Wednesday, December 20, 2017

√ Tugsa Kisah Rakyat Wacana Kisah Singkat Sultan Hasanuddin

KISAH SINGKAT SULTAN HASANUDDIN

Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) ialah Raja Gowa ke-16 dan jagoan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia menerima embel-embel gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Makassar.
Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan

I Mallombasi, nama kecil dari Sultan Hasanuddin yang dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1631. Ayahnya berjulukan I Manuntungi Daeng Mattola, Karaeng Lakiung yang bergelar Sultan Malikussaid dan ibunya berjulukan I Sabbe To'mo Lakuntu, Putri darah biru Laikang ialah salah seorang istri Sultan Malikussaid. Sultan Hasanuddin atau I Mallombasi mempunyai seorang saudara wanita yang berjulukan I Sani atau I Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto Je'ne yang kemudian menjadi permaisuri Sultan Bima, Ambela Abul Chair Sirajuddin.




MASA KECIL SULTAN HASANUDDIN
Pada ketika kelahiran dan masa kecil I Mallombasi Sultan Hasanuddin Ayahnya belum menjadi raja Gowa. Sejak kecil Sultan Hasanuddin telah mengambarkan kelebihannya dari saudara-saudaranya yang lain. Kecerdasan dan kerajinannya dalam mencar ilmu sangat menonjol. Walaupun Hasanuddin ialah putra bangsawan, pada masa kecilnya sangat rendah hati dan perbuatannya selalu jujur. Dia sangat disayangi alasannya sifatnya itu. Pendidikannya di Pusat Pendidikan dan Pengajaran Islam di Mesjid Bontoala membentuk Hasanuddin menjadi perjaka yang beragama dan mempunyai semangat perjuangan.

Pada umur 8 tahun, Sultan Alauddin Mangkat sehabis memerintah selama 46 tahun. Hasanuddin merasa sangat murung sekali. Kemudian ayahnya yang mengantikan kakek Beliau menjadi raja Gowa ke-15. Beliau dilantik pada tanggal 15 Juni 1639. Mas cukup umur Hasanuddin diisi dengan kesibukan mencar ilmu dan bergaul dengan kawan-kawannya dan juga dengan putra-putra raja Bone yang waktu itu menjadi tawanan kerajaan Gowa

Pada usia 16 tahun Hasanuddin kerap kali hadir menyertai ayahnya dalam perundingan-perundingan penting. Dalam kesempatan itulah I Mallombasi Sultan Hasanuddin mulai mencar ilmu ilmu pemerintahan, diplomasi dan ilmu perang. Kecakapan dalam bidang ini sudah menonjol, Hasanuddin juga banyak menerima bimbingan dari ayahnya serta mangkubumi kerajaan Gowa Karaeng Pattingaloang tokoh yang paling besar lengan berkuasa dan cerdas. Pergaulan Hasanuddin tidak hanya dalam lingkungan darah biru istana dan rakyatnya, tetapi meluas kepada orang asing, melayu, b\portugis dan inggris yang pada ketika itu banyak berkunjung ke Makassar untuk berdagang.
Pada usia 20 tahun, Sultan Hasanuddin beberapa kali menjadi utusan mewakili ayahnya mengunjungi kerajaan nusantara yang bersahabat, membawa titah persatuan nusantara. Juga terutama pada daerah-daerah dalam adonan pengawalan kerajaan Gowa, Hasanuddin selalu menerima kiprah membawa amanat Raja Gowa yang tak lain ialah ayahnya sendri. Menjelang umurnya 21 tahun, Sultan Hasanuddin dipercaya untuk menjabat urusan Pertahanan Kerajaan Gowa dan banyak membantu ayahnya mengatur pertahanan guna menangkis serangan Belanda yang ketika itu mulai dilancarkan.




