Tuesday, December 5, 2017

√ Kiprah Pkn Membangun Sistem Pendidikan

Senin, 12 Maret 2012
Paradigma pendidikan di masa depan yaitu pendidikan yang demokratis dan pendidikan yang demokratis hanya sanggup diwujudkan dalam masyarakat, bangsa dan negara yang juga demokratis. Demokrasi, termasuk demokrasi pendidikan, memang tidak menyembuhkan aneka macam penyakit pembangunan, termasuk untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, tetapi demokrasi memperlihatkan peluang terbaik bagi terlaksananya keadilan dan terhormatinya harkat dan martabat kemanusiaan. Pendidikan yang demokratis akan menghasilkan lulusan yang bisa berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan bisa mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan publik.

Sampai ketika ini, pendidikan yang demokratis masih merupakan impian yang belum terwujud. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 belahan III pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Namun dalam kenyataan masih terdapat fenomena pendidikan yang tidak demokratis, contohnya fenomena kurang memadainya kualitas proses dan produk pendidikan. Gambaran pendidikan ketika ini sanggup dijelaskan sebagai berikut:
·         Proses pendidikan didominasi oleh penyampaian informasi bukan pemrosesan informasi.
·         Proses pendidikan masih berpusat pada kegiatan mendengarkan dan menghafalkan, bukan interpretasi dan makna terhadap apa yang dipelajari dan upaya membangun pengetahuan.
·         Proses pendidikan masih didominasi oleh guru/dosen yang otoriter.
·         Selama ini siswa ditempatkan sebagai objek, belum menempati kedudukannya sebagai subyek, sehingga kurang ada peluang bagi siswa/mahasiswa untuk berkreasi, memberi kesempatan untuk menyebarkan dan memperlihatkan kemampuan yang beragam.

Bertitik tolak dari latar belakang problem tersebut, goresan pena ini membahas empat permasalahan, yaitu:
·         konsep demokrasi dari perspektif pendidikan,
·         hubungan antara pendidikan dan demokrasi,
·         cara mewujudkan demokrasi melalui pendidikan?
·         upaya membangun sistem pendidikan yang demokratis.


Demokrasi dalam Perspektif Pendidikan.

Demokrasi, secara etimologi, berasal dari bahasa Latin, dari akar kata demos yang berarti rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan, sehingga secara sederhana demokrasi sanggup diartikan sebagai kedaulatan ditangan rakyat. Secara terminologi, sebagaimana disampaikan Sparingga, demokrasi yaitu pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan eksklusif oleh mereka atau wakil-wakilnya yang dipilih lewat pemilihan bebas. Prinsip utama demokrasi adalah
·         kedaulatan di tangan rakyat,
·         pemerintahan berdasarkan persetujuan dari mereka yang diperintah,
·         kekuasaan mayoritas,
·         hak-hak minoritas,
·         jaminan hak-hak azasi manusia,
·         pemilihan yang bebas dan jujur,
·         persamaan di depan hokum,
·         proses aturan yang wajar,
·         pembatasan pemerintahan secara konstitusional,
·         pluralisme dalam aspek sosial ekonomi dan politik,
·         (k)nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.
Bagaimana konsep demokrasi dalam perspektif pendidikan? Demokrasi intinya mengakui setiap warga negara sebagai pribadi yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Demokrasi memperlihatkan kesempatan yang luas bagi pelaksanaan dan pengembangan potensi masing-masing individu tersebut, baik secara fisik maupun mental spiritual. Demokrasi juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Karena itu, pendidikan yang demokratis yaitu pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai individu yng unik berbeda satu sama lain dan mempunyai potensi yang perlu diwujudkan dan dikembangkan semaksimal mungkin. Untuk itu pendidikan yang demokratis harus memperlihatkan treatmen berbeda kepada target didik yang berbeda sesuai dengan karakteristik masing-masing. Pendidikan yang demokratis juga menuntut partisipasi aktif peserta didik bersama guru dalam merencanakan, menyebarkan dan melakukan proses belajar-mengajar. Partisipasi orang bau tanah dan masyarakat juga amat penting dalam merancang, menyebarkan dan melakukan proses pendidikan tersebut.

