutuhan kalori, protein, elektrolit, vitamin maupun mineral serta rendah serat.diit ini memperlihatkan laba meningkatkan Albumin dalam serum dan mengurangi abses selama perawatan.
c.       Obat / terapi
Obat-obatan anti mikroba yang sering dipakai antara lain:
·         Kloramfenikol
·         Tiamfenikol
·         Co Trimoxazale
·         Ampisilin dan Amoksisilin

B.     KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
a.      Identitas:
1)      Umur: Typhoid Abdominalis ialah penyakit tropik yang sering menjadikan ajal pada anak tanggapan terlambatnya sikap mencari pengobatan lantaran kecenderungan tanda-tanda awalnya hampir sama dengan gejala  flu.
2)      Jenis kelamin: secara spesifik tidak terdapat perbedaan tingkat bencana pada anak wanita atau anak laki-laki.
3)      Tempat tinggal: tidak terdapat imbas yang bermakna antara bencana typhoid dengan keadaan tempat tinggal mengingat proses penularan penyakit ini ialah fekal oral.
b.      Keluhan utama: pasien biasanya tiba dengan keluhan suhu tubuh naik turun disertai tanda-tanda mual muntah.

c.       Riwayat penyakit sekarang: Pasien juga sering memperlihatkan keluhan kepala pusing, tubuh dirasa lemah, nafsu makan menurun, mengeluh ngilu dan nyeri pada otot. Pada pengamatan ditemukan: Lidah kotor (kotor di tengah tepi dan ujung merah dan tremor), BB menurun, porsi makan tidak habis, ggn sensasi pengecapan, Gelisah, terdapat penurunan kesadaran: Somnolen stupor, koma, delirium atau psikosis, Immobilisasi, Pembesaran hepar (hepatomegali), Diare, kadang disertai konstipasi.
S: hypertermia (> 37,50C), bradikardia relatif, Hepatomegali, splenomegali, meteorismus (akumulasi udara dalam intestinal), 8)    Roseola (bintik merah pada leher, punggung dan paha)

d.      Riwayat penyakit dahulu: Mungkin pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya serta pernah tidaknya memperoleh pengobatan antimikroba sebelumnya serta riwayat vaksinasi sebelumnya.
e.       Riwayat penyakit keluarga: Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga minimal 6 bulan terakhir.
f.        Riwayat kesehatan lingkungan: Kaji klien wacana penyediaan air bersih, kebersihan individu dalam kebiasaan makan, minum. Sanitasi lingkungan.

g.      Riwayat tumbuh kembang:
1) Tahap pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra sekolah.
a) Bayi gres lahir – 1 tahun.
Perkembangan bayi 0-3 bulan:
- Dapat menggerakkan kedua lengan dan kaki sama mudahnya (motorik berangasan = MK).
- Bereaksi dengan melihat ke arah sumber cahaya (motorik halus=MH).
- Mengoceh dan bereaksi terhadap bunyi (bicara, bahasa, kecerdasan = BBK).
- Bereaksi terhadap senyum terhadap undangan (Bergaul dan berdikari = BM).

Perkembangan bayi 3 – 6 bulan:
- Menegakkan kepala pada dikala telungkup (MK)
- Meraih benda yang terjangau (MH)
- Menengok ke arah sumber bunyi (BBK).
- Mencari benda yang dipindahkan (BM).

Perkembangan bayi 6 – 9 bulan:
- Ketika didudukkan sanggup bertahan dengan kepala tegak (MK).
- Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain (MH).
- Tertawa/berteriak melihat benda menarik (BBK).
- Makan biskuit tanpa dibantu (BM).

Perkembangan bayi 9 – 12 bulan:
- Berjalan dnegan berpegangan (MK).
- Dapat meraup benda – benda kecil (MH).
- Mengatakan 2 suku kata yang sama (BBK).
- Bereaksi terhadap permainan cilukba (BM).

Tahap perkembangan psikosecual berdasarkan Sigmund Freud:
Fase oral (0-1 tahun):
- Fokus primer dari existensi bayi ialah pada mulutnya.
- Bayi memperoleh kesenangan, kepuasan dan kenikmatan dari menghisap, menggigit, mengunyah serta bersuara.
- Bayi sangat etrgantung dan tidak berdaya.
- Bayi perlu dilindungi biar menerima rasa aman.
- Dasar perkembangan mental yang sehat sangat bergantung dari hubungan ibu dan bayi.

