Wednesday, August 16, 2017

√ Askep Atsma (Asma Bronchiale) Pada Anak


BAB I
PENDAHULUAN
1.       Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada anak dengan angka rawat inap yang tinggi. Dimana asma merupakan kelainan yang kompleks dengan banyak factor berperan dalam patogenesisnya. Oleh lantaran itu, tidak gampang untuk menciptakan definisi secara sederhana yang memuaskan semua pihak. Para perumus Konsensus Nasional Asma Anak 2002, mendefinisikan asma sebagai mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik seebagai berikut; timbul secara episodic, cenderung pada malam / dini hari (nocturnal), musiman, sesudah aktifitas fisik serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien dan / keluarga.
Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan tugas faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor.  Jumlah prevalensi asma di seluruh dunia diperkirakan 7,2% (10% pada anak-anak) dan bervariasi antara negara. Prevalensi Asma di Indonesia menurut penelitian pada tahun 2002 pada anak usia 13-14 tahun ialah 6-7%. Prevalensi asma bervariasi dalam aneka macam penelitian di seluruh dunia, antara lain dipengaruhi oleh definisi asma yang digunakan oleh peneliti dan metode dalam melaksanakan penelitian. Penelitian yang didapat dengan memakai kuesioner umumnya lebih rendah dari pada prevalensi yang diperoleh dalam penelitian klinik. Faktor lain yang menghipnotis ialah keadaan geografis dan lingkungan serta ras. Prevalensi asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.
Penyakit ini sanggup timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak. Asma sanggup bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi sanggup bersifat menetap dan mengganggu acara bahkan kegiatan harian. Pedoman nasional asma anak di dalam batasan operasionalnya menyepakatinya kecurigaan asma apabila anak memperlihatkan tanda-tanda batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, sesudah acara fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien atau keluarganya.
Menurut jurnal perihal “Karakteristik Asma Pada Anak yang Rawat Inap di RS Prof. R.D Kandouw Malalayang Manado” bahwa prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di Negara maju maupun Negara dalam berkembang. Oleh demikian, maka semakin memacu dunia kesehatan khususnya keperawatan dalam berbagi ilmu pengetahuan dan pelaksanaan dalam membantu acara pemerintah dengan upaya mengurangi angka kesakitan terutama asma pada anak di Indonesia.
2.       Tujuan
Mahasiswa Mampu mengidentifikasi teori dan konsep penyakit asma pada anak dan bisa mengintegrasikannya dalam asuhan keperawatan sesuai standard.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.      Pengertian
Asma bronchial ialah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial ialah suatu penyakit dengan  ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus terhadap aneka macam rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya sanggup berubah-ubah baik secara impulsif maupun hasil dari pengobatan.

B.      Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
1.       Faktor Predisposisi
-          Genetik
Yang diturunkan ialah talenta alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya memiliki keluarga erat yang juga menderita penyakit alergi.Karena adanya talenta alergi ini, penderita sangat gampang terkena penyakit asma bronkhial bila terpapar dengan faktor pencetus.
2.       Faktor Presipitasi
-          Alergen
Alergen sanggup dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a)      Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b)      Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: masakan dan obat-obatan
c)       Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam tangan.
-          Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang hirau taacuh sering menghipnotis asma.Kadang-kadang serangan bekerjasama dengan musim, menyerupai ekspresi dominan hujan, ekspresi dominan kemarau, ekspresi dominan bunga.Hal ini bekerjasama dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.

-          Stress
Stress/gangguan emosi sanggup menjadi penggagas asma dan memperberat serangan asma yang sudah ada.Penderita diberikan motivasi untuk menuntaskan problem pribadinya lantaran bila stressnya belum diatasi maka tanda-tanda asmanya belum bisa diobati.
-          Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan menerima serangan juka melaksanakan acara jasmani atau olahraga yang berat.lari cepat paling gampang menimbulkan serangan asma.

C.      Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial sanggup diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1.       Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor penggagas yang spesifik, menyerupai debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur.Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2.       Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, menyerupai udara hirau taacuh atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan sanggup bermetamorfosis bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3.       Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum.Asma ini memiliki karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

D.      Patofisiologi
1.       Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap materi iritasi dan stimulus lain.
2.       Dengan adanya materi iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan akhir ikatan IgE dan antigen mengakibatkan pengeluaran histamin dan zat perantara lainnya. Mediator tersebut akan memperlihatkan tanda-tanda asthma.
3.       Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi sanggup berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih usang ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa ahad atau bulan.
4.       Astma juga sanggup terjadi faktor pencetusnya lantaran latihan, kecemasan, dan udara dingin.
5.       Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini mengakibatkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan sanggup menimbulkan distres pernafasan
6.       Anak yang mengalami astma gampang untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi lantaran edema pada jalan nafas.Dan ini mengakibatkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan sanggup menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
Alergen, Infeksi, Exercise (Stimulus Imunologik dan Non Imunologik)
Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan pertolongan sel T helper
IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di jalan napas
Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit
Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi dan melepaskan perantara radang ( histamin )
Peningkatan permeabilitas kapiler ( edema bronkus )
Kontraksi otot polos secara pribadi atau melalui persarafan simpatis ( N.X )
Hiperresponsif jalan napas
Astma

Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola nafas bekerjasama dengan bronkospasme, edema mukosa dan meningkatnya produksi sekret.
Fatigue bekerjasama dengan hypoxia meningkatnya perjuangan nafas.
Kecemasan bekerjasama dengan hospitalisasi dan distress pernafasan
Resiko kurangnya volume cairan bekerjasama dengan meningkatnya pernafasan dan menurunnya intake cairan
Perubahan proses keluarga bekerjasama dengan kondisi kronik
Kurangnya pengetahuan bekerjasama dengan proses penyakit dan pengobatan
E.       Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pasien asma ialah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan tanda-tanda klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan investigasi fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor penggagas baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru memperlihatkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien sesudah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru memperlihatkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan gampang diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma intinya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat sanggup timbul tanda-tanda menyerupai :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran

F.       Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1.       Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak memperlihatkan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan sanggup digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2.       Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akhir penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akhir pernafasan yang sangat dangkal.
3.       Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4.       Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya paru.
5.       Emfisema adalah penyakit yang tanda-tanda utamanya ialah penyempitan (obstruksi) saluran nafas lantaran kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

G.     Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:
1.       Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
2.       Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang sanggup mencetuskan serangan asma
3.       Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma. Meliputi pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.
-       Pengobatan
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1)      Pengobatan non farmakologik
a.       Memberikan penyuluhan
b.      Menghindari faktor pencetus
c.       Pemberian cairan
d.      Fisioterapi
e.      Beri O bila perlu
2)      Pengobatan farmakologik
-  Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:
a.       Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).
b.      Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
-          Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Kromalin biasanya diberikan bantu-membantu obat anti asma yang lain dan efeknya gres terlihat sesudah pemakaian 1 bulan.
-          Ketolifen
Mempunya imbas pencegahan terhadap asma menyerupai kromalin.Biasanya diberikan takaran 2 kali 1 mg/hari.Keuntungan obat ini ialah sanggup diberikan secara oral.


H.     Pencegahan Serangan Asma pada Anak
1.       Menghindari pencetus
Cara menghindari aneka macam penggagas serangan pada asma perlu diketahui dan diajarkan pada keluarganya yang sering menjadi faktor penggagas ialah debu rumah. Untuk menghindari penggagas lantaran debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur anak:
-          Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 ahad sekali. Sprei dan sarung bantal lebih sering.Lebih baik tidak memakai karpet di kamar tidur atau daerah bermain anak.Jangan memelihara binatang.
-          Untuk menghindari penyebab dari masakan bila belum tau pasti, lebih baik jangan makan coklat, kacang tanah atau masakan yang mengandung es, dan masakan yang mengandung zat pewarna.
-          Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di daerah yang sedang terjadi perubahan cuaca, contohnya sedang mendung.

2.       Kegiatan fisik
Anak yang menderita asma jangan dihentikan bermain atau berolah raga.namun olahraga perlu diatur lantaran merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak. Pengaturan dilakukan dengan cara:
-          Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang mendadak
-          Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan sesudah tidak batuk-batuk, kegiatan diteruskan.
-          Adakalanya beberapa anak sebelum melaksanakan kegiatan perlu minum obat atau menghirup aerosol terlebih dahulu.

I.            Pemeriksaan Penunjang
a.     Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.Pada waktu serangan memperlihatkan citra hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat ialah sebagai berikut:
-  Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
-  Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka citra radiolusen akan semakin bertambah.
-  Bila terdapat komplikasi, maka terdapat citra infiltrat pada paru
-  Dapat pula menimbulkan citra atelektasis lokal
-  Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka sanggup dilihat bentuk citra radiolusen pada paru-paru.
b.    Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan aneka macam alergen yang sanggup menimbulkan reaksi yang faktual pada asma.
c.     Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan sanggup dibagi menjadi 3 cuilan dan diubahsuaikan dengan citra yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
-  Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
-  Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)
-  Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES  atau terjadinya depresi segmen ST negatif.
d.    Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e.    Spirometri
Untuk memperlihatkan adanya obstruksi jalan napas reversibel.Pemeriksaan spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan imbas pengobatan.




