Monday, August 21, 2017

√ Askep Gagal Ginjal (Gga/Ggk) Pada Anak

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh. Tetapi  pada  kondisi tertentu lantaran adanya gangguan pada ginjal, fungsi tersebut akan berubah. 
Gagal ginjal akut (GGA) yaitu sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang menimbulkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen menyerupai ureum dan kreatinin
Sedangkan Gagal ginjal kronik biasanya terjadi secara perlahan-lahan sehingga biasanya diketahui sehabis jatuh dalam kondisi parah.  Gagal ginjal kronik tidak sanggup disembuhkan.  Gagal ginjal kronik sanggup terjadi pada semua umur dan semua tingkat sosial ekonomi.  Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya janjkematian sebesar 85%.
Melihat kondisi menyerupai tersebut di atas,  maka perawat harus sanggup mendeteksi secara dini tanda dan tanda-tanda klien dengan gagal ginjal kronik.  Sehingga sanggup menawarkan asuhan keperawatan secara komprehensip pada klien anak dengan gagal ginjal kronik.
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk menerima gambaran umum ihwal asuhan keperawatan pada anak dengan gagal ginjal.
2.      Tujuan Khusus.
Dengan pembuatan makalah mahasiswa bisa :
a)      Mengerti dan memahami konsep dasar gagal ginjal.
b)      Melakukan pengkajian pada pasien dengan gagal ginjal.
c)      Menentukan diagnosa keperawatan dan merumuskan diagnosa prioritas gagal ginjal.
d)     Menyusun planning keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Definisi
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak bisa mengangkut sampah metabolic tubuh atau melaksanakan fungsi regulernya. Suatu materi yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh jawaban gangguan ekskresi renal dan mengakibatkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur final yang umum dari banyak sekali penyakit traktus urinarius dan ginjal.
B.     Jenis Gagal Ginjal
1)      Gagal Ginjal Akut (GGA) = ARF (Acute Renal Failure)
·         Sering berkaitan dengan penyakit kritis
·         Berjalan cepat dalam hitungan hari – minggu
·         Biasanya reversibel bila penderita sanggup bertahan dengan penyakit kritisnya
2)      Gagal Ginjal Kronik (GGK) = CRF (Cronic Renal Failure)
·         Dimulai dengan kerusakan yang progresif pada nefron dalam waktu usang dan ireversibel