Demokrasi, dalam lingkup pendidikan, yaitu akreditasi terhadap individu peserta didik, sesuai dengan harkat dan martabat peserta didik itu sendiri, alasannya demokrasi yaitu alami dan manusiawi. Ini berarti bahwa penelitian pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan harus mengakui dan menghargai kemampuan dan karakteristik individu peserta didik. Tidak ada unsur paksaan atau mencetak siswa yang tidak sesuai dengan harkatnya.

Dengan demikian, demokrasi berarti sikap saling menghargai, saling menghormati, toleransi terhadap pihak lain termasuk pengendalian diri dan tidak egois. Dalam proses pendidikan, semua pihak yang terkait menyadari akan alam atau atmosfir yang bernuansa saling menghargai tersebut, yaitu antara guru dengan guru, antara guru dengan siswa dan antara guru dengan pihak-pihak anggota masyarakat termasuk orang bau tanah dan lain-lain. Ini berarti bahwa dalam semangat demokrasi seorang harus tunduk kepada keputusan bersama atau akad bersama. Tidak terjadi keharusan penerimaan tanpa unsur paksaan, tetapi akad bersama yang akan menjadi sikap mereka semua. Dengan kata lain, seseorang mendapatkan keputusan bersama dengan rasa nrimo alasannya menomerduakan kepentingan pribadi dan tunduk kepada tuntutan kesejahteraan umum .
Demokrasi dalam pendidikan dan pembelajaran memakai pengertian equal opportunity for all. Artinya, anak didik menerima peluang yang sama dalam mendapatkan kesempatan dan perlakuan pendidikan. Guru memperlihatkan kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk mengikuti setiap kegiatan pendidikan.



Hubungan Pendidikan dan Demokrasi.

Dalam kaitan antara pendidikan dan demokrasi terdapat dua pendapat yang saling bertentangan. Pertama, muncul di lingkungan penganut paham demokrasi liberal yang menentang sekolah dijadikan sebagai instrumen sosialisasi politik yang menguntungkan penguasa. Sebab, pendidikan akan menghasilkan lulusan yang tidak mempunyai kemandirian dan cenderung menjadi robot. Menurut kelompok ini pendidikan harus ditempatkan sebagai instrumen untuk menyebarkan tabiat demokratis, meningkatkan daya kritis, mendorong semangat untuk mengejar pengetahuan dan senantiasa menjunjung harkat dan martabat manusia. Kedua, menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu instrumen untuk menyebarkan kesadaran, sikap dan sikap politik dengan harapan siswa menjadi warga masyarakat yang baik. Dalam pandangan ini pendidikan sebagai alat sosialisasi politik merupakan kenyataan yang tidak perlu dipungkiri lagi. Dewasa ini tidak ada satupun negara yang tidak memakai pendidikan sebagai instrumen sosialisasi politik, bahkan di Barat (AS) sekalipun yang dianggap sebagai jagoan Demokrasi dan HAM. Mereka tetap menjadikan pendidikan sebagai alat indoktrinasi politik. Dalam buku-buku teks Civics selalu ditekankan bahwa sistem kapitalitas paling baik dan sistem lain jelek. Demikian juga dalam setiap buku diuraikan bahwa kehidupan negara-negara sedang berkembang masih sangat terbelakang.

Demokrasi dan pendidikan, sesungguhnya, saling berkaitan satu sama lain dan mempunyai bubungan timbal balik. Misalnya: pendidikan bila dimaknai suatu proses pemberian untuk menyebarkan seluruh potensi peserta didik, maka pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis (sering disebut dengan istilah demokrasi pendidikan). Pendidikan yang demokratis mempunyai ciri adanya suasana mencar ilmu yang berkemampuan optimal menumbuhkan potensi peserta didik untuk tujuan tertentu. Begitu juga sebaliknya, biar nilai-nilai demokrasi (hak-hak asasi), kebebasan, keadilan, persamaan dan keterbukaan) sanggup dipahami dan mempunyai peserta didik, maka perlu pendidikan. Pendidikan tersebut berfungsi menanamkan nilai-nilai demokrasi kepada peserta didik (pendidikan demokrasi atau pendidikan perihal demokrasi).


Mewujudkan Demokrasi Lewat Pendidikan.

