1. KONSEP DASAR MEDIS
1.1 Pengertian
Morbili yakni penyakit benjol virus akut yang sangat menular, ditandai dengan tanda-tanda prodromal panas; batuk; radang mata & bercak koplik, disertai timbulnya bercak merah makulopapuler yang menyebar ke seluruh tubuh; menghitam & mengelupas ( Ngastiyah, 1997 : 351 )
1.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini yakni genus virus morbili famili Paramyxovirus. Cara penularan dengan droplet dan kontak. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, sanggup diinaktifkan pada suhu 30°C dan -20°C, sinar UV, eter, tripsin, dan betapropiolakton.
1.3 Manifestasi klinis
Penyakit ini dibagi menjadi 3 stadium :
1) Stadium kataralis ( prodromal )
Biasanya berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise ( lemah ), batuk, fotofobia ( silau ), konjungtivitis, dan koriza ( katar hidung ).
2) Stadium erupsi
Koriza dan batuk bertambah, timbul eritema atau titik merah di seluruh badan mulai belakang telinga, muka, leher dan seterusnya dari atas ke bawah.
3) Stadium konvalensi
Erupsi berkurang dari atas ( belakang indera pendengaran ) ke arah bawah meninggalkan bekas yang berwarna lebih renta yang usang kelamaan akan hilang sendiri.
1.4 Diagnosis
1) Gejala klinis yang khas : panas, coriza ( pilek ), cough ( batuk ), conjungtivitis, rash, koplik spot.
2) Pemeriksaan laboratorium yaitu dengan tes darah lengkap.
1.5 Diagnosa banding
1) Eksantema subitum
Disebabkan oleh virus, biasanya timbul pada bayi berumur 6-36 bulan. Perjalanan penyakit seolah-olah morbili, bedanya rash timbul pada ketika panas turun.
2) German measles
Gejala lebih ringan dari morbili, tdd : tanda-tanda benjol jalan masuk napas penggalan atas, demam ringan, pembesaran kelenjar regional di kawasan occipital dan post aurikular. Rash lebih halus, yang mula-mula pada wajah kemudian menyebar ke batang badan dan menghilang dalam waktu 3 hari.
3) Rash lantaran obat-obatan
Lebih bersifat urtikaria, sehingga rashnya lebih besar, luas, menonjol dan umumnya tidak disertai panas.
4) Infeksi oleh Ricketsia
Gejala prodromal lebih ringan, rash tidak dijumpai di wajah dan koplik spot tidak ada.
5) Infeksi mononukleosus
Dijumpai limphadenopati umum dan peningkatan jumlah monosit.
6) Common cold, scarlet fever
1.6 Komplikasi
1) Pneumonia
2) Gastroenteritis
3) Ensefalitis
4) Otitis media
5) Mastoiditis
6) Gangguan gizi
1.7 Pengobatan
Morbili merupakan suatu penyakit self-limiting, sehingga pengobatannya hanya bersifat simptomatis, yaitu :
- Memperbaiki keadaan umum
- Antipiretik bila suhu tinggi
- Sedativum
- Obat batuk
- Antibiotik diberikan bila terdapat benjol sekunder
- Kortikosteroid takaran tinggi biasanya diberikan pada penderita morbili dengan ensefalitis yaitu :
- Hidrokortison 100-200 mg/hr selama 3-4 hari
- Prednison 2 mg/kgBB/hr selama 1 minggu
1.8 Pencegahan
Dengan pemberian Imunisasi, sanggup berupa aktif maupun pasif
1) Imunisasi pasif : tidak banyak dianjurkan lantaran resiko terjadinya ensefalitis dan aktivasi tuberkulose
2) Imunisasi aktif : Vaksin yang diberikan yakni " Live Attenuated Measles Vaccine "
Vaksinasi dihentikan dilakukan bila :
1) Menderita benjol jalan masuk napas akut yang disertai demam > 38°C
2) Riwayat kejang demam
3) Defisiensi imunologik
4) Sedang dalam pengobatan kortikosteroid dan imunosupresif
Efek samping :
1) Hiperpireksia ( 5- 15 % )
2) Gejala benjol jalan masuk napas penggalan atas ( 10-20 % )
3) Morbili form rash ( 3- 15% )
4) Kejang demam ( 0,2 % )
5) Ensefalitis ( 1 di antara 1,16 juta anak )
6) Demam ( 13,95% )
1.9 Prognosa
Morbili merupakan penyakit self – limiting dan berlangsung antara 7-10 hari, sehingga bila tanpa disertai komplikasi, maka prognosanya baik.