GAGAL GINJAL AKUT
1.      Pengertian GGA
Gagal ginjal akut : suatu penyakit dimana ginjal secara datang – datang kehilangan kemampuan untuk mengekskresikan sisa–sisa metabolisme. (Suriadi dan Rita Y., 2001 : 111).
Gagal ginjal akut : suatu keadaan klinik dimana jumlah urin mendadak berkurang dibawah  300 ml / m2 dalam sehari disertai gangguan fungsi ginjal lainnya. Sering dipergunakan istilah lain untuk keadaan tersebut menyerupai nefrosis toksik akut, nakrosis tubular akut, nefrosis nefron rendah dan lain sebagainya. (Ngastiyah, 1997 : 310)
Gagal Ginjal Akut Adalah suatu keadaan klinis, terjadi penurunan fungsi ginjal secara mendadak  dengan jawaban kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh hilang, dan disertai gejala-gejala sebagai jawaban : Gangguan keseimbangan air dan elektrolit, Ganggua keseimbangan asam-basa dan Gangguan eliminasi limbah metabolisme contohnya ureum, creatinin. Gagal ginjal akut biasanya disertai anuria, oliguria, produksi urin normal maupun poliuria.
2.      Etiologi GGA
1.      Faktor prarenal
Semua faktor yang mengakibatkan peredaran darah ke ginjal berkurang dengan terdapatnya hipovolemia, contohnya :
·         Perdarahan lantaran trauma operasi.
·         Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstra seluler (dehidrasi pada diare).
·         Berkumpulnya cairan interstisiil di suatu tempat luka (kombustio, pasc bedah yang cairannya berkumpul di tempat operasi, peritonitis dan proses eksudatif lainnya yang mengakibatkan hipovolemia).
2.      Faktor renal
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul jawaban kerusakan jaringan ginjal. Kerusakan sanggup terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal pribadi terganggu. Dapat pula terjadi lantaran hipoperfusi prarenal yang tak teratasi sehingga menimbulkan iskemia, serta nekrosis jaringan ginjal Prosesnya sanggup berlangsung cepat dan mendadak, atau sanggup juga berlangsung perlahan–lahan dan kesannya mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini sanggup merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian mengakibatkan nekrosis jaringan ginjal.
Beberapa penyebab kelainan ini yaitu :
·         Koagulasi intravaskuler, menyerupai pada sindrom hemolitik uremik, renjatansepsis dan renjatan hemoragik.  
·         Glomerulopati (akut) menyerupai glomerulonefritis akut pasca sreptococcoc, lupus nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
·         Penyakit neoplastik akut menyerupai leukemia, limfoma, dan tumor lain yang pribadi menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.
·         Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut jawaban renjatan dan iskemia lama, nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida organik), hemoglobinuria dan mioglobinuria.
·         Pielonefrits akut (jarang mengakibatkan gagal ginjal akut) tapi umumnya pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi kelainan struktural mengakibatkan kehilangan faal ginjal secara progresif.
·         Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif.
3.      Faktor pascarenal
Pascarenal yang biasanya mengakibatkan gagal ginjal akut biasanya jawaban dari obstruksi di pecahan distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, kesannya laju filtrasi glomerulus meningkat.
Meskipun patogenesis niscaya dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui, namun terdapat problem fundamental yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin reversible jikalau diidentifikasi dan ditangani secara sempurna sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi yang mengakibatkan pengurangan pedoman darah renal dan gangguan fungsi ginjal: (1) hipovolemia; (2) hipotensi; (3) penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif; (4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah jawaban tumor, bekuan darah, atau kerikil ginjal dan (5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.
3.      Manifestasi klinis GGA
Keluhan dan tanda-tanda Gagal Ginjal Akut pada anak tidak khas. Gagal Ginjal Akut hendaknya dipertimbangkan pada belum dewasa dengan gejala-gejala sebagai berikut :
a)      Gejala-gejala non-spesifik dari uremia : mual, muntah, anoreksia, drowsiness atau kejang.
b)      Oliguria atau anuria (< 300 ml/m2/hari atau <1 ml/kg BB/jam)
c)      Hiperventilasi lantaran asidosis.
d)     Sembab.
e)      Hipertensi.
f)       Kelainan sedimen urine, contohnya : hematuria, proteinuria.
g)      Tanda-tanda obstruksi susukan kemih, contohnya : pancaran urine yang lemah, kencing menetes atau adanya masa pada palpasi abdomen.
h)      Keadaan-keadaan yang merupakan faktor predisposisi Gagal Ginjal Akut, contohnya diare dengan kehilangan cairan tubuh berat, penggunaan aminoglikosida, khemoterapi pada leukemia akut.
4.      Fase GGA
Secara klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
a.    Fase oliguri / anuria
Jumlah urin berkurang hingga 10–30 ml sehari. Pada bayi, anak – anak berlangsung selama 3–5 hari. Terdapat gejala–gejala uremia (pusing, muntah, apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang), hiperkalemi, hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
b.    Fase diuretik
Pada fase ini urine bertambah setiap hari hingga menjadi poliuri. Hal ini disebabkan lantaran kadar ureum tinggi dalam darah (diuresis osmotik), faal tubulus belum baik, pengeluaran cairan berlebihan. Terjadi hiponatremia lantaran kehilangan natrium melalui tubulus yang rusak. Lamanya fase ini berlangsung selama 2  minggu.
c.    Fase penyembuhan atau fase pasca diuretik
Pada fase ini poliuria berkurang demikian juga tanda-tanda uremia. Fungsi glomerulus dan tubulus berangsur – angsur membaik.
5.      Patofisiologi GGA
Pada gagal ginjal akut terjadi ketidakmampuan ginjal untuk memfiltrasi sisa buangan, pengaturan cairan, dan mempertahankan keseimbangan kimia.
Tipe prerenal  merupakan hasil dari penurunan perfusi renal yang sanggup disebabkan oleh dehidrasi, asfiksia perinatal, hipotensi, septic syok, trauma hemoragik atau obstruksi pada arteri renal, diare atau muntah, trauma yang disebabkan oleh pembedahan, luka bakar, hipoperfusi berat ( pada pembedahan jantung ). Hal ini menimbulkan penurunan pedoman darah renal dan terjadi iskemik.
Tipe intrarenal merupakan hasil dari kerusakan jaringan ginjal yang mungkin disebabkan oleh nefrotoksin menyerupai aminoglycosides, glomerulonefritis, dan pyelonefritis.Tipe postrenal adanya obstruksi pada pedoman urine. Obstruksi sanggup meningkatkan tekanan dalam ginjal yang mana sanggup menurunkan fungsi renal. Penyebabnya sanggup obstruksiureteropelvic, obstruksi ureterovesical, neurogenik bladder, posterior urethral valves, tumor atau edema.
6.      Komplikasi GGA
·      infeksi
·      asidosis metabolic
·      hiperkalemia
·      uremia
·      payah jantung
·      kejang uremik
·      perdarahan
·      Gagal ginjal kronik.

