Sunday, August 13, 2017

√ Askep Bronchopneumonia Pada Anak



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
pada anak
dengan BRONCHOPNEUMONIA

Diajukan untuk memenuhi kiprah mata kuliah anak


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DHARMA HUSADA BANDUNG



KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi atas segala nikmat dan karunia-NYA, kami sanggup menuntaskan kiprah penyusunan makalah ANAK, makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen kiprah pada mata kuliah anak di acara Studi S1 Keperawatan Dharma Husada Bandung.
Makalah ini mencoba memaparkan ihwal pennatalaksanaan anak dengan penyakit bronchopneumonia.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak demi perbaikan dan penambahan wawasan kami di masa yang akan dating.
Demikian kesudahannya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini, biar makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi pembaca pada umumnya, terima kasih.

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
I.                    LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi di Indonesia yang banyak menimbulkan maut ialah terusan pernafasan baik itu pernafasan baik itu pernafasan atas maupun bawah yang bersifat akut maupun kronis. Infeksi terusan nafas atas (ISPA) ialah infeksi akut yang sanggup terjadi disertai tempat disepanjang terusan nafas dan adneksi selnya (telinga tengah, cavum pleura, dan paranalisis) (Ngastiyah, 1997).
Bronchopneumonia merupakan penyakit terusan nafas belahan bawah yang biasanya didahului dengan infeksi terusan nafas belahan atas, dan sering dijumpai dengan tanda-tanda awal batuk, demam, dyspnea. Selain disebabkan oleh infeksi dari kuman atau basil juga didukung oleh kondisi lingkungan dan gizi anak. Salah satu penyebab bronchopneumonia pada anak ialah lantaran kebiasaan yang kurang higienis pada anak, contohnya anak tidak mencuci tangan sebelum makan, suka memasukkan benda ke dalam lisan dan kurang pengetahuan keluarga ihwal kebersihan (Ngastiyah, 1997).
Infeksi terusan nafas bawah yang didalamnya termasuk bronchopneumonia  masih menjadi problem kesehatan di Negara berkembang maupun maju.
Dengan meningkatnya presentasi dari tahun ke tahun ini jelaslah bahwa bronchopneumonia sangat memerlukan penanganan dan perawatan yang lebih intensif, cepat dan tepat dengan didukung penggunaan tekhnologi yang lebih menitik beratkan askepnya pada pembebasan jalan nafas dari kotoran, dukungan O2, pemenuhan nutrisi dan hidrasi, mencegah komplikasi serta masalah-masalah yang mencakup bio-psiko dan spiritual dengan kerjasama sesame sobat maupun kerja sama dengan intalasi kesehatan lain dalam mengatasi segala problem kesehatan klien serta menekan terjadinya akhir yang lebih buruk. (Badan litbang kesehatan, 2001).
Upaya yang penting dalam penyembuhan dengan perawatan yang tepat merupakan tindakan utama dalam menghadapi pasien bronchopneumonia untuk mencegah komplikasi yang lebih fatal dan diharapkan pasien sanggup segera sembuh kembali. Intervensi keperawatan utama ialah mencegah ketidak efektifan jalan nafas. Agar keperawatan berjalan lancar maka dibutuhkan kerja sama yang baik dengan tim kesehatan lainnya, serta dengan melibatkan pasien dan keluarganya. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk menciptakan asuhan keperawatan pada anak dengan bronchopneumonia dengan metode problem yang sistematis melalui proses keperawatan.
II.                  Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain ialah :
i.            Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, sanggup memperlihatkan informasi dan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada klien anak dengan bronchopneumonia
ii.          Tujuan khusus
i.i.        Mengetahui definisi bronchopneumonia
i.ii.       Mengetahui etiologi bronchopneumonia
i.iii.      Mengetahui patofisiologi bronchopneumonia
i.iv.     Mengetahui pathway/pathoflow bronchopneumonia
i.v.       Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan bronchopneumonia
i.vi.      Mengetahui akhir / komplikasi pada klien dengan bronchopneumonia
i.vii.                 Mengetahui investigasi penunjang pada klien dengan bronchopneumonia
i.viii.    Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan bronchopneumonia
i.ix.      Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan bronchopneumonia

III.                Metode
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini diantaranya melalui media literature, perpustakaan dan elektonik

IV.                Sistematika penulisan
Secara umum makalah ini terbagi menjadi 3 belahan yaitu :
i.            BAB I ihwal pendahuluan
ii.          BAB II ihwal pembahasan
iii.         BAB III ihwal kesimpulan dan saran