2. KONSEP DASAR ASKEP
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas : Terutama menyerang golongan umur 5-9 tahun. Pada negara belum berkembang kejadian tertinggi < 2 tahun.
2.1.2 Keluhan utama : Panas
2.1.3 RPS : Demam ringan hingga sedang, mencapai puncak hari ke 5 hingga 39° - 40,6°C. Pada bayi / anak kecil disertai kejang demam.
2.1.4 RPD
1) Antenatal
- Bila ibu pernah menderita morbili, bayi mendapat kekebalan lintas plasenta ( Nelson, 1993 )
- Pada ibu yang belum pernah menderita morbili, bayi yang dilahirkan tidak punya kekebalan terhadap morbili & menderita penyakit ini setelah dilahirkan ( Rampengan, 1995 )
2) Natal :
3) Post natal
- Bayi yang gres lahir sanggup menderita campak bersamaan dengan ibunya yang sedang sakit.
- Riwayat imunisasi :
Penyakit ini memperlihatkan kekebalan seumur hidup & sanggup dicegah dengan imunisasi.
Untuk negara berkembang imunisasi dianjurkan setelah usia 6 bulan ; Boster 15 bulan.
Di negara maju diberikan setelah usia 15 bulan lantaran antibodi yang didapatkan secara pasif dari ibu sudah hilang.
Pada anak yang mendapat imunisasi < 15 bulan, cenderung terkena morbili lantaran vaksin telah diinaktivasi ( Nelson, 1993 ).
2.1.5 RPK
Penyakit campak sangat menular ± 90 % dari anak – anak yang rentan, dengan kontak keluarga akan mendapat penyakit ini.
2.1.6 ADL
1) Nutrisi : Selama periode demam biasanya disertai anoreksia dan muntah – muntah.
2) Aktivitas : Selama periode demam biasanya disertai malaise, meningkatnya ketergantungan pemenuhan kebutuhan perawatan diri serta menurunnya acara bermain.
2.1.7 Pemeriksaan
2.1.7.1 Pemeriksaan Keadaan umum
Suhu badan 39º - 40,6º C, malaise dan kelemahan
2.1.7.2 Pemeriksaan fisik
1) Kulit : Timbul rash
- Rash mulai timbul sebagai eritema makulopapular ( penonjolan pada kulit yang berwarna merah )
- Timbul dari belakang indera pendengaran pada batas rambut dan menyebar ke kawasan pipi, seluruh wajah, leher, lengan penggalan atas dan dada penggalan atas dalam 24 jam I.
- Dalam 24 jam berikutnya, menyebar menutupi punggung, abdomen, seluruh lengan dan paha, pada karenanya mencapai kaki pada hari ke 2 – 3, maka rash pada wajah mulai menghilang.
- Proses menghilangnya rash berlangsung dari atas ke bawah dengan urutan sama dengan urutan proses pemunculannya. Dalam waktu 4 – 5 hari menjadi kehitam – hitaman ( hiperpigmentasi ) & pengelupasan ( desquamasi ).
2) Kepala
- Mata :
Konjungtivitis & fotofobia.Tampak adanya suatu garis melintang dari peradangan konjungtiva yang dibatasi pada sepanjang tepi kelopak mata ( Transverse Marginal Line Injectio ) pada palpebrae inferior, rasa panas di dalam mata & mata akan tampak merah, berair, mengandung eksudat pada kantong konjungtiva.
- Hidung :
Bersin yang diikuti hidung tersumbat & sekret mukopurulen dan menjadi profus pada ketika erupsi mencapai puncak serta menghilang bersamaan dengan menghilangnya panas.