GAGAL GINJAL KRONIK
1.      Definisi GGK
Gagal Ginjal Kronik (GGK) yaitu kemunduran fungsi ginjal yang mengakibatkan ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal (Betz Sowden, 2002  )
Gagal Ginjal Kronik yaitu kerusakan yang progresif pada nefron yang mengarah pada timbulnya uremia yang secara perlahan-lahan meningkat ( Rosa M. Sacharin, 1996).
Gagal ginjal kronik yaitu kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, menurut kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal menyerupai proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jikalau nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², menyerupai pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- Kelainan patologik
- Petanda kerusakan ginjal menyerupai proteinuria atau kelainan pada investigasi pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
     (Sumber: Chonchol, 2005)

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, pembagian terstruktur mengenai stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebig tinggi memperlihatkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 yaitu kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 yaitu gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini sanggup dilihat pada table 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik
Stadium Sddtadium
Deskripsi
LFG (mL/menit/1.73 m2 )
0
Resiko meningkat
≥ 90 dengan factor resiko
1
Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau meninggi
≥ 90
2
Penurunan ringan LFG
60-89
3
Penurunan moderat LFG
30-59
4
Penurunan berat LFG
15-29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
(Sumber: Clarkson, 2005)

2.      Etiologi GGK
·         Glumerulonefritis kronis
·         Pielonefritis
·         Hipertensi yang tidak sanggup dikontrol
·         Obstruksi susukan kemih
·         Lesi herediter (seperti : penyaklit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, medikasi, atau biro toksik)
·         Nefrosklerosis
·         Sindroma Nefrotik
·         Tumor Ginjal
3.      Manifestasi klinis GGK
·         Umum :  malaise, debil, letargi, tremor, mengantuk, koma.
·         Kulit :  pucat, gampang lecet, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik.
·         Mulut :  pengecap kering dan berselaput, fetor uremia, ulserasi dan perdarahan pada mulut
·         Mata : mata merah.
·         Kardiovaskuler :  hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, pericarditis, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena jugularis, friction rub perikardial.
·         Respiratori : heperventilasi, asidosis, edema paru, efusi pleura, krekels, napas dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
·         Gastrointestinal :  anorexia, nausea, gastritis, konstipasi/diare, vomitus, perdarahan susukan GI.
·         Muskuloskeletal :  kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
·         Genitourinari : amenore, atropi t3st1s, penurunan libido, impotensi, infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
·         Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
·         Hematologi :  anemia, defisiensi imun, gampang mengalami perdarahan.
(Brunner & Suddarth, 2001)
4.      Patofisiologi GGK
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan meliputi :
a.       Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, mengakibatkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam dibutuhkan untuk mendeteksi penurunan fungsi ginjal.
b.      Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri lantaran beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah lantaran nefron yang sehat tidak bisa lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, mengakibatkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis.
c.       Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d.      Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak menyerupai ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak bisa mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal. (Corwin, 1994)
5.      Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul jawaban gagal ginjal kronis antara lain :
a)      Hiperkalemia
b)      Perikarditis
c)      Hipertensi
d)     Anemia
e)      Penyakit tulang. (Smeltzer & Bare, 2001)