Tahap perkembangan insan ditinjau dari aspek psikososial oleh Eric Ericsson:
Masa bayi 0 – 1 tahun: Trust vs mistrust.
Bayi berguru untuk percaya pada orang yang merawatnya, untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti: kehangatan, amkanan dan kenyamanan sehingga kepercayaan pada orang lain terbentuk ketidakpercayaan ialah tanggapan dari perawatan yang tidak konsisten, tidak cukup dan tidak aman.

b) 1 – 3,5 tahun  (toddler)
perkembangan bayi 12 – 18 bulan:
- Berjalan sendiri, tidak jatuh (MK).
- Mnegambil benda kecil dnegan ibu jari dan telunjuk (MH).
- Mnegungkapkan keinginan secara sederhana (BBK).
- Minum sendiri dari gelas tidak tumpah (BM).


Perkembangan bayi 18 – 24 bulan:
- Berjalan mundur sedikitnya 5 langkah (MK).
- Mencoret – coret dnegan alat tulis (MH).
- Menunjuk belahan tubuh dan menyebut namanya (BBK).
- Meniru melaksanakan pekerjaan rumah tangga (BM).

Perkembangan bayi 2 – 3 tahun:
- Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitnya 2 hitungan (MK).
- Meniru menciptakan garis lurus (MH).
- Menyatakan keinginan sedikitnya dengan 2 kata (BBK).
- Melepas pakaian sendiri (BM).

Tahap perkembangan psikosecual berdasarkan Sigmund Freud:
Fase anal (1 – 3 tahun):
- Daerah anal merupakan aktifitas yang elingkupi pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido yang penting selama tahun kedua kehidupan.
- Anak mulai memperlihatkan keakuannya.
- Sikapnya sangat narsisistik (cinta terhadap dirinya sendiri) dan egoistik.
- Mulai berguru kenal dnegan tubuhnya sendiri dan mendapatkan pengalaman autoerotik (merasa lega/nikmat dari dirinya).
- Tugas utama anak pada fase ini ialah latihankebersihan.
- Sisa – sisa konflik fase ini menjadikan kepribadian anal yaitu:
v  Anal retentif (menyimpan/menahan):
§  Bersifat obsesif (gangguan pikiran).
§  Pandangan sempit.
§  Introvert
§  Pelit.
v  Anal eksklusif:
§  Ekstrovert spontan (dorongan membuka diri).
§  Tidak rapi.
§  Kurang pengendalian diri.
-       Tugas penting fase ini adalah: perkembangan bicara dan bahasa.

Tahap perkembangan insan ditinjau dari aspek psikososial berdasarkan Eric Ericsson:
Usia 1 – 3 tahun (Toddler): Autonomy vs Shame.
Perkembangan keterampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan laba yang ia peroleh dari kemampuannya untuk amndiri (tidak tergantung), melalui dorongan orangtua untuk amkan, berpakaian, BAB sendiri. Jika orangtua terlalu over protectif (terlalu melindungi), menuntut impian yang terlalu tinggi, maka anka akan merasa aib dan ragu – ragu ibarat juga perasaan tidak bisa yang sanggup berkembang pada diri anak.

  c) 3,5 – 5 tahun (pre sekolah)
perkembangan bayi usia 3 – 4 tahun:
- Berjalan menjijit (MK).
- Membuat gambar bulat (MH).
- Mengenal sedikitnya 1 warna (BBK).
- Mematuhi cara permainan sederhana (BM).

Perkembangan anak usia 4 – 5 tahun:
- Melompat dengan 1 kaki (MK).
- Dapat menagncingkan baju (MH).
- Dapat bercerita sederhana (BBK).
- Dapat mencuci tangan sendiri (BM).

Tahap perkembangan psikosecual berdasarkan Sigmund Freud:
Fase oedipal/falik ( 3 – 5 tahun):
- Usia 3 tahun anak mulai melaksanakan rangsangan auto erotic (meraba – raba dan mencicipi kenikmatan dari beberapa kawasan erogennya).
- Biasanya bahagia bermain dnegan anak berjenis kelamin beda.
- Anak pasca oedipal berkelompok dengan sejenis.