BAB II
PEMBAHASAN
I.                    Definisi
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan acara P2 ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
Bronchopneumoni ialah salah satu jenis pneumonia yang memiliki pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneomonia ialah penyebaran kawasan infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 hingga 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia ialah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi belahan yang terkonsolidasi atau membentuk adonan di akrab lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia ialah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi terusan pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka sanggup disimpulkan bahwa Bronkopneumonia ialah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

II.                  Etiologi
i.         Bakteri :
Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
ii.       Virus :
Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
iii.      Jamur
Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalahaspirasi benda asing, dan daya tahan tubuh yang menurun contohnya akhir malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Sehingga menimbulkan :
i.         Reaksi radang pada bronchus dan alveolus dan sekitarnya.
ii.       Lumen bronkhiolus terisi eksudat dan sel epitel yang rusak.
iii.      Dinding bronkhiolus yang rusak mengalami fibrosis dan pelebaran.
Sebagian jaringan paru-paru mengalami etelektasis/kolaps alveoli, emfisema hal ini disebabkan lantaran menurunnya kapasitas fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan. Pneumonia
Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris (radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus paru-paru), pneumonia lobularis / bronchopneumonia (radang pada paru-paru yang mengenai satu / beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate), dan pneumonia interstitialis / bronkiolitis (radang pada dinding alveoli (interstitium) dan peribronkhial dan jaringan interlobular).
III.                Patofisiologis
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke terusan pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi ialah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan menjadikan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menimbulkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) ialah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan menjadikan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi sanggup digambarkan pada denah proses.
Pneumonia diharapkan akan sembuh sehabis terapi 2-3 minggu. Bila lebih usang perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh basil anaerob atau non basil menyerupai oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.
  
IV.                Manifestasi klinis
Gejala Klinis :
i.            Biasanya didahului infeksi terusan pernafasan belahan atas.
ii.          Suhu sanggup naik secara mendadak (38 – 40 ºC), sanggup disertai kejang (karena demam tinggi).
Gejala khas :
i.            Sianosis pada lisan dan hidung
ii.          Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.
iii.         Gelisah, cepat lelah.
iv.        Batuk mula-mula kering kemudian produktif.
v.          Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

V.                  Akibat / komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat akan menjadikan :
i.            Otitis media akut (OMA) akan terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke indera pendengaran tengah dan menjadikan hampa udara, kemudian gendang indera pendengaran akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
ii.          Atelektasis ialah pengembangan paru-paru yang tidak tepat atau kolaps paru merupakan akhir kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
iii.         Efusi pleura.
iv.        Emfisema ialah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura .
v.          Abses paru ialah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
vi.        Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
vii.       Abses otak.
viii.     Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endotrakeal.
ix.        Osteomielitis.

VI.                Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
i.            Analisis gas darah (AGD) tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada., pO2 turun (ada hipoksia), sanggup asidosis (respiratorik).
ii.          Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
iii.         JDL : leukositosis biasanya ada dan meningkat pada pneumonia bakteri, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
iv.        LED : meningkat
v.          Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
vi.        Bilirubin : mungkin meningkat
vii.       Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
viii.     Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
ix.        Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999).
Pemeriksaan Radiologi
i.         Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; sanggup juga menyatakan abuh luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran
/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.