J.       Asuhan Keperawatan
1.       pengkajian
·         Identitas
Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh infeksi virus saluran pernapasan cuilan atas. Pada asma episodikyang sering terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan bekerjasama dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun sanggup terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.Biasanya orang renta menghubungkan dengan perubahan cuaca, adanya alergen, acara fisik dan stres.Pada asma tipe ini frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten terjadi 75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih terperinci terjadi obstruksi saluran pernapasan yang persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis kelamin tidak ada perbedaan yang terperinci antara anak wanita dan laki-laki.
·         Keluhan utama
Batuk-batuk dan sesak napas
·         Riwayat penyakit sekarang
Batuk, bersin, pilek, bunyi mengi dan sesak napas.
·         Riwayat penyakit terdahulu
Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.
·         Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini ada korelasi dengan faktor genetik dari ayah atau ibu, disamping faktor yang lain.
·         Riwayat kesehatan lingkungan
Bayi dan anak kecil sering bekerjasama dengan isi dari debu rumah, contohnya tungau, serpih atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, materi iritan: minyak wangi, obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara sanggup dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan asma.
·         Riwayat tumbuh kembang
a.       Tahap pertumbuhan
                                                               i.      Pada anak umur lima tahun, asumsi berat tubuh dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat tubuh 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk asumsi tinggi tubuh dalam senti meter memakai patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.


b.       Tahap perkembangan
a) Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman gres dan bila anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melaksanakan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
b) Perkembangan psikosecsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya bahagia bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( pria lebih erat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( wanita lebih erat ke ayahnya ).
c) Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase fatwa intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep alasannya akhir dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
d) Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melaksanakan kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari sobat dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
e) Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan mencar ilmu yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
f)   Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek, pendek-tinggi, baik-nakal, bermain sesuai tugas jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
g) Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang renta walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
h) Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada final umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar menyerupai binatang, cuilan tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat mendapatkan atau memperlihatkan perintah sederhana.
i)   Tingkah laris personal sosial yaitu sanggup memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai mendapatkan bahwa orang lain memiliki fatwa juga, dan mulai menyadari bahwa beliau memiliki lingkungan luar.
j)   Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang memiliki permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
·         Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus menerima imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
·         Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat tubuh ideal memakai rumus 8 + 2n.
c.        Status Gizi
Klasifikasinya sebagai berikut :
                                                               i.      Gizi buruk kurang dari 60%
                                                              ii.      Gizi kurang 60 % - <80 %
                                                            iii.      Gizi baik 80 % - 110 %
                                                            iv.      Obesitas lebih dari 120 %
·         Dampak Hospitalisasi
Sumber stressor :
a.       Perpisahan
                                                               i.      Protes : pergi, menendang, menangis
                                                              ii.      Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
                                                            iii.      Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi
b.       Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini akan mengakibatkan anak malu, bersalah dan takut.
c.        Perlukaan tubuh : konkrit perihal penyebab sakit.
d.       Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.
·         Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem
a)       Sistem Pernapasan / Respirasi; Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot pelengkap pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi berair sedang, ronchi kering musikal.
b)       Sistem Cardiovaskuler; Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
c)       Sistem Persyarafan / neurologi; Pada serangan yang berat sanggup terjadi gangguan kesadaran : gelisah, rewel, cengeng? apatis? sopor? coma.
d)       Sistem perkemihan; Produksi urin sanggup menurun bila intake minum yang kurang akhir sesak nafas
e)       .Sistem Pencernaan / Gastrointestinal; Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum, mukosa ekspresi kering.
f)         Sistem integument; Berkeringat akhir perjuangan pernapasan klien terhadap sesak nafas.
2.   Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas bekerjasama dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien sanggup mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, tanda vital dalam batas norma,l keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bu nyi nafas, catat adanya bunyi nafas, contohnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio wangsit dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan sanggup ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan sanggup melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, contohnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan memakai gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk sanggup menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat sanggup menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas bekerjasama dengan penurunan perluasan paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, perluasan paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan perluasan dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang bekerjasama dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2.Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas menyerupai krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan perluasan paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan abjad sekret.
Rasional : Kongesti alveolar menjadikan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : sanggup meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan contohnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memperlihatkan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bekerjasama dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi sanggup terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat tubuh dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien perihal pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien sanggup menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
3. Timbang berat tubuh dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat tubuh yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat ketika makan.
Rasional : air hangat sanggup mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin sanggup terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :
Intoleransi acara bekerjasama dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien sanggup melaksanakan acara sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, tubuh tidak lemas, klien sanggup beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Rasional : tetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan acara dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien menentukan posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4. Bantu acara keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan acara selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan damai dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan perihal proses penyakitnya bekerjasama dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien perihal proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari perihal proses penyakit :
- Klien mengerti perihal definisi asma
- Klien mengerti perihal penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan impian kesembuhan.
Rasional : info sanggup manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan problem berlebihan.
2. Berikan info dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi sanggup menghipnotis kemampuan untuk mangasimilasi info atau mengikuti acara medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 ahad sesudah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.

4. Identifikasi tanda atau tanda-tanda yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya penilaian dan intervensi tepat waktu sanggup mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, contohnya : istirahat dan acara seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
3.   Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi sanggup terpenuhi.
d. Klien sanggup melaksanakan acara sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien perihal proses penyakit menjadi bertambah


DAFTAR PUSTAKA

- Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta.
- Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC: Jakarta.
- Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
- Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.
- Sari Pediatri, Vol  7, No 1, Juni 2005


Sumber http://macrofag.blogspot.com