C.    Pemeriksaan Penunjang Pada Gagal Ginjal
1)      Tes Darah
·         Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum – meningkat. kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
·         Natrium dan Kalsium serum – menurun.
·         Kalium dan Fosfor serum – meningkat.
·         pH dan bikarbonat (HCO3) serum – menurun (asidosis metabolik).
·         Haemoglobin, hematokrit, trombosit – menurun (disertai penurunan fungsi sel darah putih dan trombosit).
·         Glukosa serum – menurun (umum terjadi pada bayi)
·         Asam urat serum – meningkat.
·         Kultur darah – positif (disertai infeksi sistemik).
·         SDM:  menurun, defisiensi eritropoitin
·         GDA: asidosis metabolik, pH  kurang dari 7,
·         Protein (albumin) : menurun
·         Magnesium: meningkat
2)      Tes Urine
·         Urinalitas – sel darah putih dan silinder.
·         Elektrolit urine osmolalitas, dan berat jenis – bervariasi menurut proses penyakit dan tahap GGA.
·         Warna: secara gila warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan memperlihatkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
·         Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
·         Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
·         Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg memperlihatkan kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
·         Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara berpengaruh menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
·         Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
·         Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L lantaran ginjal tidak bisa mereabsorbsi natrium
3)      Elektrokardiogram (EKG) – perubahan yang terjadi berafiliasi dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung.
4)      Kajian foto toraks dan abdomen – perubahan yang terjadi berafiliasi dengan retensi cairan.
5)      Osmolalitas serum:
·         Lebih dari 285 mOsm/kg
6)      Pelogram Retrograd:
·         Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
7)      Ultrasonografi Ginjal :
·         Untuk memilih ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada susukan perkemihan pecahan atas
8)      Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:
·         Untuk memilih pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
9)      Arteriogram Ginjal:
·         Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
D.    Penatalaksanaan Medis
 Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit
 Dukung fungsi kardiovaskuler
 Cegah infeksi
 Tingkatkan status nutrisi
  Kendalikan perdarahan dan anemia
 Lakukan dialisis
 Transplantasi ginjal
1)      Gagal Ginjal Akut
·      Pemberian manitol atau furosemid jikalau dalam keadaan hidrasi yang adekuat terjadi oliguria.
·      Diet tinggi kalori dan lemak, rendah protein, kalium dan garam, jikalau anak tidak sanggup makan melalui lisan maka kuliner diberikan melalui intravena dan zat nutrisi yang diberikan mengandung asam amino esensial.
·      Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan nilai kreatinin.
·      Mengatasi hiperkalemia, pemberian kalsium glukonas 0,5 ml/kgbb, diberikan intravena selama 2–4  menit disertai dengan monitoring EKG, pemberian sodium bicarbonat, 2–3 mEq / kgbb, diberikan intravena selama 30–60 menit untuk meningkatkan pH darah.
·      Pemberian glukosa 50 % dan insulin, 1 U/kg, diberikan secara intravena, mempercepat pembentukan glikogen mengakibatkan glukosa dan kalium masuk dalam sel.
·      Pemberian resin ion perubah menyerupai polystyrene sodium sulfonate (kayexalate), 1/kgbb diberikan secara oral atau rektal yang bertujuan untuk mengikat kalium dan mengeluarkannya dari tubuh.
·      Dialisis dilakukan jikalau disertai dengan tanda – tanda asidosis berat yang sudah berlangsung lama, cara – cara lain sudah ditempuh untuk mengurangi kalium, terlihat tanda-tanda – tanda-tanda uremik, overload sirkulasi, hipertensi, tanda-tanda gagal jantung.
2)      Gagal Ginjal Kronis
a)      Konservatif:
·         Penentuan dan pengobatan penyebab
·         Pengoptimalan dan maintanance keseimbangan garam dan air
·         Koreksi obstruksi susukan kemih
·         Deteksi awal dan pengobatan infeksi
·         Pengendalian hipertensi
·         Diet rendah protein, tinggi kalori
·         Deteksi dan pengobatan komplikasi
b)      Terapi penggantian Ginjal
·         Hemodialisis (membran semipermiabel ada pada mesin)
·         Dialisis peritoneal (membran semipermiabel memakai peritoneum)
·         Transplantasi ginjal