Pendidikan mempunyai cakupan luas, jalur sekolah, luar sekolah dan keluarga. Pendidikan sekolah sendiri terdiri atas jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Untuk mewujudkan demokrasi dalam dan lewat sekolah, berdasarkan John Dewey, sekolah harus menjalankan tiga fungsi berikut,
·         sekolah harus memperlihatkan lingkungan yang disederhanakan dari kebudayaan kompleks yang ada, yaitu dipilih dari segi mendasar yang sanggup diserap oleh remaja,
·         sekolah sejauh mungkin mengeliminasi segi-segi yang tidak baik dari lingkungan yang ada, meniadakan hal-hal yang remeh dan tak mempunyai kegunaan dari masa lampau dan menentukan yang terbaik dan memungkinkan bawah umur menjadi warga negara yang lebih baik dan membentuk masyarakat masa depan yang lebih maju dan sejahtera,
·         sekolah hendaknya menyeimbangkan aneka macam unsur dalam lingkungan sosial serta mengusahakan biar masing-masing individu menerima kesempatan untuk melepaskan dirinya dari keterbatasan-keterbatasan kelompok sosial dimana ia lahir.
Konsep tersebut sesuai dengan paradigma pendidikan sistematik organik yang menyatakan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan harus mempunyai empat ciri sebagai berikut:
·         Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran daripada mengajar,
(2) Pendidikan diorganisir dalam struktur yang fleksibel,
·         Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai karakteristik khusus dan berdikari dan
·         Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.

Dengan demikian, perwujudan sekolah yang mensosialisakan paham dan sikap demokratis, menyerupai ditulis Zamroni, sanggup dikaji berdasar empat aspek:
·         aspek status siswa, berorientasi pada pendidikan modern yang mempunyai perkiraan bahwa pendidikan berlangsung dari lahir hingga mati. Artinya, sekolah yaitu kehidupan itu sendiri dan sebaliknya kehidupan itu yaitu sekolah atau pendidikan. Karena itu, sekolah merupakan kehidupan riel siswa itu sendiri bukan tempat mempersiapkan siswa bagi kehidupan mendatang. Hal ini sesuai dengan pendapat John Dewey sebagaimana dikutip Zamroni, school is not preparation for life but life itself (sekolah bukan bekal untuk hidup tetapi kehidupan itu sendiri). Implikasi dari orientasi ini yaitu anak didik merupakan subyek dalam proses pendidikan. Kehidupan sosial siswa merupakan sumber transformasi kehidupan. Peran penting dalam proses pendidikan bukan terletak pada mata pelajaran yang diberikan, melainkan terletak pada acara sosial siswa sendiri. Orientasi pendidikan modern ini memperlihatkan pengutamaan dan tempat berkembangnya kreativitas, kemandirian, toleransi dan tanggung jawab siswa.
·         aspek fungsi guru: yaitu bahwa guru sebagai fasilitator dan motivator. Fungsi guru ini akan muncul bila siswa berstatus sebagai subyek dalam proses pendidikan, alasannya sebagai fasilitator dan motivator guru akan lebih banyak bersifat tut wuri handayani dengan memperlihatkan dorongan dan motivasi biar siswa sanggup memperluas kemampuan pandang untuk menyebarkan aneka macam alternatif dalam acara kehidupan dan memperkuat kemauan untuk mendalami serta menyebarkan apa yang telah dipelajari dalam proses pendidikan.
·         Dimensi Materi Pendidikan: yaitu materi pendidikan bersifat problem oriented, guru memberikan materi pengajaran berangkat dari problem riel yang dihadapi siswa dan lingkungan masyarakatnya. Dengan demikian materi yang bersifat teoritis akan dihubungkan dengan realitas kehidupan siswa. Guru dituntut berperan aktif, kreatif dan berani membawa isue-isue kontroversial ke dalam proses mencar ilmu mengajar. Adapun para siswa menerima kesempatan untuk mendiskusikan isue-isue yang sensitif tersebut.
·         Dimensi Manajemen Pendidikan: yaitu administrasi yang bersifat desentralisasi yaitu kebijakan pendidikan lebih banyak ditentukan pada level daerah, level sekolah dan level kelas. Dengan desentralisasi ini kreativitas dan daya inovatif guru sangat diperlukan. Dimensi administrasi yang bersifat desentralisasi diterapkan apabila dimensi siswa sebagai subyek pendidikan, fungsi guru sebagai dinamisator dan fasilitator dan materi pengajaran bersifat problem oriented.
Orientasi pendidikan dengan keempat aspek yang dikemukakan Zamroni tersebut akan mewujudkan praktek pendidikan yang demokratis dan akan menghasilkan lulusan individu yang demokratis, kreatif, tolerans dan mandiri. Ciri-ciri lulusan semacam ini akan sangat berperan mewujudkan masyarakat demokratis.