MASA PENDIDIKAN SULTAN HASANUDDIN
Lama sebelum Sultan Hasanuddin dilahirkan, Kerajaan Gowa ialah kerajaan yang besar. Pelabuhan Makassar ramai dikunjungi oleh para pedagang dari Portugis, Ingris dan Belanda. Pada masa Sultan Alauddin memerintah, Kerajaan Gowa telah tumbuh semangat persatuan nusantara dari kerajaan-kerajaan besar. Persahabatan bersahabat antara Raja Mataram di Pulau Jawa, Sultan Aceh di Sumatra, Sultan Ternate di Maluku, Sultan Banten di Jawa Barat dan lainnya.

Persaingan antara Portugis, Inggris, Spanyol dan Belanda menjadikan ketegangan-ketegangan keren aketiga bangsa penjajah itu masiing-masing mau memonopoli perdagangan rempah-rempah dari Maluku dan perdagangan di Malaka. Kekuatan armada perang Kerajaan Gowa sudah populer kemana-mana. Persahabatan dengan Ternate, Bima, Ambon dan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi dan Maluku memberi kewajiban kepada armada perang Kerajaan Gowa untuk melindungi kerajaan itu dari serangan penjajah.
Sultan Muhammad Said ayah dari Sultan Hasanuddin populer sebagai seorang raja yang berani, bijaksana, hormat kepada orang tua, tahu membalas kebijaksanaan serta tidak mebeda-bedakan antara darah biru dan orang kebanyakan. Pandai bergaul dengan sesamanya raja dan dipuji sebagai orang yang meperlakukan rakyatnya sebagai manusia. Dia bersahabat dengan Gubernur Spanyol di Manila, Raja Muda Portugis di Goa India, Presiden di Keling (Koromandel India), Saudagar di Masulipatan (India). Bersahabat dengan Raja Ingris, Raja Portugal, Raja Kastilia (Spanyol) dan dengan Mufti di Mekah. Mufti inilah yang mula-mula meberi gelar "Sultan Muhammad Said" Karena memang nama Arabnya ialah Malikussaid.


MASA PERJUANGAN SULTAN HASANUDDIN
Sultan Hasanuddin sebagai Raja Gowa memeliki kewajiban untuk kerajaan sahabat-sahabat bawahannya, mulai dari sepanjang pesisir Pulau Sulawesi hingga Maluku. Satu-satunya halangan Belanda untuk menguasai perdagangan di Maluku ialah Kerajaan Gowa dan armadanya. Selama lebih dari 200 tahun kedua armada ini telah saling menyerang. Belanda mempunyai kapal dan perlengkapan perang yang baik, sedangkan laskar dan pelaut armada Kerajaan Gowa mempunyai semangat juang yang tinggi dan tidak takut mati ini alasannya budaya siri' na pacce telah berakar dihati sanubari para p0juang Kerajaan Gowa dan Aru atau sumpah setia para prajurit Kerajaan Gowa.

Tahun 1645 ialah tahun yang penuh cobaan bagi Sultan Hasanuddin, belum cukup setahun menduduki tahta, Mangkubumi yang berani dan bijaksana I Mangngada' Cinna Karaeng Pattingaloang wafat. Cobaan ini tidaklah menyurutkan tekad Sultan Hasanuddin, Karaeng Karunrung Putra Karaeng Pattingaloang naik menggantikan ayahnya sebagai mangkubumi kerajaan Gowa.

Perang dua hari dengan pasukan Belanda pada April 1655 di Buton yang dipimpin pribadi oleh Sultan Hasanuddin. Benteng pertahanan Kompeni Belanda di Buton berhasil direbut dan 35 orang Belanda terbunuh dalam peperangan ini. Belanda menyadari bahwa perang dengan Sultan Hasanuddin telah menelan biaya yang dan kerugian yang besar, maka diutuslah duta ke somba opu mewakili gubernur jendral belanda di Batavia. Utusan itu berjulukan Willem Van der beek dan mendapatkan perjanjian tanggal 28 Desember 1655 yang berisi: "Pasukan Makassar yang berada di Maluku di tarik kembali, tukar menukar tawanan perang. Belanda berjanji, jikalau kerajaan Gowa berperang dengan salah satu bangsa maka kompeni Belanda tidak boleh ikut campur. Musuh Belanda bukanlah musuh Kerajaan Gowa".