Perkebangan psikososial berdasarkan Eric Ericsson.
Anak pre school (4 – 6 tahun), Initiative vs guilt:
Kepercayaan yang diperoleh anak toddler diartikan bahwa ia diperbolehkan mempunyai inisiatif dalam berguru mencari pengalaman – penagalaman gres secara aktif ibarat bagaimana dan mengapa wacana sesuatu sehingga anak sanggup memperluas aktifitasnya, bila anak dilaranag/diomeli/dicela untuk usahanya itu yaitu mencari pengalaman baru, anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melaksanakan sesuatu percobaan yang menantang keterampilan motorik dan bahasanya.
2) Tahap pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah.
      a) Anak usia 5 – 11 tahun.
          Perkembangan anak usia 5 – 6 tahun:
 - Menangkap bola kasti pada jarak 1 meter (MK).
- menciptakan gambar segiempat (MH).
- Mengenal angka dan karakter serta berhitung (BBK).
- Berpakaian sendiri tanpa dibantu (BM).

Tahap perkembangan psikosecual berdasarkan Sigmund Freud:
Fase latent 9 5 – 12 tahun).
- Anak masuk ke permulaan fase pubertas.
- Periode integrasi, dimana anak harus berhadapan dnegan banyak sekali tuntutan sosial, contoh: hubungan kelompok, pelajaran sekolah dll.
- Fase tenang.
- Dorongan ibido mereda sementara.
- Zona erotik berkurang.
- Anak tertarik dnegan kelompok sebaya.

Tahap perkembangan psikososial berdasarkan Eric Ericsson.
Anak usia 6 – 12 tahun: Industry vs inferioritas.
Berfokus pada hasil selesai suatu pencapaian (prestasi=achievement), anak memperoleh kesenangan dari penyelesaian tugas/pekerjaannya dan mendapatkan penghargaan untuk usaha/kepadaiannya. Jika anak tidak menerima penerimaan dari sobat sebayanya atau tidak sanggup memenuhi impian orang tuanya ia merasa rendah diri, kurang menghargai dirinya untuk sanggup berkembang. Makara fokus pada anak sekolah ialah pada hasil prestasinya, legalisasi dan kebanggaan dari keluarganya, guru dan sobat sebaya. Perkembangan ialah pengertian dari persaingan / kompetisi dan kerajinannya.

      b) Anak usia 11 – 15 tahun
         Tahap perkembangan psikosecual berdasarkan Sigmund Freud.
   Fase genital ( > 1 2tahun):
-   Fase selesai perkembangan anak.
-   Anak harus menghadapi banyak sekali perkembangan yang kompleks.
-   Anak diharapkan sanggup bereaksi sebagai orang dewasa, sedangkan sebetulnya ia masih dalam masa transisi.
-   Kesulitan yang timbul sering disebabkan si anak belum sanggup menuntaskan fase sebelumnya dengan tuntas (segala kiprah dan problem pada fase sebelumnya belum terselesaikan dengan baik).
-   Kebutuhan secual dibangkitkan kembali yang mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan jenis.

Tahap perkembangan psikososial berdasarkan Eric Ericsson.
Adolescence: Identity vs Role confusion:
Merupakan masa transisi dari masa kanak – kanak ke masa cukup umur / kedewasaan, dimana terjadi banyak perubahan pada fisik.
Ø  Hormonal: growth of secondary yang mengakibatkan perubahan skunder pada ciri – ciri secualnya.
Ø  Suasana hati : irama suasana hati gampang berubah, ia mencoba kiprah dan memberontak tanpa pertimbangan sikap yang normal dipelajari.
Ø  Arah apa yang akan diambil dalam kehidupan ini merupakan kiprah yang membingungkan, terjadi ketika remaja tidak sanggup menetapkan identitas dan arah pengertiannya.

h.      Pengkajian per sistem:
1)      sistem pernafasan: pada keadaan yang lanjut sanggup ditemukan respirasi meningkat tanggapan peningkatan suhu tubuh.
2)      Sistem kardiovaskuler: sering pasien timbul keluhan dada berdebar, bradikardia, tremor, akral dingin.
3)      Sistem persarafan: sering timbul keluhan kepala pusing, kadang pada keadaan lanjut ditemukan pasien dengan suhu tubuh tinggi disertai gelisah, penurunan kesadaran: somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis.
4)      Sistem perkemihan – eleminasi urine: tanggapan suhu tubuh meningkat terjadi peningkatan kebutuhan cairan dalam tubu sehingga terjadi penurunan produksi urine, urine berwarna pekat.
5)      Sistem pencernaan – eleminasi alvi: pengecap berwarna putih kotor (kotor di tengah tepi dan ujung merah), mukosa bibir kering tanggapan peningkatan suhu tubuh, nafsu makan menurun, mual, muntah, tubuh dirasa lemah, BB menurun, porsi makan tidak habis, gangguan sensasi pengecapan, terdapat pembesaran hepar, pembesaran spleno, meteorismus (akumulasi udara dalam intestinal), diare bahkan adakala konstipasi.
6)      Sistem Tulang – otot – integumen: pasien mengeluh nyeri otot, tubuh terasa ngilu, roseola (bintik merah pada punggung, leher dan paha), tanggapan immobilisasi sanggup timbul keluhan merah tertekan pada bokong dan punggung.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Peningkatan suhu tubuh (hypertermia) b/d proses abses salmonella typhi.
b.      Resiko tinggi kurang cairan b/d pemasukan cairan kurang, kehilangan cairan berlebihan melalui muntah dan diare.
c.       Resiko tinggi ganguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat, mual muntah, anoreksia.
d.      Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari – hari (ADL) b/d kelemahan, immobilisasi.
e.       Ketakutan b/d hospitalisasi, tidak mengenal sumber ketakutan, krisis lingkungan.