E.     ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL
1.      Pengkajian
Menurut Wong, 2004 dalam Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, fokus pengkajian pada anak dengan gagal ginjal yaitu :
1)      Pengkajian awal
·         Lakukan pengkajian fisik rutin dengan perhatian khusus pada pengukuran parameter pertumbuhan.
·         Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai disfungsi ginjal, sikap makan, frekuensi infeksi, tingkat energi.
·         Observasi adanya bukti-bukti manifestasi gagal ginjal kronik.
2)      Pengkajian terus menerus
·         Dapatkan riwayat untuk gejala-gejala gres atau peningkatan gejala.
·         Lakukan pengkajian fisik dengan sering, dengan perhatian khusus pada tekanan darah, tanda edema, atau disfungsi neurologis
·         Kaki respons psikologis pada penyakit dan terapinya.
·         Bantu pada mekanisme diagnostik dan pengujian (urinalisis, hitung darah lengkap, kimia darah, biopsi ginjal).
a)      Biodata
70 % kasus GGA terjadi pada bayi di bawah 1 tahun pada ahad pertama kahidupannya.
b)      Keluhan utama
c)      Riwayat penyakit sekarang
Urine klien kurang dari biasanya kemudian wajah klien abses dan klien muntah.
d)     Riwayat penyakit dahulu
1)      Diare hingga terjadi dehidrasi
2)      Glomerulonefritis akut pasca streptokok
3)      Penyakit infeksi pada susukan kemih yang penyembuhannya tidak adekuat sehingga menimbulkan obstruksi.
e)      Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada hubungan secara pribadi dalam timbulnya penyakit gagal ginjal.


f)       Activity Daily Lifa
1)      Nutrisi            : Nafsu makan menurun (anorexia), muntah
2)      Eliminasi        : Jumlah urine berkurang hingga 10–30 ml sehari (fase oliguria)
3)      Aktivitas        : Klien mengalami kelemahan
4)      Istirahat tidur  : Kesadaran menurun
g)      Pemeriksaan
1)      Pemeriksaan Umum:
BB meningkat, TD sanggup normal, meningkat atau berkurang tergantung penyebab primer gagal ginjal.
2)      Pemeriksaan Fisik:
·         Keadaan Umum :  malaise, debil, letargi, tremor, mengantuk, koma.
·         Kepala    :Edema periorbital
·         Dada      :Takikardi, edema pulmonal, terdengar bunyi nafas tambahan.
·         Abdomen :Terdapat distensi abdomen lantaran asites.
·         Kulit :  pucat, gampang lecet, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik.
·         Mulut :  pengecap kering dan berselaput, fetor uremia, ulserasi dan perdarahan pada mulut
·         Mata : mata merah.
·         Kardiovaskuler :  hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, pericarditis, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena jugularis, friction rub perikardial.
·         Respiratori : heperventilasi, asidosis, edema paru, efusi pleura, krekels, napas dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
·         Gastrointestinal :  anorexia, nausea, gastritis, konstipasi/diare, vomitus, perdarahan susukan GI.
·         Muskuloskeletal :  kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
·         Genitourinari : amenore, atropi t3st1s, penurunan libido, impotensi, infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
·         Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
·         Hematologi :  anemia, defisiensi imun, gampang mengalami perdarahan.
(Brunner & Suddarth, 2001)
2.      Diagnosa Keperawatan
a)      Kelebihan volume cairan berafiliasi dengan disfungsi ginjal, menurunnya filtrasi glomerulus, retensi cairan dan sodium.
b)      Pola nafas tidak efektif berafiliasi dengan edema polmonal.
c)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berafiliasi dengan anoreksia.
d)     Kurang pengetahuan berafiliasi dengan proses penyakit dan pengobatan.
e)      Gangguan istirahat tidur berafiliasi berhubungan dengan edema paru.
f)       Bersihan jalan nafas tidak efektif berafiliasi dengan edema paru.
g)      Gangguan rasa nyaman berafiliasi dengan kelebihan volume cairan.
h)      Kerusakan integritas kulit berafiliasi dengan peningkatan kadar ureum dalam darah.
i)        Perubahan perfusi jaringan berafiliasi dengan hipovolemia iskemik.
3.      Intervensi
a)      Dx. Kep. I
Tujuan                   : Tidak memperlihatkan tanda-tanda kelebihan cairan.
Kriteria hasil          : Tidak ada edema.
Intervensi:
1)      Monitor intake dan output
R/ Perlu untuk memilih fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan.
2)      Pertahankan pembatasan cairan
R/  Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus.
3)      Monitor berat badan
R/  Penimbangan BB harian yaitu pengawasan status cairan terbaik.
      Peningkatan  BB 0,5 kg/hari diduga adanya retensi cairan.