Tahun 1657 Belanda mengutus lagi Willem Bastingh alasannya tidak bahagia melihat perdagangan antara Hitu, Seram dan Makassar berjalan lancar, alasannya ingin memonopoli perdagangan. Utusan itu membawa ultimatum yang bersifat mengancam kepada Sultan Hasanuddin. Ultimatum itu dibalas dengan surat yang juga bernada keras. Sultan Hasanuddin tidak mau menyerah. Semangatnya semakin membara, setiap benteng diperlengkapi. Kompeni Belanda menentukan perang, armada besar dipersiapkan 31 kapal perang dan 2700 tentara terlatih dipimpin oleh Johan van Dam dan dibantu oleh Johan Truytman. Peperangan ini berlangsung selama hampir 2 tahun lamanya. Pada tangal 12 Juni 1660 Benteng Panakkukang jatuh ketangan Belanda.

Dengan semangat lebih baik mati daripada mengalah kepada Belanda, pasukan Sultan Hasanuddin bertempur selama dua hari, lebih dari 2000 orang portugis diusir dari Makassar dan armadanya dihancurkan. Orang Portugis ini oleh Belanda dikirim ke Pulau Timor, dari kedua belah pihak berjatuhan banyak korban yang tewas dan luka.

Setelah itu gencatan senjata dilakukan. Perundingan tenang dilaksanakan. Karaeng Popo dan sejumlah darah biru kerajaan Gowa berangkat ke Batavia untuk berunding. Hasilnya, ialah sebuah perjanjian yang merugikan Kerajaan Gowa. Perjanjian itu berjulukan Perjanjian Batavia yang berisi:
1.  Makassar tidak boleh campur tangan soal Buton, Ternate dan Ambon.
2.  Banda, Buton, Maluku, Manado tidak boleh didatangi oleh orang-orang Makassar.
3.  Orang Portugis dihentikan berdagang di Makassar.
4.  Belanda Boleh Menetap di Makassar.
Sultan Hasanuddin terpaksa menanda tangani perjanjian itu,. Namun, perjanjian ini tidak berlangsung lama.

HASIL YANG DICAPAI
aja Tallo Sultan Harun Al Rasyid, Karaeng Lengkese, dan Arung Matowa Wajo tidak mendapatkan perjanjian Bungaya. Pasukannya ditarik, tekad mereka tetap. "Hanya Mayat yang sanggup menyerah". Karaeng Karunrung mendesak Sultan Hasanuddin membatalkan Perjanjian Bungaya. Akhirnya perang pecah kembali tanggal 21 April 1668. Karaeng Karunrung menyerang benteng Ujungpandang (Fort Rotterdam). Hari demi hari bulan demi bulan perang terus berkecamuk.

Dalam catatan buku harian Speelman tertulis antara lain: "Pertempuran berlangsung sengit. Banyak orang Belanda mati atau luka, Arung Palakka juga menderita luka. Setiap hari 7 atau 8 orang serdadu Belanda dikuburkan. Speelman jatuh sakit. 5 orang dokter, 15 pintar besi tewas. Tenaga pinjaman dari Batavia hanya 8 orang yang masih sehat. Dalam tempo 4 minggu, 139 orang mati dalam benteng Ford Rotterdam dan 52 orang tewas di kapal".

Sultan Hasanuddin memerintahkan untuk melaksanakan perbaikan kembali benteng yang rusak. Tanggal 5 Agustus 1668, Karaeng Karunrung membawa pasukannya menyerbu Fort Rotterdam. Pada serangan ini Arung Palakka nyaris tewas. Speelman meminta pinjaman dari Batavia. Pasukan dan peralatan perang dari Batavia tiba pada bulan April 1669. Meriam besar dibentuk dan larasnya diarahkan ke benteng Somba Opu. Parit-parit pertahanan ke benteng Somba Opu sudah dibuat, persiapan Belanda sudah matang.