3.      RENCANA TINDAKAN/RASIONAL
a.      Peningkatan suhu tubuh (hypertermia) b/d proses abses salmonella typhi.
Tujuan: Klien mendemonstrasikan bebas dari panas.
Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, anak tenang, tidak rewel.

Intervensi

Rasional
Mandiri:
1)      Observasi suhu, N, TD, RR tiap 2-3 jam



2)      Catat intake dan output cairan dlm 24 jam


3)      Kaji sejauh mana pengetahuan keluarga dan pasien wacana hypertermia

4)      Jelaskan upaya – upaya untuk mengatasi hypertermia dan bantu klien/keluarga dlm upaya tersebut:
-          Tirah baring dan kurangi aktifitas
-          Banyak minum
-          Beri kompres hangat
-          Pakaian tipis dan menyerap keringat
-          Ganti pakaian, seprei bila basah
-          Lingkungan tenang, sirkulasi cukup.
5)      Anjurkan klien/klg untuk melaporkan bila tubuh terasa panas dan keluhan lain.



Kolaborasi:
6)      Kolaborasi pengobatan: antipiretik, cairan dan investigasi kultur darah.


Sebagai pengawasan terhadap adanya perubahan keadaan umum pasien sehingga sanggup diakukan penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat.
Mengetahui keseimbangan cairan dalam tubuh pasien untuk menciptakan perencanaan kebutuhan cairan yang masuk.
Mengetahui kebutuhan infomasi dari pasien dan keluarga mengenai perawatan pasien dengan hypertemia.
Upaya – upaya tersebut sanggup membantu menurunkan suhu tubuh pasien serta meningkatkan kenyamanan pasien.










Penanganan perawatan dan pengobatan yang sempurna diharapkan untuk megurangi keluhan dan tanda-tanda penyakit pasien sehingga kebutuhan pasien akan kenyamanan terpenuhi.

Antipiretik dan pemberian cairan menurunkan suhu tubuh pasien serta investigasi kultur darah membantu penegakan diagnosis typhoid.


b.      Resiko tinggi kurang cairan b/d pemasukan cairan kurang, kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.
Tujuan: Pasien mendemonstrasikan kebutuhan cairan terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil: Tidak ada manifestasi dehidrasi, input dan output seimbang.

Intervensi

Rasional
Mandiri:
1)       Awasi masukan dan keluaran, bandingkan dengan BB harian. Catat kehilangan melalui usus, pola muntah dan diare.
2)       Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Kolaborasi:
3)       Awasi nilai laboratorium: HB, HT, Na albumin.


4)       Berikan cairan  seperti glukosa dan Ringer laktat.


Memberikan gosip wacana kebutuhan cairan/elektrolit yang hilang.

Indikator volume sirkulasi/perfusi.



Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium/kadar protein tanggapan muntah dan   diare berlebihan.
Memberikan cairan dan penggantian elektrolit.

c.       Resiko tinggi ggn pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat, mual muntah, anoreksia.
Tujuan: Pasien memperlihatkan pemenuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil: Pasien memperlihatkan peningkatan berat badan, tidak ada mual dan muntah.

Intervensi

Rasional
Mandiri:
1)      Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan porsi kecil tapi sering dan tawarkan makan pagi dengan porsi paling besar.
2)      Berikan perawatan ekspresi sebelum makan.
3)      Anjurkan makan dlm posisi duduk tegak.
4)      Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen sepanjang hari.
Kolaborasi:
5)      Konsul jago diet, sumbangan tim nutrisi untuk memperlihatkan diet sesuai kebutuhan klien.
6)      Awasi glukosa darah.

