Saturday, January 7, 2017

√ Tinjauan Teoritis Asuhan Perawatan Pasien Epilepsi

TINJAUAN TEORITIS ASUHAN PERAWATAN PASIEN EPILEPSI


Proses keperawatan ialah metode sistemik dimana pribadi perawat bersama klien secara bersama memilih problem keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan dan  bertujuan untuk memperlihatkan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan problem klien sehingga mutu pelayanan keperawatan optimal (La Ode Jumadi Gaffar, 1999 : 54).
 Proses keperawatan terdiri dari dari 5 tahap yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi, yang masing-masing saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain.
1. Pengkajian
       Pengkajian ialah dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/informasi ihwal klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk memilih diagnosa keperawatan (La Ode jumadi Gaffar, 1999 : 57).
       Adapun  pengkajian pada klien dengan epilepsi, mencakup :
a. Identitas klien dan penanggung jawab
1) Identitas klien mencakup : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomber rekam medik, diagnosa medis
2) Identitas penanggung jawab orang bau tanah mencakup : Nama, umur, jenis kelamin, agama,  pekerjaan, pendidikan, alamat dan hubungan dengan klien menyerupai : ayah, ibu, anak, ataupun hubungan lainnya
           b. Keluhan utama
                       Keluhan utama yang dirasakan biasanya pada klien dengan epilepsi ialah kejang
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan  sekarang
       Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data yang menyertai  memakai pendekatan PQRST yaitu :
P : (Paliatif/provokatif) merupakan faktor pelopor terjadinya penyakit, hal yang memperberat dan memperingan, epilepsi bisa diperberat oleh adanya syok pada kepala, infeksi, bahkan stressor juga sanggup menimbulkan epilepsi, pada klien epilepsi dengan gangguan jalan nafas kondisinya akan semakin berat dan sanggup menimbulkan gagal nafas.
Q :   (Quantitas) menggambarkan menyerupai apa keluhan yang dirasakan klien. Pada klien dengan epilepsi biasanya mengeluh sakit kepala yang dirasakan sangat berat, dan mengganggu.
R : (Region/radiasi) untuk mengetahui lokasi dan keluhan yang   dirasakan. Pada klien dengan epilepsi. Keluhan biasanya dirasakan di tempat frontal atau rasa sakit di tempat oksipital.
S :    (Skala) intesitas nyeri apabila klien mencicipi nyeri. Pada klien dengan epilepsi cenderung mencicipi nyeri dengan sekala 3-4 bahkan apabila serangan terjadi secara serentak  skala nyeri bisa menjadi 5 dari rentang nyeri 1-5
T :  (Time)  waktu keluhan dirasakan dan durasinya berapa usang keluhan dirasakan. Pada epilepsi biasanya kejang terjadi setiap 1 jam kurang lebih 3X, lamanya setiap kejang kurang lebih 1/ 2 menit
2) Riwayat kesehatan masa lalu
       Riwayat kesehatan menjelaskan ihwal riwayat perawatan di RS, alergi, penyakit yang pernah diderita klien yang ada hubungannya dengan penyakit kini menyerupai panas, batuk pilek, atau penyakit yang serupa diderita klien.
1)   Riwayat kesehatan keluarga
       Riwayat kesehatan keluarga perlu ditanyakan mengenai penyakit yang sifatnya menular dan apakah penyakit tersebut tertular dari anggota keluarga maupun penyakit keturunan.
2)   Genogram
       Merupakan citra keturunan  dalam keluarga serta teladan latih klien.
3)   Riwayat persalinan dan kehamilan
          Ditanyakan keadaan ibu selama hamil, keluhan dikala hamil, apakah ibu mendapat imunisasi TT, apakah ada makanan pantangan selama hamil, apakah ada riwayat yang berafiliasi dengan kehamilan, teladan kebiasaan ibu yang mempengaruhi terhadap kehamilan.