Membangun Sistem Pendidikan Demokratis.
Impian pendidikan berkualitas hanya sanggup diwujudkan dalam alam demokrasi pendidikan dan demokrasi pendidikan hanya sanggup diwujudkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Namun, kenyatannya kehidupan yang demokratis masih lebih merupakan keinginan daripada kenyataan .
Konsep sistem pendidikan yang demokratis terkait dengan bagaimana pendidikan tersebut disiapkan, dirancang dan dikembangkan sehingga memungkinkan terwujudnya ciri-ciri atau nilai-niklai demokrasi. Ini juga bersifat umum dalam arti mengemas sistem pendidikan dengan seluruh komponen, yaitu kurikulum, materi pendidikan, sarana prasarana, lingkungan siswa, guru dan tenaga pendidikan lainnya, proses pendidikan dan lainnya. Bisa juga bersifat khusus yaitu pengemasan komponen-komponen tertentu dari sistem pendidikan tersebut mislanya bagaimana kurikulum atau materi pelajaran atau proses mencar ilmu mengajar dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan dan memungkinkan terbentuknya nilai-nilai demokrasi.
Dalam menyebarkan sistem pendidikan yang demokratis di Indonesia, perlu memperhatikan tujuh butir yang merupakan prinsip-prinsip dalam prosedur-prosedur yang demokratis dan mencerminkan pandangan serta jalan hidup demokratis yang diinginkan. Tujuh butir tersebut:
·         mengutamakan kepentingan masyarakat,
·         tidak memaksakan kehendak kepada orang lain,
·         mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama,
·         musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan,
·         memiliki i'tikad baik dan rasa tanggung jawab mendapatkan dan melakukan hasil keputusan musyawarah,
·         musyawarah yang dilakukan dengan nalar sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur,
·         keputusan yang diambil harus sanggup dipertanggung-jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat insan serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
·         Sistem pendidikan yang demokratis tersbeut perlu diperjelas secara makro di tingkat nasional yang berlaku untuk seluruh Indonesia atau tingkat mikro di lingkungan sekolah atau kelas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun sistem pendidikan yang demokratis sebagaimana yang dinyatakan Sadiman, sebagai berikut:
1. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga sanggup memperlihatkan ruang gerak bagi sekolah/daerah tertentu untuk menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setempat tanpa harus kehilangan orientasi nasional dan global. Kurikulum juga harus menggariskan adanya mata pelajaran-mata pelajaran yang menggiring suasana demokratis dalam proses mencar ilmu mengajar dan pada gilirannya sanggup menanamkan nilai-nilai demokratis pada diri anak didik.
·         2. Tidak ada keharusan bagi sekolah atau forum pendidikan untuk memakai materi mencar ilmu tertentu. Idealnya diberi kebebasan menentukan sendiri materi mencar ilmu (buku dan media) yang mereka nilai baik. Bahan mencar ilmu sendiri juga harus dikemas dengan mengakui bahwa setiap siswa berbeda satu sama lain dengan kelebihan dan kekurangannya memungkinkan adanya interaksi aktif dan menempatkan target didik sebagai subyek bukan obyek pendidikan.
·         3. Sarana prasarana pendidikan pun harus menunjang terwujudnya nilai-nilai demokrasi dalam praktek pendidikan atau mencar ilmu mengajara sehari-hari. Misalnya: ruang kelas dengan meja kursi dingklik tidak kaku tetapi mempunyai fleksibilitas yang tinggi, perpustakaan mempunyai koleksi warna-warni yang tidak saja memotivasi siswa untuk mengunjungi dan membaca tetapi juga memperlihatkan alternatif pilihan sumber belajar. Perpustakaan, baik perpustakaan kelas maupun perpustakaan sekolah hendaknya menjadi belahan yang menyatu dengan proses mencar ilmu mengajar di kelas. Sebagai individu anak hendaknya mempunyai aneka macam kebutuhan, maka sekolah atau forum pendidkan haruslah bisa memperlihatkan lingkungan mencar ilmu yang bisa memenuhi kebutuhan biologis (makanan, minuman, rasa kondusif dan tempat istirahat), kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial (komunikasi dan interaksi dengan sesama manusia).
·         4. Sebagai komponen sistem pendidikan, guru harus bersikap demokratis. Guru harus bisa mendapatkan perbedaan, menghargai pendapat siswa tidak memaksakan kehendak, merasa paling tahu dan membuat suasana mencar ilmu yang demokratis. Peran guru bukan sebagai satu-satunya sumber mencar ilmu alasannya telah/makin banyak sumber mencar ilmu lain di sekitar kehidupan anak.
·         5. Proses pendidikan atau mencar ilmu mengajar hendaknya mencerminkan nilai-nilai demokrasi.