VII.              Penatalaksanaan medis
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
i.            Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak sanggup diketahui kuman penyebabnya, maka secara simpel digunakan :
Kombinasi :
p3nsilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.
Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sda).
ii.          Umur < bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia, Stafilokokus atau Entero bacteriaceae.
Kombinasi : 
p3nsilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Kombinasi ini juga diberikan pada bawah umur lebih 3 bulan dengan malnutrisi berat atau penderita immunocompromized.
iii.         Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh :
Streptokokus pneumonia :
o   p3nsilin prokain IM atau
o   Fenoksimetilp3enisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau
o   Eritromisin (dosis sda) atau
o   Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda).
o   Bila kuman penyebab sanggup diisolasi atau terjadi imbas samping obat (misalnya alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi apakah perlu dipilih antibiotic lain.
Lamanya dukungan antibiotic bergantung pada :
o   kemajuan klinis penderita dan jenis kuman penyebab
Indikasi rawat inap :
i.         Ada kesukaran  napas, toksis.
ii.       Sianosis
iii.      Umur kurang dari 6 bulan
iv.     Adanya penyulit menyerupai empyema
v.       Diduga infeksi Stafilokokus
vi.     Perawatan di rumah kurang baik.
Pengobatan simptomatis :
i.         Zat asam dan uap.
ii.       Ekspetoran bila perlu
Fisioterapi :
i.         Postural drainase.
ii.       Fisioterapi dengan menepuk-nepuk.
XI.        Penatalaksanaan keperawatan
i.         Pengkajian
i)         Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak sanggup mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akhir KEP, penyakit menahun,  stress berat pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
ii)       Riwayat Keperawatan
Keluhan utama
Anak sangat gelisah, batuk produktif, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi terusan pernapasan belahan atas selama beberapa hari. Suhu tubuh sanggup naik sangat mendadak hingga 39-40 C dan kadang disertai kejang lantaran demam yang tinggi.
Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menimbulkan sistem imun menurun, menyerupai morbili, pertusis, malnutrisi, imunosupresi
Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi terusan pernapasan sanggup menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
Pengetahuan keluarga dan psikososial
Tingkat pengetahuan keluarga ihwal penyakit bronchopneumonia
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit terusan pernafasan.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk berguru merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada animo hujan dan awal animo semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menimbulkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
Imunisasi.
Anak yang tidak mendapat imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi terusan pernapasan atas atau bawah lantaran system pertahanan tubuh yang tidak cukup besar lengan berkuasa untuk melawan infeksi sekunder. Imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan dukungan imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), hepatitis B I-III (pada usia 0-9 bulan), dan campak (pada usia 9-11 bulan).
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman infeksi terusan pernafasan sebelumnya
Nutrisi.
Riwayat gizi jelek atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
vii).    Pemeriksaan persistem.
Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada kawasan terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang renta cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat tubuh menurun, lemah. Pada orang renta yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami ihwal tujuan dan cara dukungan makanan/cairan personde.
Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang renta mungkin belum memahami alasan anak menderita diare hingga terjadi kehilangan cairan tubuh (ringan hingga berat).
Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada bawah umur atau malas minum, ubun-ubun cekung.
Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan
Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering

Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
ii.                Diagnosa keperawatan
i)         Bersihan jalan nafas tidak efektif bekerjasama dengan inflamasi trakeabronkial, peningkatan sputum.
ii)       Gangguan pertukaran gas bekerjasama dengan perubahan alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau hipoventilasi
iii)      Gangguan pola nafas bekerjasama dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan cairan dalam alveoli.
iv)     Resiko kekurangan volume cairan bekerjasama dengan kehilangan cairan berlebih (demam, berkeringat banyak, nafas lisan / hiperventilasi, muntah)
v)       Resty injury / cedera (asidosis respiratorik, ketidak seimbangan elektrolit) bekerjasama dengan hipoventilasi, kehilangan cairan tubuh
iii.                  Rencana keperawatan
i)         Bersihan jalan nafas tidak efektif bekerjasama dengan inflamasi trakeabronkhial, peningkatan produksi sputum
Tujuan : anak bebas dari komplikasi dengan kriteria bunyi nafas dan udara sanggup keluar masuk tanpa hambatan.
Kriteria hasil : memperlihatkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea, dan cyanosis.
Intervensi keperawatan / rasional
o   Instruksikan dan / atau awasi latihan pernafasan dan pengendalian pernafasan
Rasional : untuk meningkatkan pernafasan diafragmatik yang benar, perluasan dada, dan perbaikan mobilitas dinding dada
o   Gunakan tekhnik bermaiin untuk latihan bernafas pada bawah umur yang masih kecil (mis, meniup pluit atau meniup bola kapas diatas meja)
Rasional : untuk memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan tekanan ekspirasi
o   Ajarkan penggunaan obat yang benar
o   Ajarkan penggunaan PEFM, nebulizer, dan inhaler takaran terukur yang benar kalau diindikasikan
o   Ajarkan kepada keluarga untuk melaksanakan perkusi dan drainase postural dan menganjurkan batuk kalau diindikasikan
o   Ajarkan latihan fisik
o   Anjurkan latihan fisik yang memerlukan ledakan energy singkat (mis, baseball, lari cepat, ski)
Rasional : lantaran dapt ditoleransi dengan lebih baik daripada latihan fisik yang memerlukan ketahanan (mis, sepak bola, lari jarak jauh)
o   Anjurkan berenang
Rasional : lantaran anak sanggup menghirup udara tersaturasi dengan lembab, dan berekhalasi dibasah air akan memperpanjang ekspirasi dan  meningkatkan tekanan final ekspirasi
o   Batasi acara fisik hanya kalau kondisi anak mengharuskannya
o   Anjurkan postur tubuh yang baik
Rasional : untuk perluasan paru maksimal
o   Bantu anak dan keluarga dalam menentukan aktivita-aktivitas yang sesuai dengan kemampuan dan minat anak
ii)       Gangguan pertukaran gas bekerjasama dengan perubahan membrane alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau hipoventilasi
Tujuan : pasien memperlihatkan fungsi pernafasan normal dan tidak mengalami brokhospasme
Kriteria hasil : anak bernafas lebih mudah, tidak mengalami asfiksia, pernafasan anak tidak sulit, frekuensi dalam batas ormal, anak bias beristirahat dan tidur dengan nyaman, anak tidak mengalami penurunan saturasi oksigen
Intervensi keperawatan / rasional :
o   Berikan oksigen lembab dengan tenda oksigen, masker wajah, atau kanula
Rasional : untuk mempertahankan oksigen yang memuaskan
o   Pantau dengan ketat saturasi okesigen dan gas darah melalui oksimetri nadi.
Rasional : untuk mencegah asfiksia dini atau asfiksia yang mengancam
o   Pantau dengan ketat presentasi oksigen yang diberikan
Rasional : lantaran kadar yang tinggi dan menekan pernafasan
o   Beri posisi fowler tinggi atau berikan overbed table dengan bantal diatasnya untuk bersandar kalau hal tersebut lebih nyaman bagi anak
Rasional : untuk ekspani paru maksimal
o   Implementasikan aneka macam tindakan untuk mengurangi ketakutan / ansietas
Rasional : menurunkan upaya pernafasan dan konsumsi oksigen