1)    Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
a)      Pertumbuhan menceritakan yang mencakup : berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar tangan dan lingkar perut. Pada anak usia infat berat tubuh akan menjadi dua kali lipat pad usia 6 bulan, panjang tubuh rata-rata 65 cm, lingkar kepala mencapai 42,5 cm. Pada anak dengan penyakit epilepsi biasanya tidak ada efek terhadap pertumbuhan fisiknya, klien mungkin saja akan tumbuh besar sesuai dengan usianya.
b)      Perkembangan menceritakan ihwal yang mencakup : motoris halus, motoris kasar, bahasa, perkembangan psikosecual, perkembangan psikososial, perkembangan moral, dan perkembangan kepercayaan. Perkermbangan pad anak usia infant menyerupai motorik agresif sanggup mengangkat kepala sambil berbaring terlentang, motorik halus minum dari cangkir dengan bantuan, perkembangan sensoris mengenali namanya sendiri, perkembangn kognitif memahami arti kata dan perintah sederhana, perkembangan bahasa bisa memakai kalimat satu kata. Akan tetapi pada klien dengan epilepsi akan memperlihatkan penurunan terhadap perkembangannya, anak mungkin akan menderita retradasi mental sehingga perkembangannya terhambat dan tidak sesuai dengan usianya.
2)    Riwayat imunisasi
       Merupakan hal-hal spesifik ihwal imunisasi (jenis, umur, dan usia diberikan imunisasi) serta reaksi yang tidak diharapkan. Bila anak belum mendapat imunisasi catat alasannya. Pada anak usia 9 bulan harus sudah mendapat imunisasi lengkap menyerupai lengkap menyerupai : BCG, Hepatitis 1, 2 dan 3, DPT 1,2, dan 3, Polio 1, 2, 3 dan campak. Dan pada usia sekolah wajib sudah mendapat imunisasi DTP (difteri, tetanus, dan pertusis), OPV (paksin polio oral), HBC (vaksin konjugat haemophilus influenza tipe B dan MMR : virus hidup measles (campak), mups (gondongan), dan rubella (campak jerman) dikombinasi dalam satu vaksin.
3)   Riwayat pemberian makan
       Menjelaskan ihwal pemberian ASI ekslusif atau pemberian PASI usia kurang dari 6 bulan dan kalau diberikan PASI sebutkan jenisnya serta pemberian makanan padat dari mulai usia 6 bulan.
d. Pemeriksaan Fisik
1)       Keadaan umum
                   Pada klien dengan epilepsi sewaktu dilakukan pengkajian, biasanya klien mengalami kejang dan kesadaran compos mentis. Tanda tanda vital Tidak terdapat kelainan.
2)      Antropometri
Pemeriksaan antropometri ditujukan untuk mengetahui berat badan, dan tinggi badan. Karena pada penderita apilepsi biasanya ada yang mengalami retradasi mental sehingga tak jarang tubuh anak tersebut pun mengalami kelainan, anak sanggup menjadi lebih pendek tubuhnya dibandingkan bawah umur seusianya.
3)      Pemeriksaan umum
a)   Kepala
       Pengkajian kepala mencakup : ukuran , kesimetrisan, distribusi rambut dan lingkar kepala. Pada klien dengan epileapsi biasanya klien mengeluhkan nyeri oleh lantaran adanya spasme atau pengutamaan pada tulang tengkorak akhir peningkatan TIK sewaktu kejang.
b)   Mata
  Pengkajian mata mencakup ketajaman penglihatan, gerakan ekstra ocular, kesimetrisan, penglihatan warna, warna konjungtiva, warna sclera, pupil, reflek cahaya kornea. Pada klien dengan epilepsi dikala terjadi serangan klien biasanya mata klien cenderung menyerupai melotot bahkan pada sebagian anak lensa mata sanggup terbalik sehingga pupil tidak Nampak.
c)   Hidung
Pengkajian hidung mencakup : fungsi penciuman, kesimetrisan, amati ukuran dan bentuk, kebersihan dan epitaksis. Pada penderita epilepsi jarang di temukan  kelainan pada hidung.
d)  Mulut
Pengkajian pada verbal mencakup : investigasi bibir terhadap warna, kelembaban, lesi, gusi, pengecap dan dalam palatum terhadap kelembaban, pendarahan, jumlah gigi dan tonsil. Pada penderita epilepsi biasanya ditemukan adanya kekakuan pada rahang.
e)   Telinga
Pengkajian pada indera pendengaran meliputi: hygiene, kesimetrisan, ketajaman pendengaran.
f)    Leher
Pengkajian pada leher mencakup : investigasi gerakan kepala ROM (Range Of Motion), pembengkakan dan distensi vena. Pada sebagian penderita epilepsi juga ditemukan kaku kuduk pada leher.
g)   Dada
               Pengkajian pada dada mencakup : kesimetrisan, amati jenis pernafasan,   amati kedalaman dan regularitas, suara nafas dan suara jantung.
h)   Abdomen
Pengkajian pada abdomen mencakup : investigasi warna dan keadaan    kulit abdomen, auskultasi bising usus, perkusi secara sistemik pada semua area abdomen, palpasi dari kuardan bawah keatas. Pada penderita epilepsi biasanya terdapat adanya spasme abdomen.
i)     Ekstermitas
Atas : pengkajian meliputi  : kesimetrisan, antara asisten dan kiri, kaji kekuatan ektermitas atas dengan menyuruh anak meremas jarinya. Pada penderita epilepsi biasanya terdapat acara kejang pada ekstermitas
Bawah : pengkajianya mencakup kesimetrisan antara kaki kanan dan kiri, kaji kekuatan ektermitas bawah. Pada penderita epilepsi biasanya terdapat acara kejang pada ekstemitas
j)     Genetalia
 Pengkajian pada genetalia mencakup ; investigasi kulit sekitar tempat anus terhadap kemerahan dan ruam, investigasi anus terhadap tanda-tanda fisura, hemoroid, polip, atresia ani.