Akhirnya pada tanggal 15 Juni 1669 pasukan Speelman menyerang benteng Somba Opu. Pertempuran berlangsung siang dan malam. Meriam Belanda menembakkan lebih 30.000 biji peluru ke benteng Somba Opu. Patriot kerajaan Gowa tetap memperlihatkan perlawanan yang gigih atas serangan Belanda dan hujan peluru.

Setelah perang selama selama 10 hari siang dan malam, maka pada tanggal 24 Juni 1669 seluruh benteng Somba Opu dikuasai Belanda. Tdak kurang 272 pucuk meriam besar dan kecil termasu meriam keramat "Anak Mangkasara" dirampas Speelman. Sultan Hasanuddin mundur ke benteng Kale Gowa di Maccini Sombala dan Karaeng Karunrung meninggalkan istananya di Bontoala mundur ke Benteng Anak Gowa.

Benteng Somba Opu kemudian diratakan dengan tanah, beribu-ribu kilo amunisi meledakkan benteng yang tebalnya 12 kaki ini. Udara merona merah dan tanah seakan gempa. Mayat-mayat bergelimpangan dimana-mana. Hangus dibakar ledakan mesiu dan api yang menjilat. Seluruh Istana Somba Opu dihancurkan.

Sultan Hasanuddin kalah perang, tetapi berdasarkan ratifikasi Belanda, pertempuran inilah yang paling dahsyat dan terbesar serta memakan waktu yang paling usang dari yang pernah dialami Belanda dibumi Nusantara waktu itu. Sultan Hasanuddin dan Pasukannya dijuluki "Ayam Jantan Dari Timur" alasannya semangatnya yang pantang mundur.

HARI TUA SULTAN HASANUDDIN
Setelah kekalahan yang diderita Kerajaan Gowa dan mundurnya Sultan Hasanuddin dari benteng Somba Opu ke benteng Kale Gowa, maka usaha Speelman memecah belah persatuan kerajaan Gowa terus dilancarkan. Usaha ini berhasil, sehabis diadakan "pengampunan umum". Siapa yang mau mengalah diampuni Belanda. Beberapa pembesar kerajaan menyatakan menyerah. Karaeng Tallo dan Karaeng Lengkese menyatakan tunduk pada Perjanjian Bungaya.
Sultan Hasanuddin sudah bersumpah tidak akan sudi bekerja sama dengan penjajah Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1669 Sultan Hasanuddin meletakkan jabatan sebagai Raja Gowa ke-16 sehabis selama 16 tahun berperang melawan penjajah dan berusaha mempersatukan kerajaan Nusantara. Sebagai penggantinya ditunjuk putranya I Mappasomba Daeng Nguraga Bergelar Sultan Amir Hamzah. Sesudah turun tahta, Sultan Hasanuddin banyak mencurahkan waktunya sebagai pengajar Agama Islam dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan dan persatuan.

Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 bertepatan dengan tanggal 23 Muharram 1081 Hijriah. Sultan Hasanuddin wafat dalam usia 39 tahun. Beliau dimakamkan disuatu bukit di pemakaman Raja-raja Gowa di dalam benteng Kale Gowa di Kampung Tamalate.

I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla'Pangkana telah tiada. Tetapi semangatnya tetap berkobar di dada setiap insan bangsa yang mendambakan perdamaian dan kebebasan di Bumi Pancasila ini.

Nama Sultan Hasanuddin awet dalam dada. Menghormati jasanya dengan mengabadikan namanya menjadi nama jalan pada hampir disetiap Kota di Nusantara. Universitas Hasanuddin sebagai salah satu universitas terkemuka di INdonesia bab Timur, mempergunakan namanya dan menggunakan lambangnya "Ayam Jantan Dari Timur". Komando Daerah Militer (KODAM) XIV Hasanuddin mengabadikan namanya dan menjadikan semboyannya "Abbatireng Ri Pollipukku" (setia pada Negeriku). Dan dengan keputusan Presiden RI No. 087/TK?tahun 1973 Tanggal 6 November 1973, Sultan Hasanuddin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, untuk menghargai jasa-jasa kepahlawanannya.




Sumber http://risalridwan.blogspot.com