4)      Monitor TD dan HB
R/  Tachycardi dan HT terjadi lantaran kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine dan pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi/perubahan fase oliguria gagal ginjal.
5)      Kaji edema, turgor kulit, membran mukosa
R/  Edema terjadi terutama pada masa jaringan yang tergantung pada tubuh. BB pasien sanggup meningkat hingga 4,5 kg cairan sebelum edema pitting terdeteksi. Edema periorbital sanggup memperlihatkan tanda perpindahan cairan ini, lantaran jaringan ringkih ini gampang terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal.
b)      Dx. Kep. II
Tujuan                   : Pola nafas anak menjadi efektif kembali.
Kriteria hasil          : Bunyi nafas bersih.
Intervensi  :
1)      Kaji bunyi nafas
R/  Kelebihan cairan sanggup menimbulkan edema paru dibuktikan oleh terjadinya bunyi napas tambahan.
2)      Bila sesak, posisikan kepala lebih tinggi, pemberian oksigen dan latihan nafas dalam
R/  Meningkatkan lapang paru.
c)      Dx. Kep. III
Tujuan                   : Anak memperlihatkan BB yang sesuai dan ada nafsu makan serta sanggup menuntaskan kuliner sesuai diit.
Kriteria hasil          : Klien menghabiskan porsi diitnya.
Intervensi  :
1)      Timbang BB tiap hari
R/  Px. puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2 – 0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg sanggup memperlihatkan perpindahan keseimbangan cairan.

2)      Kaji pola makan anak dan pembatasan makanan
R/  Memberikan Px. tindakan terkontrol dalam pembatasan diit.
3)      Jelaskan ihwal diit yang diberikan dan alasannya
R/  Pengetahuan Px./keluarganya ihwal diit yang diberikan menciptakan klien/keluarga lebih kooperatif.
d)     Dx. Kep. IV
Tujuan       : Anak dan keluarga akan memahami proses penyakit, prognosis dan pengobatan yang diberikan.
Kriteria hasil          : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat dan kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
Intervensi:
1)      Kaji tingkat pamahaman anak dan keluarga ihwal proses penyakit, prognosis dan pengobatan.
R/  Memberikan dasar pengetahuan dimana Px./keluarga sanggup menciptakan pilihan informasi.
e)      Dx. Kep. V
Tujuan                   : Kebutuhan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil          : Klien sanggup beristirahat dengan hening
Intervensi :          
1)      Temani dan bantu bila anak muntah.
R/    Dengan ditemani dan dibantu pada dikala muntah akan menghilangkan kegelisahan dan kecemasan anak.
2)      Batasi acara fisik dan hindarkan anak dari stress emosional (menangis, sedih, bercanda berlebihan).
R/    Pembatasan acara fisik dan stress emosional penting untuk menghindarkan adanya penyebab serangan batuk. 
3)      Anjurkan keluarga menawarkan lingkungan yang tenang. 
R/    Lingkungan yang hening merupakan sebagian dari terapi suportif yang menawarkan rasa aman dan nyaman bagi pasien.