 e. Pola kebiasaan sehari-hari
1)        Pola nutrisi
Pada pasien epilepsi biasanya ditemukan gangguan nutrisi, lantaran apabila klien mengalami serangan maka akan terjadi spasme pada susukan pencernaan, terjadi kekakuan pada otot rahang sehingga klien tidak sanggup mengunyah makanan dengan baik, hal ini sanggup mengganggu status nutrisi klien
2)        Pola eliminasi
Pada pasien epilepsi biasanya ditemukan gangguan teladan eliminasi, klien cenderung mengalami inkontinensia urin pasca serangan oleh lantaran adanya spasme pada susukan urogenital.
3)        Pola istirahat tidur   
Kaji teladan istirahat tidur klien, apakah terganggu atau tidak sehubungan dengan adanya kejang. Pada klien epilepsi biasanya teladan istirahat tidur terganggu lantaran adanya kejang.
4)        Pola acara dan latihan
Biasanya acara klien terbatas hanya di tempat tidur lantaran adanya kejang.
5)        Pola personal hygiene
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan frekuensi mandi, menyikat gigi, keramas, menggunting kuku sebelum sakit dan sesudah sakit, pengkajian ini efektif untuk mengetahui apakah ada perubahan yang signifikan pada acara personal hygiene klien dengan epilepsi sesudah terjadi serangan, dan apakah klien masih bisa melaksanakan acara personal hygiene dengan normal sesudah terjadi serangan epilepsi.
a.    Data psikososial
       Respon psiklogis klien dan orang bau tanah akhir hospitalisasi juga perlu dikaji supaya memudahkan dalam memilih intervensi. Hospitalisasi pada anak dan orang tua. Hospitalisasi ialah suatu keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit, hospitalisasi pada anak merupakan stresor bagi dirinya atau klien maupun keluarga. Adanya stress pada anak dan orang bau tanah disebabkan lantaran tidak mengerti mengapa harus dirawat di rumah sakit, dimana bagi anak merupakan lingkungan asing. Stresor hospitalisasi akan mencetuskan rasa tidak kondusif dan nyaman bagi anak dan keluarga, dimana keadaan ini  memacu anak untuk memakai mekanisme koping dalam menangani stress yang sanggup berkembang kearah krisis (Nursalam, 2001 : 17).
b.   Data perkembangan keluarga
       Dikaji sejauh mana perkembangan keluarga dikala klien dirawat di rumah sakit. Keluarga klien dengan epilepsi harus diikutsertakan atau dilibatkan dalam perawatan klien, keluarga perlu mengetahui ihwal status kesehatan anak, status perkembangan anak, lantaran pengetahuan tersebut efektif untuk memotivasi keluarga dalam perawatan klien dan pengetahuan tersebut juga efektif untuk mencegah injuri yang mungkin terjadi apabila perawatan dilakukan tidak intensif.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut (Gaffar, 1999 : 61-62) diagnosa keperawatan ialah pernyataan yang menjelaskan status atau problem kesehatan yang kasatmata atau potensial. Berdasarkan sifat problem kesehatan klien, diagnosa keperawatan dibedakan atas diagnosa keperawatan aktual, menggambarkan problem kesehatan yang sudah ada dikala ini atau yang telah ada pada dikala pengkajian.
       Diagnosa keperawatan  yang mungkin muncul pada klien epilepsi berdasarkan Donna L. Wong, 2003 : 576.
1.   Resiko tinggi cedera berafiliasi dengan tipe kejang.
2.   Resiko tinggi cedera hipoksia, dan aspirasi berafiliasi dengan acara motorik
3.  Resiko tinggi cedera berafiliasi dengan kerusakan kesadaran
   Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi berdasarkan Smeltzer C.Suzanne & Brenda G. Bare, 2001: 2207.
1.    Ketakutan yang berafiliasi dengan kemungkinan yang terjadi sesudah kejang
2.    Koping tidak efektif yang berafiliasi dengan stres akhir epilepsi
3.    Kurang pengetahuan ihwal epilepsi dan cara mengontrolnya berafiliasi dengan kurang informasi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi berdasarkan Doenges E. Marilynn.dkk, 2000: 262.
1.    Resiko tinggi terhadap syok penghentian pernafasan berafiliasi dengan kelemahan, kesulitan keseimbangan, keterbatasan kognitif, perubahan kesadaran, kehilangan koordinator otot besar atu kecil, kesulitan emosional.
2.    Resiko tinggi bersihan jalan nafas/pola nafas tidak efektif berafiliasi dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial, kerusakan persepsi/kognitif
3.    Gangguan harga diri/ identitas pribadi berafiliasi dengan stigma berafiliasi dengan kondisi, persepsi ihwal tidak terkontrol.
4.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan hukum pengobatan berafiliasi dengan keterbatasan kognitif, kegagalan untuk berubah.
3. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan  maka intervensi dan acara perawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah problem keperawatan klien. Tahap perencanaan keperawatan ialah memilih prioritas diagnosa keperawatan, penetapan target dan tujuan, penetapan kriteria, penilaian dan merumuskan intervensi keperawatan ( Gaffar, 1999 : 63)

