Tuesday, August 22, 2017

√ Administrasi Keuangan Kelas Menengah Mencemaskan

Kelas menengah dibutuhkan tidak hanya menjadi mesin penggagas ekonomi, tetapi juga menjadi pendorong pemahaman manajemen keuangan, literasi keuangan, yang penting dalam perekonomian yang kian maju dimana produk dan jasa keuangan lebih variatif dan kompleks. Kelas menengah dianggap paling berperan alasannya yaitu mempunyai tingkat pendidikan relatif tinggi, sehingga mempermudah pemahaman soal administrasi keuangan, dan punya kepentingan untuk sanggup mengelola keuangan secara sehat.


Kualitas literasi administrasi keuangan masyarakat mempunyai tugas strategis. Banyaknya perkara investasi bodong di lapangan, alasannya yaitu ketidaktahuan masyarakat ihwal bagaimana seharusnya melaksanakan pengelolaan keuangan (baca Bagaimana Mengelola Keuangan disini). Pemahaman soal administrasi keuangan, contohnya mengetahui cara berinvestasi yang kondusif dan membedakan produk legal dan ilegal, akan menciptakan masyarakat lebih bijaksana mengevaluasi usulan investasi, sehingga tidak gampang tertipu.


Literasi keuangan di tingkat mikro menjadi fondasi ekonomi di tingkat makro. Masyarakat yang paham soal keuangan akan punya kebiasaan menabung dan investasi, serta lebih bijaksana dalam konsumsi dan berhutang, merupakan sikap bagi struktur ekonomi yang kokoh.


Kelas Menengah


Hanya saja, fakta mengejutkan tiba dari sejumlah survei mengenai sikap kelas menengah, yang belakangan ini banyak dilakukan sejumlah media. Manajemen keuangan kelas menengah tidak se-maju yang dibayangkan selama ini.


Buramnya Keuangan Kelas Menengah


Hasil survei sikap kelas menengah mengungkapkan tingkat literasi keuangan golongan ini mencemaskan.



  • Indonesia berada di posisi terjelek kedua sebelum Pakistan dalam skor ranking literasi keuangan. Hasil survei Visa Internasional financial literacy 2012 di 28 negara melibatkan 25,500 responden. Temuannya, lebih banyak didominasi responden Indonesia mempunyai simpanan untuk dana darurat kurang dari 3 kali pengeluaran bulanan, masih jauh dari jumlah ideal dana darurat yang direkomendasikan perencana keuangan, yaitu minimum 6 kali pengeluaran bulanan. Temuan lain, responden Indonesia berdiskusi keuangan dengan anak mereka hanya 5 hari dalam setahun. Tentu saja jumlah waktu yang jauh sekali dari ideal.

  • Perilaku kelas menengah di 6 kota utama: penghasilan 75% dipakai untuk konsumsi, hanya 25% yang ditabung dan investasi. Hasil riset terbaru oleh Center for Middle Class Consumer Studies. Idealnya, minimum 30% penghasilan disisihkan untuk simpanan serta investasi, sisanya gres untuk konsumsi dan cicilan hutang.

  • Kelas menengah hanya investasi di reksadana, kurang dari 10% asset, lebih banyak didominasi simpanan ditempatkan di tabungan. Ini hasil dari Mark Plus 2012 (‘Rising Middle Class in Indonesia)  dan Harian Kompas 2013 yang melihat kepemilikan produk keuangan. Seharusnya, alasannya yaitu rendahnya tingkat laba tabungan, jumlah asset di tabungan dihentikan besar, hanya cukup untuk memenuhi dana darurat dan kebutuhan jangka pendek. Mayoritas asset sebaiknya ditempatkan dalam investasi dengan return tinggi, ibarat reksadana, saham dan obligasi.

  • Dalam mempersiapkan dana pendidikan, lebih banyak didominasi kelas menengah menempatkan di tabungan (43.5%) dan kurang dari 1% yang menentukan reksadana. Hasil survei Harian Kompas pada Mei 2013 melalui telpon ke 700 an responden di 12 kota besar menanyakan bagaimana menyiapkan dana pendidikan anak.


Ini bukan pilihan yang bijaksana. Tabungan hanya memperlihatkan laba 4-5% setahun, yang tidak cukup mengejar kenaikkan biaya pendidikan yang sekitar 10% setahun. Pilihan seharusnya yaitu Reksadana (baca dan unduh GRATIS – Alasan Mengapa Investasi Reksadana disini), alasannya yaitu memperlihatkan laba yang sepadan atau lebih tinggi dari inflasi biaya pendidikan (berdasarkan pengalaman historis), namun lebih banyak didominasi responden justru tidak menentukan reksadana.


Yang lebih mengejutkan, saat ditanya lebih lanjut, apakah mereka merasa kondusif dan cukup dengan pilihan ini (memilih tabungan ketimbang instrumen yang lain ibarat reksadana), lebih banyak didominasi menjawab ‘Ya’. Jadi, mereka tidak tahu bila mereka itu tidak tahu.


Bagaimana Memperbaikinya


Potret buramnya administrasi keuangan kelas menengah, tentu saja, cukup mengejutkan alasannya yaitu kelas dianggap lebih melek keuangan dengan tingkat pendidikan yang lebih baik. Bahkan, dalam taktik literasi keuangan di jadwal financial inclusion Bank Indonesia (BI), fokusnya yaitu kelompok miskin, bukan kelas menengah.


Namun, mengingat penting dan strategisnya tugas kelas menengah, upaya memajukan golongan ini sebaiknya menjadi prioritas. Beberapa hal yang sanggup menjadi masukkan bagi pembuat kebijakan yaitu sebagai berikut:


1 Sosialisasi Financial Planning


Perlunya sosialisasi edukasi pengelolaan keuangan dengan desain jadwal dan pendekatan yang berbeda.


Bisa dibayangkan bahwa kelas menengah membutuhkan gosip administrasi keuangan yang lebih advanced. Bukan lagi pengenalan produk, namun lebih kepada sanksi atau implementasi rencana. Akses mereka yang tinggi kepada aneka macam media menciptakan kampanye sanggup dilakukan dengan  multi-platform, contohnya kombinsasi online dan offline.


2 Financial Planner


Perlu mengkaji peranan Perencana Keuangan (baca apa itu Perencanaan Keuangan disini) dalam membantu kampanye literasi keuangan alasannya yaitu mereka yaitu profesi yang banyak dipakai oleh kelas menengah dalam memperlihatkan saran dan konsultasi mengenai pengelolaan keuangan.


Perencana bisa menjadi distributor untuk membuatkan edukasi dan gosip administrasi keuangan. Mereka bekerjasama pribadi dengan masyarakat. Boleh dikatakan, mereka sudah melaksanakan literasi keuangan kepada para klien. Saatnya, regulator merangkul mereka.


Tentu saja, untuk itu, pengawasan dan pengaturan terhadap perencana keuangan perlu dipikirkan lebih lanjut oleh OJK. Selama ini, tidak terang perencana keuangan berada dalam pengaturan domain regulator yang mana.


Meskipun tidak pribadi mengelola dana, ibarat Manajer Investasi (penjelasan Manajer Investasi baca disini), namun saran perencana keuangan diikuti oleh konsumen dalam bentuk investasi, yang mempunyai implikasi finansial yang menyentuh aspek pinjaman konsumen. Kesalahan memperlihatkan saran mengenai administrasi keuangan punya pengaruh kerugian bagi konsumen. Karena itu, keberadaan mereka sebaiknya perlu diawasi oleh regulator.


Dimuat di Koran KONTAN 21 Okt 2013



Sumber https://duwitmu.com