f)       Dx. Kep. VI
Tujuan       : Bersihan jalan nafas efektif, pola nafas dan pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil          :Suara nafas vesikuler.
Intervensi :          
1)      Lakukan auskultasi bunyi 2 – 4 jam sekali.
R/ Mengetahui obstruksi pada susukan nafas dan menifestasinya pada bunyi nafas. 
2)      Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi tubuh dan kaki
R/ Penurunan diafragma sanggup membantu perluasan paru maskimal.  
3)      Ubah posisi klien tiap 2 jam.
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus sanggup menimbulkan akumulasi sekret dan cairan pada lobus yang berada dibagian bawah.   
4)      Monitor tanda vital tiap 4 jam.  
R/ Peningkatan frekwensi nafas mengindikasi tingkat keparahan.
g)      Dx. Kep. VII
Tujuan                   :Meningkatkan derajat rasa nyaman  klien.
Kriteria hasil          :Klien terlihat rileks, sanggup tidur dan beristirahat.  
Intervensi :          
1)      Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur.
R/    Tirah baring mungkin dibutuhkan hingga perbaikan objektif dan subjektif didapat.
2)      Dorong penggunaan tekhnik administrasi sterss, contohnya relaksasi.
R/    Meningkatkan relaksasi, meningkatkan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.
3)      Libatkan dalam acara atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. 
R/    Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot / spasme memudahkan untuk ikut serta dalam dalam terapi.

h)      Dx. Kep. VIII
Tujuan                   :Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda adanya kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil          :Mempertahankan kulit utuh / kulit tidak pecah-pecah.  
Intervensi :          
1)      Inspeksi kulit terhadap perubahan warna dan turgor kulit.
R/    Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang sanggup menimbulkan decubitus atau infeksi.
2)      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit.
R/    Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas pada tingkat seluler.   
3)      Inspeksi area tergantung terhadap edema.
R/    Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.    
4)      Ubah posisi dengan sering, beri alas pada tonjolan tulang.
R/    Menurunkan tekanan pada edema.     
5)      Pertahankan linen tetap kering.
R/    Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
6)      Anjurkan memakai pakaian katun longgar.
R/    Mencegah iritasi dermal pribadi dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.

i)        Dx. Kep. IX
Tujuan       :Perfusi jaringan perifer tetap adekuat.
Kriteria hasil          :          
·         Suhu ekstremitas hangat, tidak lembab, warna merah muda.
·         Ekstremitas tidak nyeri, tidak ada pembengkakan.
·         Turgor kembali dalam 1 detik.
Intervensi :          
1)      Kaji dan cacat tanda-tanda vital (kualitas dan frekuensi nadi, tensi, capilarry refill).
R/    Tanda vital merupakan teladan untuk mengetahui penurunan perfusi jaringan.
2)      Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas (suhu, kelembaban dan warna).
R/    Suhu dingin, warna pucat dan ekstremitas memperlihatkan sirkulasi darah kurang adekuat.    
3)      Nilai kemungkinan janjkematian jaringan ekstremitas lebih awal sanggup berkhasiat untuk mencegah janjkematian jaringan. 
R/    Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.    

4.      Pelaksanaan
a)      Mempertahankan keseimbangan cairan
b)      Menjaga fungsi pernapasan
c)      Memberikan stimulus untuk meningkatkan nafsu makan
d)     Menciptakan metode komunikasi yang sanggup dipahami oleh klien dan keluarga.
e)      Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
f)       Menciptakan lingkungan yang aman bagi klien untuk memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya.
g)      Mempertahankan keefektifan bersihan jalan nafas
h)      Memberikan suasana dan posisi yang nyaman bagi klien.
i)        Mempertahankan biar tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
j)        Memantau terjadinya tanda-tanda perubahan perfungsi jaringan.

5.      Evaluasi
a.         Suhu tubuh 365 - 372 °C
b.        Adanya minat dan selera makan
c.         Porsi makan sesuai dengan kebutuhan
d.        Klien tidak sesak
e.         Orang renta mengerti ihwal penyakit anaknya
f.         Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi
g.        Bersihan jalan nafas efektif
h.        Klien menyatakan merasa nyaman
i.          Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
j.          Perfusi jaringan adekuat



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC, Jakarta.
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.

Sumber http://macrofag.blogspot.com