       Rencana tindakan keperawatan berdasarkan (Donna L. Wong, 2003 : 577)
antara lain :
1. Resiko tinggi cedera berafiliasi dengan tipe kejang
a. Tujuan : Klien tidak mengalami cedera
b. Hasil yang diperlukan :
1) Klien bebas dari resiko cedera
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.      Diskusikan dengan orangtua dan anak mengenai acara yang sempurna untuk anak
2.      Dampingi anak selama aktivitas
3.      Anjurkan anak untuk melaksanakan mandi dengan shower


4.      Berikan pengertian pada orang terdekat dengan anak mengenai tunjangan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak tetapi meminimalkan resiko cedera 
1.     Anak dan keluarga sanggup menyutujui acara yang sempurna untuk anak yang mengurangi meminimalkan cedera
2.     Supaya anak terhindar dari cedera
3.     Mandi shower efektif untuk meminimalkan cedera yang mungkin terjadi dari pada anak mandi di bak, dan mandi shower juga mengeluarkan butiran air yang kecil sehingga sanggup memperlihatkan pijatan lembut pada punggung anak
4.     Agar orang terdekat mengerti mengenai cara membantu anak yang baik akan tetapi meminimalkan cedera.

2. Resiko tinggi cedera hipoksia, dan aspirasi berafiliasi dengan acara motorik
a. Tujuan : Klien tidak mengalami cedera dan aspirasi
b. Hasil yang diperlukan :
1) Klien tidak menandakan tanda-tanda cedera dan aspirasi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1. Hitung lamanya kejang
2. Lindungi anak selama kejang
3. Longgarkan pakaian

1.  Menghitung lamanya kejang
2. Efektif untuk melindungi anak selama fase kejang terjadi
3. Melonggarkan pakaian
3. Resiko tinggi cedera berafiliasi dengan kerusakan kesadaran
a. Tujuan : Klien tidak mengalami cedera dan tetap tenang
b. Hasil yang diperlukan :
1) Klien tidak mengalami cedera fisik dan tetap tenang
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1. Hitung lamanya kejang
2. Lindungi anak selama kejang
3. Lindungi anak sesudah kejang

1.  Menghitung lamanya kejang
2. Efektif untuk melindungi anak selama fase kejang terjadi
 3.  Melindungi anak sesudah kejang
Rencana tindakan keperawatan berdasarkan (Smeltzer C.Suzanne & Brenda G. Bare, 2001: 2207)
antara lain :
1. Ketakutan yang berafiliasi dengan kemungkinan yang terjadi sesudah kejang
a. Tujuan : Klien tidak mangalami ketakutan sesudah kejang berlangsung
b. Hasil yang diperlukan :
1) Klien bebas dari rasa takut yang akan dialami pasca serangan kejang epilepsi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.     Kolaborasi bersama klien dan keluarga dalam pelaksanaan mekanisme tindakan dan kepatuhan pengobatan yang baik untuk peningkatan kesehatan klien.
2.     Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti konvulsan secara rutin dan terus menerus