7)      Berikan obat sesuai indikasi: antasida, antiemetik, vitamin B kompleks.


Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksi, anoreksi juga paling jelek selama siang hari, menciptakan masukan masakan yang sulit pada sore hari.
Menghilangkan rasa tak yummy sanggup meningkatkan nafsu makan.
Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan sanggup meningkatkan pemasukan.
Bahan ini merupakan ekstra kalori dan sanggup lebih gampang dicerna/ditoleran bila masakan lain tidak.

Berguna dalam menciptakan jadwal diet untuk memenuhi kebutuhan klien.


Hiperglikemia/hipoglikemia sanggup terjadi pada klien dengan anoreksi.
Antiemetik diberikan ½ jam sebelum makan sanggup menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan.
Antasida bekerja pada asam gaster sanggup menurunkan iritasi/resiko perdarahan. Vitamin B kompleks memperbaiki kekurangan dan membantu proses penyembuhan.

d.      Ggn pemenuhan kebutuhan sehari – hari (ADL) b/d kelemahan, immobilisasi.
Tujuan: kebutuhan ADL anak terpenuhi secara adekuat sesuai kiprah perkembangannya.
Kriteria hasil: Anak memperlihatkan ADL terpenuhi secara adekuat, personal hygiene baik, anak memperlihatkan peningkatan dalam beraktifitas.

Intervensi

Rasional
Mandiri:
1)        Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan.



2)        Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.

3)        Lakukan kiprah dengan cepat dan sesuai toleransi.
4)        Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melaksanakan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif.

5)        Dorong penggunaan teknik administrasi stres. Berikan aktifitas hiburan yang sempurna contoh: menonton TV, radio, membaca, bermain.
6)        Awasi terulangnya anoreksia.


Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang dipakai untuk penyembuhan. Aktifitas dan posisi duduk tegak diyakini meurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke organ pencernaan.
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
Memungkinkan periode komplemen istirahat tanpa gangguan.
Tirah baring usang sanggup menurunkan kemampuan. Ini sanggup terjadi lantaran keterbatasan aktifitas yang mengganggu periode istirahat.

Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan sanggup meningkatkan koping.

Menunjukkan kurangnya resolusi/eksaserbasi penyakit, memerlukan istirahat lanjut dan memerlukan penggantian jadwal terapi.


e.       Ketakutan b/d hospitalisasi, tidak mengenal sumber ketakutan, krisis lingkungan.
Tujuan: Anak memperlihatkan tidak adanya ketakutan.
Kriteria hasil: Anak bersikap kooperatif dengan pengobatan dan perawatan yang dilakukan, anak tenang, anak bermain tanpa rasa takut.

Intervensi

Rasional
1)      lakukan pendekatan pada anak dengan ramah atau memakai media mainan, permen, kue. Tunjukkan sikap ramah dan banyak senyum kepada anak.
2)      Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan (pada anak yang lebih dewasa).
3)      Berikan pola tindakan perawatan yang akan dilakukan dengan memakai media lain.
4)      Libatkan keluarga terutama orangtua terdekat dalam setiap mekanisme tindakan yang akan dilakukan.
5)      Hentikan intervensi bila anak menangis atau ketakutan. Jangan memaksa melaksanakan intervensi bila anak menolak.

6)      Desain ruangan anak dengan warna yang cerah (hijau, merah muda, kuning, biru) dan beri gambar-gambar yang menarik.Beri hiburan musik yang ceria di ruangan anak bila perlu.
7)      Sediakan waktu bermain bagi anak usia preschool atau kesempatan berguru bagi anak usia sekolah.

Menciptakan hubungan saling percaya dengan anak.


Menciptakan kerjasama anak dalam perawatan yang diberikan.

Menghindarkan anak dari ketakutan tanpa objek.


Meningkatkan rasa percaya diri anak sehingga anak lebih kooperatif.

Menghindarkan anak dari ketakutan yang berlebih.



Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak.




Memberikan kesempatan anak beraktifitas sesuai masa perkembangannya.

DAFTAR PUSTAKA


1.      Dr.T.H Rampengan,DSAK & Dr. I.R Laurentz,DSAK (1997), Penyakit Infeksi Tropik pada Anak,EGC, Jakarta.
2.      Suriadi & Yuliani Rita (2001), Asuhan Keperawatan Pada Anak, CV Agung Setia, Jakarta.
3.      Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud (1997), Buku Standar Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unud, Denpasar.
4.      Lynda Juall Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
5.      Soetjiningsih (2000), Tumbuh Kembang Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sumber http://macrofag.blogspot.com