o   Anjurkan tekhnik relaksasi
Rasional : untuk mengurangi ansietas dan mmeningkatkan perluasan paru
o   Beri sedative dan obat penenang, kalau diresepkan, dengan kecermatan yang tinggi dan kalau agitasi tidak disebabkan oleh anoreksia
Rasional : obat-obat ini sanggup mendepresi pernafasi dan menyamarkan tanda-tanda anoreksia

iii)      Gangguan pola nafas bekerjasama dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan cairan dalam alveoli.
Tujuan : anak akan mengalami pola nafas efektif
Kriteria hasil : bunyi nafas higienis dan sama pada kedua sisi paru
Suhu tubuh dalam batas 36,5-37,2 C
Laju nafas dalam rentang normal
Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis
Intervensi keperawatan / rasional :
o   Lakukan pengkajian tiap 4 jamterhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan nafas.
Rasional : penilaian dan reassessment terhadap tindakan yang akan / telah diberikan
o   Lakukan fisiotherapi dada secara terjadwal
Rasional : mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
o   Berikan antibiotic dan anntipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan imbas samping (ruam dan diare)
Rasional : pemberantasan kuman sebagai factor causa gangguan
o   Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
Rasional : penilaian terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, penilaian kondisi jaringan paru
o   Lakukan suction secara bertahap
Rasional : membantu pencucian jalan nafas
o   Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, setiap 2-4 jam
Rasional : penilaian terpola keberhasilan therapy / tindakan tim kesehatan.


iv)     Resiko kekurangan volume cairan bekerjasama dengan kehilangan cairan berlebih (demam, berkeringat banyak, nafas lisan / hiperventilasi, muntah)
Tujuan : pasien memperlihatkan hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil : anak memperlihatkan hidrasi yang adekuat
Intervensi keperawatan / rasional :
o   Pertahankan infus iv pada kecepatan yang tepat
Rasional : terapi cairan akan meningkatkan pengenceran secret (jalur iv biasanya merupakan dua pertiga atau tiga perempat dari terapi rumatan (kecuali kalau terjadi dehidrasi) untuk meminimalkan risiko edema pulmonal akhir tekanan ide yang terlalu tinggi
o   Anjurkan cairan oral
o   Tawarkan cairan kalau gawat nafas akut sudah berkurang
Rasional : untuk menurunkan resiko aspirasi
o   Hindari cairan yang dingin
Rasional : lantaran sanggup mencetuskan reflex bronkospasme
o   Beri cairan ( dan masakan ) dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : untuk menghindari distensi abdomen yang sanggup mempengaruhi ekskursi diafragmatik
o   Gunakan tekhnik bermain yang sesuai dengan usia anak
Rasional : untuk meningkatkan asupan cairan
o   Ukur asupan dan haluaran cairan, atasi kehilangan cairan tubuh secara perlahan
Rasional : lantaran hidrasi berlebih sanggup meningkatkan akumulasi cairan pulmonal interstitial, yang akan menimbulkan peningkatan obstruksi jalan nafas