3.     Hindari semua faktor yang sanggup menimbulkan klien kejang menyerupai kondisi tegang, gangguan emosi, dan konsumsi alkohol, berikan acara sedang diselingi istirahat dan berikan klarifikasi pada klien bahwa mengkonsumsi anti konvulsan bukan merupakan suatu kebiasaan yang sanggup menimbulkan ketagihan.
1. Kepatuhan pengobatan yang dilakukan klien efektif untuk menurunkan resiko timbulnya kejang sehingga rasa takut yang akan dialami klien pasca kejang akan berkurang lantaran frekuensi kejangnya pun berkurang
2. Obat anti konvulsan tidak menimbulkan ketagihan konsumsi yang rutin tidak menimbulkan ketergantungan, akan tetapi konsumsi yang rutin disini dimaksudkan untuk mencegah serangan, dan memperlihatkan kenyamanan pada klien, serta menghilangkan rasa takut akan timbulnya serangan ulang. 
3. Menghindari semua faktor yang sanggup mencetuskan kejang bermanfaat dalam mencegah serangan ulang, dan bermanfaat untuk menghilangkan ketakutan yang mungkin timbul pasca serangan.
2.    Koping tidak efektif yang berafiliasi dengan stres akhir epilepsi
a. Tujuan :
b. Hasil yang diperlukan :
1) Koping individu pada klien efektif
2) Stress akhir epilepsi tidak terjadi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.      Bimbing klien untuk melaksanakan konseling terhadap andal syaraf



2.     Kaji koping yang dipakai dalam menghadapi stress sehubungan dengan epilepsi
3.     Berikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan klien dengan epilepsi
1.      Konseling sanggup membantu individu dan keluarga  untuk memahami kondisi dan keterbatasan yang diakibatkan oleh. epilepsi sehingga mengaktifkan koping yang baik pula.
2.      Jenis koping yang dipakai kuat terhadap stess yang mungkin terjadi akhir epilepsi.
3.      Pendidikan kesehatan sangat bermanfaat untuk menurunkan stress pada klien dan upaya untuk mengubah perilaku pasien dan keluarga terhadap penyakit itu sendiri

.
3.    Kurang pengetahuan ihwal epilepsi dan cara mengontrolnya berafiliasi dengan kurang informasi
a. Tujuan :
b. Hasil yang diperlukan :
1) Klien dan keluarga mengetahui ihwal ruang lingkup epilepsi dan keluarga serta klien mengetahui cara mengontrol epilepsi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.     Berikan klarifikasi kepada klien dan kelurga ihwal pentingnya mengetahui ruang lingkup epilepsi
2.     Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga klien mengenai ruang lingkup epilepsi dan cara mengontrol epilesi
3.     Evaluasi ihwal pendidikan kesehatan yang  diberikan pada klien dan keluarga klien
1.      Meyakinkan klien dan kelurga ihwal pentingnya mendapat pengetahuan  ruang lingkup epilepsi guna pencegahan serangan ulang
2.      Pendidikan kesehatan efektip untuk memperlihatkan informasi kepada klien ihwal epilepsi dan cara mengontrolnya
3.      Evaluasi yang dilakukan sesudah pendidikan kesehatan berkhasiat untuk mengetahui sejauh mana pemahaman klien ihwal epilepsi dan pemahaman ihwal cara mengontrol epilepsi
   
 Rencana tindakan keperawatan berdasarkan (Doenges E. Marilynn.dkk, 2000: 262)
antara lain :
1.    Resiko tinggi terhadap syok penghentian pernafasan berafiliasi dengan kelemahan, kesulitan keseimbangan, keterbatasan kognitif, perubahan kesadaran, kehilangan koordinator otot besar atau kecil, kesulitan emosional.
a. Tujuan :
b. Hasil yang diperlukan :
1)   Klien terhindar dari resiko tinggi penghentian pernafasan
2) Menurunkan resiko terjadinya kejang yang merupakan faktor pelopor dari penghentian jalan nafas

c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.     Gali gotong royong pasien stimulasi yang sanggup menjadi pelopor kejang




2.     Atur kepala, tempatkan diatas tempat yang empuk (lunak) atau bantu meletakan pada lantai kalau keluar dari tempat tidur

