Metafora Mati (Dead Metaphor) dan Metafora Hidup (Living Metaphor) – Pada dasarnya metafora termasuk ke dalam sebuah gaya bahasa yang sudah banyak digunakan dalam komunikasi bahasa. Metafora sendiri sanggup dipandang sebagai bentuk kreativitas penggunaan bahasa. Jadi, yang diharapkan yakni kreativitas dalam penggunaannya. Terdapat tiga dasar dalam penciptaan metafora. Pertama, berdasarkan persamaan (similary), persamaan dalam penciptaan metafora dimaksudkan bersifat tidak menyeluruh, melainkan hanya sebagian aspek saja.
Penciptaan metafora berdasarkan persamaan itu sanggup berkaitan dengan wujud fisiknya,atau dalam hal sebagian sifatnya atau karakternya, dan bahkan bisa pula berdasarkan persepsi seseorang. Kedua, berdasarkan kemiripan atau kesamaan aksara atau watak,yang dituliskan dengan sebagian antara dua term. Ketiga, berdasarkan dua term atas dasar presepsi. Hal ini biasanya terjadi dalam hal persepsi (daya tangkap, daya faham, dan daya merasakan) dari pencipta metafora.
Metafora Mati (Dead Metaphor) dan Metafora Hidup (Living Metaphor)
Metafora menjadi salah satu pembahasan yang luas untuk kalangan peneliti dibidang bahasa. Sebab, metafora sudah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat pengguna bahasa. Selain dipetahkan berdasarkan definisi dari kajian semantik dan pragmatik, serta mengetahui fungsi dari metafora itu sendiri. Metafora secara umum dibedakan antara metafora mati (dead metaphor) dan metafora hidup (living metaphor).
Menurut Subroto (2010: 128) Metafora mati (dead metaphor) adalah jenis metafora yang sudah membeku, sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam waktu yang usang dan terus-menerus. Jenis metafora yang menyerupai ini sudah terlalu klise, sudah tidak mempunyai lagi daya ekspresif, dan sudah membeku. Metafora mati juga biasanya ditadai oleh adanya keserupaan yang sangat jelas. Sehingga, pada metafora mati orang akan sanggup memahaminya lebih cepat, alasannya yakni sudah erat dalam pemakaian bahasa sehari-hari.
Seperti halnya yang dinyatakan oleh Larson (1984: 249) dalam Subroto (2010: 128), metafora yakni penggalan konstruksi idiomatic dalam leksikon sebuah bahasa. Maksudnya, metafora mati merupakan sesuatu yang bisa dipahami secara eksklusif tanpa melihat idomatic atau perbandingannya dalam bahasa.
Misalnya:
- Sampahnya menggunung
- Mengarungi samodra kehidupan
- Punggung bukit
- Kaki bukit
- Muka bukit
- Leher botol
- Bibir sumur
- Mulut botol
- Mulut goa
- Perut botol
Ciri lain dari Metafora
Melihat pola metafora mati di atas, sanggup diketahui bahwa ciri lain dari metafora jenis ini yakni jarak antara tenor dan wahana terlalu dekat atau sangat jelas. Sifat kreatif yang nampak dari metafora jenis ini juga sudah tidak tampak lagi, alasannya yakni sudah sering atau umum digunakan. Sebuah metafora yang tergolog jenis metafora “hidup” sanggup menjadi mati, jikalau sudah sering digunakan dalam berbahasa dikehidupan sehari-hari secara terus-menerus.
Selain metafora mati, ada juga metafora hidup (living metaphor). Menurut Subroto (2010:129) metafora hidup yakni metafora yang terutama terdapat dalam pemakaian bahasa yang benar-benar bersifat kreatif terutama dalam peciptaan karya sastra (puisi, novel, naskah drama), dalam penciptaan lagu-lagu, dalam bahasa humor atau lawak, dalam bahasa pers atau jurnalistik, dalam bahasa ilmu. Oleh alasannya yakni itu para penyair atau sastrawa, para pecipta lagu, para pelawak, para wartawan, para ilmuwan dan sebangsanya tergolong pemakai denga bahasa kreatif. Metafora hidup tergolong masih segar, hidup, dan kreatif.
Ada pun karakteristik dari metafora hidup yakni ditandai dengan adaya kesepadanan atau keserupaan antara tenor dan wahana yang bersifat perceptual, samar-samar, atau cultural. Degan karakteristik tersebut nampak bahwa metafora hidup masih belum terasa membeku, namun masih segar dan menunjukka kebaruan. Berikut pola dari tuturan metaforis pada puisi yang dimuat pada kompas (7-8-2011) beserta analisis dari tuturan metaforisnya.
- Bayangan apa yang berkelebat di tengah ladang?
Maknanya: Tuturan metaforis “bayangan” sesuatu yang tak bernyawa. Namun, dalam tuturan tersebut dinyatakan “dapat berkelebat”, seakan-akan bisa berkehendak sendiri sebagai manusia.
- Kepak gagak ataukah gerombolan pipit menggandakan maut.
Maknanya: Kata “maut” yakni sesuatu yang abstrak, hanya ada dalam bayangan atau angan-angan. Dalam tuturan tersebut “maut” diperlakukan sebagai sesuatu yang bisa berulah, bertindak atau bernyawa dan berkehendak sendiri sehingga “ulah atau perbuatannya” ditiru oleh gerombolan pipit.
- Membangun legenda dari tidurnya yang panjang
Maknanya: Kata “legenda” yang berarti dongeng, cerita, atau mitos diperlakukan sebagai makhluk yang bernyawa sanggup tidur yang kemudian dibangunkan.
- Ku bangkitkan rasa takutmudari rawa-rawa mimpi terpendam
Maknanya: Kata “rasa takut” sebagai angan-angan diperlakukan sebagai benda faktual yang sanggup dibangkitkan. Kata “rawa-rawa mimpi” kata “mimpi” dibayangkan sebgai hamparan air serupa rawa-rawa.
- Akan ku seduh buatmu bercangkir-cangkir kopi yang meletupkan planet muda.
Maknanya: Dapat dibayangkan “bercangkir-cangkir kopi yang masih panas” saat diseduh akan memunculkan letupan-letupan kecil. Letupan-letupan kecil dari kopi panas itulah yang disebut “planet muda”.
Demikianlah pembahasan kita mengenai Metafora Mati (Dead Metaphor) dan Metafora Hidup (Living Metaphor), biar artikel diatas sanggup menambah pengetahuan kita semua. Terimakasih 🙂
Sumber http://www.seputarpengetahuan.co.id