v)          Risiko cedera / injury (asidosis respiratorik, ketidak seimbanagn elektrolit) bekerjasama dengan hipoventilasi, dehidrasi
Tujuan : pasien tidak mengalami asdosis, elektrolir serum normal
Kriteria hasil : anak tidak memperlihatkan tanda-tanda asidosis metabolic, anak memperlihatkan elektrolit serum normal.
Intervensi / implementasi :
o   Pantau ketat pH darah
Rasional : lantaran pH kurang dari 7,25 akan mengganggu anutan darah sistemik, paru dan koronaria, selain pH normal akan meningkatkan imbas bronkhodilator
o   Beri natrium bikarbonat sesuai instruksi
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi asidosis
o   Pertahankan infus IV
Rasional : untuk dukungan obat-obat darurat untuk mencegah dehidrasi
o   Cegah muntah dan dehidrasi
Rasional : awalnya anak akan mengalami alkalosis, namun kalau muntah semakin parah atau tidak terkendali, sanggup menimbulkan asidosi
o   Implementasikan tindakan-tindakan untuk memperbaiki ventilasi
Rasional : lantaran hipoventilasi sanggup menimbulkan akumulasi karbon dioksida, yang akan menurunkan pH
o   Pantau ketat elektrolit serum
Rasional : lantaran kehilangan cairan tubuh dan obat sanggup mengubah elektroolit serum normal
o   Cegah kehilangan cairan tubuh dan muntah
Rasional : lantaran sanggup menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit


BAB III
PENUTUP
I.                    Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian sanggup disimpulkan bahwa Bronkopneumonia ialah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan acara P2 ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
Etiologi terjadinya bronchopneumonia diantaranya ialah bakteri, virus, jamur dan faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia ialah daya tahan tubuh yang menurun contohnya akhir malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Pneumonia diharapkan akan sembuh sehabis terapi 2-3 minggu. Bila lebih usang perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh basil anaerob atau non basil menyerupai oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.
Bila tidak ditangani secara tepat akan menjadikan OMA, atelectasis, efusi pleura, emfisema, abuh paru, meningitis, abuh otak, endocarditis, dan osteomyelitis.
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
Pemeriksaan yang dilakukan selain pengkajian secara spesifik dimulai dari riwayat keperawatan yang didalamnya terdapat keluhan utama, riwayat penyakiit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwwayat kesehatan keluarga, riwayat kesehatan lingkungan, imunisasi, riwayat tumbang, nutrisi dan investigasi persistem.
Diagnose keperawatan yang mungkin timbul pada anak dengan bronchopneumonia adaalh bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, gangguan pola nafas, resty injury dan resti kekurangan volume cairan tubuh

II.                  Saran
Untuk menjadikan makalah ini menjadi makalah yang tepat maka dibutuhkan saran-saran
1.       Lebih memahami ihwal penyakit bronchopneumonia dalam meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan
2.       Mamapu dan mau mempelajari penyakit bronchopneumonia untuk menambah pengetahuan dibidang ilmu keperawatan khususnya dan dibidang pelayanan pada umumnya
Demikian saran dari kami, biar bermanfaat untuk kita semua
 

DAFTAR PUSTAKA

1.       Kepustakaan Ngastiah. (2008). Perawatan anak sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC Speirs, A.L. (1992). Pediatrics for nurses. (Terj. Dr, Sidhartani Zain). Semarang: IKIP Semarang Press.
2.       Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002,Philadelpia,USA
3.       Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC, Jakarta
4.       Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on: www.Us.Elsevierhealth.com
5.       Jong, W, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC Jakarta
6.       McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA
7.       Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA


BACA ARTIKEL TERKAIT:


  1. MENGENAL PENYAKIT BRONCHOPNEUMONI, Klik: aciknadzirah.blogspot.com/search?q=mengenal-penyakit-bronchopneumoni-dan
  2. SATUAN ACARA PENYULUHAN BRONCHOPNEUMONI, Klik: aciknadzirah.blogspot.com/search?q=mengenal-penyakit-bronchopneumoni-dan
  3. ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHOPNEUMONI, Klik: aciknadzirah.blogspot.com/search?q=mengenal-penyakit-bronchopneumoni-dan

Sumber http://macrofag.blogspot.com