3.     Kolaborasi dalam pemberian obat anti epilepsi fenobarbital, diazepam, fenitoin, karbamazepin, klonazepam, asam valproat
1.     alkohol, dan aneka macam obat stimulasi lain, kondisi kurang tidur, lampu yang terlalu terang, menonton televisi yang terlalu lama, sanggup meningkatkan acara otak, dan selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang
2.      mengarahkan ekstermitas dengan hati-hati menurunkan resiko trauma  secara fisik ketika pasien kehilangan kontrol terhadap otot volunter pernafasan
3.      obat anti epilepsi maningkatkan ambang kejang dengan menstabilkan membran sel saraf, yang menurunkan eksitasi neuron atau melalui acara pribadi pada sistem limbik
.
2.    Resiko tinggi bersihan jalan nafas/pola nafas tidak efektif berafiliasi dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial, kerusakan persepsi/kognitif
a. Tujuan :
b. Hasil yang diperlukan :
1) Klien bebas dari gangguan nafas. (bersihan jalan nafas efektif, teladan nafas klien efektif).
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.      Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut, benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat yang lain kalau fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup kalau kejang terjadi tanpa ditandai tanda-tanda awal
2.      Kolaborasi dalam pemberian oksigen / ventilasi manual sesuai indikasi


3.      Anjurkan keluarga untuk meletakan
pasien dengan posisi miring pada permukaan datar, dan miringkan kepala selama serangan kejang
4.      Lakukan penghisapan/suction bila perlu
1.      Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda aneh ke faring



2.     Dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akhir dari sirkulasi yang menurunkan atau oksigen sekunder terhadp spasmevaskuler selama vaskuler
3.     Untuk meningkatkan alirkan sekret yang sanggup menyumbat jalan nafas



4.     Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia

3.    Gangguan harga diri/ identitas pribadi berafiliasi dengan stigma berafiliasi dengan kondisi, persepsi ihwal tidak terkontrol.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan hukum pengobatan berafiliasi dengan keterbatasan
a. Tujuan :
b. Hasil yang diperlukan :
1) Klien bebas dari rasa takut yang akan dialami pasca serangan kejang epilepsi
c. Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1. Diskusikan perasan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang di lakukan. Anjurkan untuk mengungkapkan/mengekspresikan perasaannya
2. Diskusikan referensi kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat
1.     Reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan/pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap hukum pengobatan.
2.      Kejang memiliki efek yang besar pada harga diri seseorang dan pasien/orang terdekat sanggup merasa berdosa atau keterbatasan penerimaan terhadap dirinya dan stigma masyarakat. Konseling sanggup membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien . Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melaksanakan implementasi ialah intervensi dilaksanakan sesuai dengan planning sesudah dilakukan validasi, penguasan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan ( Gaffar, 1999 : 65 ).
5. Evaluasi
Fase final dari proses keperawatan ialah penilaian terhadap asuhan keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan problem klien  sehingga sanggup diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan sanggup pada kriteria hasil intervensi keperawatan ( Gaffar, 1999 : 67 ).
6.                                                    Catatan Perkembangan
       Catatan perkembangan merupakan catatan ihwal perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada setiap problem yang ditemui pada klien, modifikasi planning dan tindakan mengikuti perubahan keadaan klien. Pada teknik ini catatan perkembangan sanggup memakai bentuk SOAPIER (Aziz Alimul Hidayat, 2002 : 44).
Komponen dalam catatan perkembangan :
S    :  Data Subjektif. Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan klien.
O   :  Data Objektif. Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A   :  Analisa. Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai dan dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisnya sanggup menguraikan hingga dimana problem yang ada sanggup diatasi atau adakah perkembangan problem gres yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
P    :  Perencanaan. Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan planning sebelumnya apabila keadaan atau problem belum teratasi dan menciptakan planning gres bila planning awal tidak efektif.
I     :  Implementasi. Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E   :  Evaluasi. Evaluasi berisi penilaian ihwal sejauh mana planning tindakan dan penilaian telah dilaksanakan dan sejauh mana problem pasien teratasi.

R   :  Reassesment. Bila hasil penilaian memperlihatkan problem belum teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, data objektif dan proses analisisnya.

Untuk Daftar Pustakanya Silahkan REQUEST di Kolom KOMENTAR, sertakan alamat Email,, Trimaksih

Sumber http://macrofag.blogspot.com