- Mulut : Didapatkan koplik's spot
Merupakan citra bercak – bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum / pasir yang berwarna merah terang dan penggalan tengahnya berwarma putih kelabu. Berada pada mukosa pipi berhadapan dengan molar ke – 2 , tetapi kadang – kadang menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan mukosa pipi. Timbulnya pada hari ke – 2 setelah erupsi kemudian menghilang. Tanda ini merupakan tanda khas pada morbili.
3) Leher :
Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang kawasan servikal posterior. Hal ini disebabkan lantaran acara jaringan limphoid untuk menghancurkan biro penyerang ( virus morbili ).
4) Dada :
- Paru :
Bila terjadi perubahan tumpuan nafas & ketidakefektifan bersihan jalan nafas akan didapatkan peningkatan frekuensi pernafasan, retraksi otot bantu pernafasan dan bunyi nafas tambahan. Batuk yang disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa jalan masuk nafas bersifat batuk kering. Intensitas batuk meningkat mencapai puncak pada ketika erupsi. Bertahan usang & menghilang secara sedikit demi sedikit dalam 5 – 10 hari.
- Jantung : Terdengar bunyi jantung I & II.
5) Abdomen :
Bising usus terdengar, pada keadaan hidrasi turgor kulit sanggup menurun.
6) Anus & genetalia :
- Eliminasi alvi sanggup terganggu berupa diare
- Eliminasi uri tidak terpengaruh.
7) Ekstremitas atas dan bawah :
Ditemukan rash dengan sifat sesuai waktu timbulnya.
2.1.7.3 Pemeriksaan penunjang
Dari hasil investigasi laboratorium ditemukan leukopenia ringan.
2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, potensial perubahan tumpuan nafas s/d :
1) Obstruksi trakheobronkhial skunder terhadap penumpukan sekret.
2) Perubahan mukosa jalan masuk pernafasan skunder terhadap proses inflamasi.
3) Perubahan kapasitas O2 dalam kawasan skunder terhadap hipertermi.
2.2.2 Hipertermi s/d :
1) Efek pirogen terhadap pengaturan suhu badan pada hipotalamus.
2) Peningkatan metabolisme s / d proses penyakit.
2.2.3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan badan s/d :
1) Berkurangnya intake untuk memenuhi kebutuhan metabolisme skunder terhadap anoreksia.
2) Perubahan perembesan kuliner skunder terhadap diare.
3) Peningkatan kebutuhan kalori.
2.2.4 Gangguan rasa kondusif :
Resiko injuri s / d fotofobi skunder terhadap dampak peradangan umum pada konjungtiva.
2.2.5 Resiko terjadinya benjol skunder s / d tidak adekuatnya pertahanan skunder badan : leukopenia
2.2.6 Kurangnya pengetahuan keluarga s / d :
1) Interpretasi yang salah terhadap informasi
2) Tidak adanya sumber informasi.
2.3 Perencanaan
2.3.1 Proiritas diagnosa keperawatan.
Berdasarkan kegawatan masalah.
2.3.2 Tujuan, kriteria hasil, planning tindakan dan rasional planning tindakan.
2.3.2.1 Diagnosa keperawatan I
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas s/d .....
1) Tujuan : Mempertahankan efektifitas pernafasan
2) Kriteria hasil :
- Tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
- Tidak ada tarikan otot bantu pernafasan.
- Tidak ada batuk.
- Tidak ada sekresi dari jalan masuk pernafasan berlebihan.
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal.
3) Rencana tindakan :
(1) Auskulrasi bunyi nafas, perhatikan adanya bunyi nafas tambahan.
R/ Adanya obstruksi pada jalan masuk nafas dimanifestasikan pada bunyi nafas.
(2) Monitor frekuensi pernafasan.
R/ Takipnea merupakan kompensasi terhadap suatu stress, pernafasan sanggup menjadi cepat / lambat.
(3) Bantu pasien pada posisi yang nyaman, kepala lebih tinggi dari kaki.
R/ Diafragma lebih rendah sanggup meningkatkan perluasan dada.
(4) Ubah posisi secara terencana ( teratur ).
R/ Membantu mobilisasi dan pengeluaran sekret.
(5) Latih pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif.
R/ Nafas dalam memudahkan perluasan dada secara maksimal, batuk merupakan prosedur alamiah untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.
(6) Tingkatkan intake cairan sesuai kebutuhan.