Berkaitan dengan konsep kelima, Arief S. Sadiman menjelaskan bahwa proses pembelajaran yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi yaitu sebagai berikut:
·         Menempatkan anak didik sebagai individu yang unik. Mereka mempunyai minat, bakat, efisiensi alat indra, kecerdasan, cara merespon pelajaran yang diberikan, ketrampilan dan sikap berbeda satu sama lain sehingga perlu diberikan treatmen yang berbeda. Proses pendidikan hendaknya bisa membuat konsep diri yang positif pada anak didik. Masing-masing anak harus merasa sanggup, kondusif dan menemukan tempatnya masing-masing di dalam masyarakat sekolah. Tidak ada anak yang unknown semua baik yang pintar maupun yang lemah semua menerima perhatian.
·         Pembelajaran hendaknya bersifat individual dalam arti tiap siswa mendapatkan cara penanganan sesuai dengan huruf masing-masing. Apabila hal ini masih sulit dilakukan maka bisa ditempuh cara pengelompokan siswa berdasarkan prestasi “acheivement grouping”. Kelompok ini bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan masing-masing individu. Strategi ini dimaksudkan memberi kesempatan pada anak untuk meningkatkan diri sejalan dengan kecepatan belajarnya.
·         Sebagai konsekuensi dari pembelajaran individual tersebut perlu diterapkan sistem maju berkelanjutan “continuous progress”. Pelaksanaan sistem ini memungkinkan siswa menuntaskan pendidikan lebih cepat, lebih lambat atau sempurna pada waktunya. Sistem maju berkelanjutan membuka peluang secara luas bagi perkembangan pribadi anak alasannya anak sanggup maju tanpa hambatan, kelas atau tingkatan tidak lagi merupakan barrier untuk terus maju. Sistem ini tidak saja akan menguntungkan anak, akan tetapi juga bisa menjadi pemicu peningkatan atau percepatan-achievement.
·         Demokrasi menghargai kebebasan individu untuk mengekspresikan diri namun tetap menghargai norma dan etika. Proses pendidikan di sekolah bisa mewujudkan hal ini dengan sengaja dan memperlihatkan paling tidak satu jam mencar ilmu bebas “independent study” setiap minggunya. Dalam pelajaran ini anak mencar ilmu bertanggungjawab atas kebebasan yang diberikan. Dengan memakai perpustakaan dan sumber mencar ilmu lain, anak mencar ilmu mengarahkan diri, menolong diri, disiplin dan mengontrol diri. Dengan mencari kesibukan yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan masing-masing anak berusaha memenuhi kebutuhan. Pelajaran ini juga melatih siswa menghargai waktu, menyebarkan kemampuan anak untuk mengarahkan diri (self direction), mendisiplinkan diri (self discipline), menguasai diri (self control), menolong diri sendiri (self help), mengandalkan diri (self reliance) dan menyibukkan diri (self activity).
·         Untuk menetralisir tumbuhnya sikap individualistis perlu disiapkan pelajaran kelompok. Proses mencar ilmu dalam kelompok ini tidak saja membina sikap toleransi anak tetapi juga memberi kesempatan untuk mengadakan interaksi sosial, mencar ilmu bahwa masih ada orang di luar diri sendiri, bersikap terbuka terhadap perubahan dan saling membantu.
·         Proses mencar ilmu mengajar harus memberi kesempatan anak didik untuk mengekspresikan dirinya baik lesan maupun tertulis. Untuk metodologi pembelajaran yang dipilih harus memungkinkan hal tersebut. Misalnya: diskusi, seminar, observasi, eksperimen perorangan maupun kelompok dan sebagainya. Pelajaran mengarang yang sementara ini diabaikan alasannya berat dalam mengoreksi justru harus ditingkatkan dan diperhatikan. Tata krama secara lesan dan tertulis harus dipelajari anak. Dalam kaitan ini terasa penting perpustakaan yang terpadu dengan proses mencar ilmu mengajar di kelas.
·         Peran serta aktif anak didik tidak saja digalang dalam proses mencar ilmu mengajar di sekolah maupun di rumah, tetapi juga tetapkan tata tertib atau aturan yang harus ditaati sendiri. Juga dalam kegiatan menyerupai mengelola majalah sekolah. Ini terperinci merupakan cerminan hidup demokratis.
·         Grafik prestasi kelas dan grafik prestasi pribadi yang dipasang di kelas memperlihatkan posisi masing-masing anak dalam mata pelajaran tertentu. Keterbukaan ini mengajarkan pada anak kejujuran untuk mengakui kelemahan atau kekurangan diri dan kekurangan atau kelebihan orang lain sekaligus memotivasi anak untuk meningkatkan diri dan motivasi berprestasi.
·         Evaluasi dalam pendidikan yang demokratis tidak hanya menilai prestasi siswa tetapi juga menilai kinerja para guru/pendidik dan sistem secara keseluruhan. Guru hendaknya berjiwa besar atau berlapang dada untuk mendapatkan evaluasi dari siswa dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan di forum tersebut.

Kesimpulan.
1.    Makna demokrasi dalam pendidikan mengandung unsur kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab. Kemandirian untuk menyebarkan kepercayaan diri sekaligus kesadaran akan keterbatasan kemampuan individu sehingga bekerja sama dengan individu lain merupakan keharusan dalam kehidupan masyarakat. Kebebasan mempunyai makna perlu dikembangkan visi kehidupan yang bertumpu pada kesadaran akan pluralitas masyarakat, bukan hanya mementingkan invidu atau kelompok dan menjadikan konflik. alasannya itu kebebasan harus diiringi dengan rasa tanggung jawab.
2.    Demokrasi dan pendidikan merupakan dua istilah yang saling berkaitan satu sama lain alasannya nilai demokrasi untuk difahami dan dimiliki masyarakat harus melalui pendidikan, begitu juga sebaliknya biar pendidikan sanggup menghasilkan lulusan yang mempunyai kemandirian, daya kritis, dinamis, tabiat demokratis dan senantiasa menjunjung harkat dan martabat manusia, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan demokrasi.
3.    Indikator forum pendidikan yang demokratis yaitu
o   manajemen pendidikan bersifat desentralisasi yaitu kebijakan pendidikan lebih banyak ditentukan pada level daerah, level sekolah dan level kelas;
o   materi pendidikan bersifat problem oriented, dimana guru memberikan materi pengajaran berangkat dari problem riel yang dihadapi siswa dan lingkungannya dengan pendekatan konstruktivistik;
o   Siswa merupakan subyek dalam proses pendidikan (peserta didik) dan
o   guru sebagai fasilitator, dinamisator dan motivator yang lebih banyak bersifat tutwuri handayani dengan memperlihatkan motivasi kepada siswa untuk menyebarkan kemandiriannya, kreativitasnya dan toleransinya.

4.    Dalam membangun sistem pendidikan yang demokratis di Indonesia melibatkan seluruh pelaku pendidikan dalam mempersiapkan, merancang dan menyebarkan forum pendidikan yang berlandaskan prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi Pancasila. Nilai demokrasi harus menempel pada seluruh komponen pendidikan yaitu nilai demokrasi menempel pada guru, peserta didik, kurikulum, sarana pendidikan, proses pendidikan dan lingkungan pendiidkan. 

Sumber http://risalridwan.blogspot.com