R/ Hidrasi membantu menurunkan viskositas sekret dan mempermudah pengeluaran.
(7) Berikan nebulizer.
R/ Kelembaban sanggup menurunkan viskositas sekret dan mempermudah pengeluaran.
(8) Bantu melaksanakan fisioterapi dada.
R/ Postural drainage dan perkusi merupakan tindakan pencucian yang penting untuk mengeluarkan sekresi & memperbaiki ventilasi.
(9) Lakukan suction.
R/ Bila prosedur pencucian jalan nafas ( batuk ) tidak efektif dilakukan suction.
(10)Berikan O2 sesuai indikasi.
R/ Memaksimalkan transport O2 dalam jaringan.
2.3.2.2 Diagnosa keperawatan II
Hipertermi s/d.....
1) Tujuan : Klien memperlihatkan suhu badan dalam batas normal.
2) Kriteria hasil :
- Suhu badan 36,5º – 37,5º C ( bayi ) , suhu badan 36º –37,5ºC(anak)
- Frekuensi pernafasan : Bayi ; 30-60 x/mnt, anak ; 15-30 x/mnt.
- Frekuensi nadi : Bayi ; 120-140 x/mnt, anak ; 100-120 x/mnt.
3) Rencana tindakan :
(1) Monitor temperatur suhu.
R/ Perubahan temperatur sanggup terjadi pada proses benjol akut.
(2) Monitor suhu lingkungan.
R/ Temperatur lingkungan dipertahankan mendekati suhu normal.
(3) Berikan kompres dingin.
R/ Menurunkan panas lewat konduksi.
(4) Berikan antipiretik sesuai agenda tim medis.
R/ Menurunkan panas pada sentra hipotalamus.
2.3.2.3 Diagnosa keperawatan III
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan badan s/d........
1) Tujuan : Klien sanggup memperlihatkan dan atau mempertahankan BB yang normal.
2) Kriteria hasil :
- Adanya minat / selera makan.
- Porsi makan sesuai kebutuhan.
- BB dipertahankan sesuai usia.
- BB dinaikkan sesuai usia.
3) Rencana tindakan :
(1) Monitor intake makanan.
R/ Memonitor intake kalori dan insufisiensi kualitas konsumsi makanan.
(2) Berikan perawatan lisan sebelum & setelah makan.
R/ Mengurangi rasa tidak nyaman dan meningkatkan selera makan.
(3) Sajikan kuliner yang menarik, merangsang selera & dalam suasana yang menyenangkan.
R/ Meningkatkan selera makan sehingga meningkatkan intake makanan.
(4) Berikan kuliner dalam porsi kecil tapi sering.
R/ Makanan dalam porsi besar / banyak lebih sulit dikonsumsi ketika pasien anoreksia.
(5) Timbang BB tiap hari.
R/ Memonitor kurangnya BB dan efektifitas intervensi nutrisi yang diberikan.
(6) Konsul ke mahir gizi.
R/ Memberikan pinjaman untuk memutuskan diet dan merencanakan pertemuan secara individual bila diperlukan.
(7) Berikan IVFD sesuai agenda tim medis.
R/ Dibutuhkan semenjak intake nutrisi oral sudah tidak mencukupi.
2.3.2.4 Diagnosa keperawatan IV
Gangguan rasa kondusif : Resiko injuri s/d........
1) Tujuan : Klien tidak mengalami injuri selama terjadi fotofobi.
2) Kriteria hasil :
- Mata bersih, tidak ada tumpukan sekret.
- Mata tidak kemerahan dan berair.
- Klien tidak mengalami fotofobi.
- Tidak terjadi injuri.
3) Rencana tindakan :
(1) Monitor keadaan mata: warna konjungtiva, produksi sekret & air mata, fotofobi.
R/ Fotofobi menghilang bersamaan dengan penyembuhan konjungtivitis.
(2) Lakukan perawatan mata secara teratur.
R/ Membersihkan sekret dan mencegah terjadinya benjol skunder.
(3) Hindari rangsangan cahaya yang berlebihan.
R/ Terang yang berlebihan akan mempercepat fotofobi.
(4) Jauhkan klien dari benda – benda tajam dan gampang pecah.
R/ Mencegah perlukaan.
(5) Beri papan pengaman tempat tidur.
R/ Fotofobi terutama yang disertai hipertermi sanggup menciptakan pasien gelisah.
(6) Berikan vitamin A sesuai agenda tim medis.
R/ Vitamin A baik untuk kesehatan mata.
2.3.2.5 Diagnosa keperawatan V
Resiko terjadinya benjol skunder s/d.......
1) Tujuan :
Didapatkan kondisi lingkungan yang sanggup mencegah / menurunkan resiko terjadinya infeksi.
2) Kriteria hasil :
- Klien mencapai kesembuhan.
- Tidak ada drainage yang purulen.
- Suhu badan dalam batas normal.
3) Rencana tindakan :
(1) Cuci tangan sebelum dan setelah melaksanakan tindakan.
R/ Mencegah kontaminasi silang.
(2) Pertahankan teknik aseptik.
R/ Menurunkan resiko kolonisasi bakteri.
(3) Tingkatkan perubahan posisi / ambulasi, latih nafas dalam dan batuk efektif.
R/ Meningkatkan semua ventilasi segmen paru dan membantu mobilisasi sekret dan mencegah pneumonia.
(4) Tingkatkan intake cairan secara adekuat.
R/ Membantu melancarkan sekresi pernafasan dan mencegah statis cairan tubuh.
(5) Batasi pengunjung, berikan isolasi pernafasan.
R/ Membatasi terpajan dengan kuman dan membatasi benjol silang virus morbili pada perawat.
(6) Berikan perawatan diri secara teratur : mandi, BAK, BAB, berpakaian.
R/ Kulit yang kotor merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
(7) Monitor suhu secara teratur.
R/ Efek dari proses inflamasi yakni panas ( kenaikan suhu ).
(8) Observasi adanya luka dan drainage purulen.
R/ Indikasi adanya benjol lokal.
(9) Berikan antibiotik sesuai agenda tim medis.
R/ Untuk profilaksis.
2.3.2.6 Diagnosa keperawatan VI
Kurangnya pengetahuan keluarga s/d.....
1) Tujuan :
Secara verbal keluarga sanggup mengungkapkan / menjelaskan proses penyakit, penularan dan pencegahan.
2) Kriteria hasil :
- Keluarga sanggup mengidentifikasi proses penularan, proses penyakit dan pencegahan.
- Adanya perubahan lingkungan / gaya hidup.
3) Rencana tindakan :
(1) Berikan info morbili secara spesifik.
R/ Memberikan pengetahuan dasar, mengurangi kecemasan dan meningkatkan perilaku kooperatif keluarga terhadap tindakan yang akan dikerjakan.
(2) Diskusikan wacana penularan morbili termasuk teknik isolasi.
R/ Menghindari benjol silang dari anak pada keluarga.
(3) Review pengetahuan keluarga wacana imunisasi dan jelaskan imunisasi campak secara spesifik.
R/ Morbili merupakan penyakit menular yang sanggup dicegah dengan imunisasi.
(4) Diskusikan kemungkinan benjol skunder, adanya tanda dan gejalanya.
R/ Menurunnya leukosit memiliki potensi infeksi.
(5) Diskusikan cara oral higiene, perawatan mata dan perawatan kulit yang baik.
R/ Pada fase prodromal dan erupsi perawatan kebersihan diri sangat penting untuk dikerjakan.
2.4 Pelaksanaan
Prinsip – prinsip pelaksanaan planning asuhan keperawatan anak dengan mordili yakni :
1) Menjaga fungsi pernafasan.
2) Mempertahankan suhu badan dalam batas normal.
3) Mempertahankan cairan dan nutrisi.
4) Mencegah komplikasi dan injuri.
5) Memberikan info pada keluarga wacana proses penyakit, penularan dan pencegahan.
6) Memperhatikan tumbang anak terhadap dampak hospitalisasi.
2.5 Evaluasi
1) Mengukur pencapaian tujuan.
2) Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, LJ ( 2000 ) Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doengoes, ME ( 2001 ) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2, EGC, Jakarta.
Nelson ( 1993 ) Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta.
Ngastiyah ( 1997 ) Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Rampengan & Laurentz ( 1995 ) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak, EGC, Jakarta.