Terinspirasi dari temuan dan goresan pena Craig Sullivan ini saya sontak sedikit terusik, alasannya menyerupai apa yang ada pada artikeh headline-nya: "A BuzzFeed News analysis found that top fake election news stories generated more total engagement on Facebook than top election stories from 19 major news outlets combined.", jadi penelitian analis BuzzFeed mendapati bahwa dongeng palsu (fake) dari sumber antah-berantah (fake juga mungkin) ternyata lebih banyak menuai jawaban dan share pada media umum (semisal facebook) ketimbang berita-berita dari sumber terpercaya yang populer kredible di US sana (semacam New York Times, Washington Post, Huffington Post, NBC News, dll.) sedikit banyaknya hal ini menyerupai dengan apa yang tengah terjadi di negara kita tercinta Indonesia ketika ini (jika anda tidak oke tak apa, ini hanya opini saya).
Tiap hari ketika tengah berselancar di jagat facebook rasanya belum pernah saya bolos melihas share artikel/postingan blog/website yang nadanya rata-rata berbau provokasi ataupun penggiringan opini (belum lagi postingan akun yang meminta like, share, dan mengkalim "anda masuk surga") dan yang menjadi keheranan saya tetap saja banyak orang yang share dan comment. Namun ternyata di negara maju menyerupai US pun (yang konon sudah melek teknologi lebih dulu dari Indonesia, dan konon katanya open minded) kejadian/fenomena menyerupai ini toh terjadi juga jadi mungkin jikalau ada opini yang menyampaikan "Masyarakat kita belum cerdas!" mungkin pernyataan dan yang menyampaikan hal ini yaitu nonsense alias salah kaprah.
Permasalahan di kita ternyata masih ada lagi, banyak masyarakat kini yang rata-rata sudah tidak percaya lagi pada media-media tertentu (cetak, tv, dll.). Media massa yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai idealisme kini rata-rata sudah kehilangan idealismenya dan sudah banyak yang dipakai untuk menggiring opini publik, ya ini tentunya dikarenakan faktor kepentingan pihak tertentu yang sanggup saja orang dalam media atau orang luar media, saya tidak akan banyak mencontohkan alasannya mungkin anda berbeda anutan dengan saya, akan tetapi jikalau anutan kita sama anda niscaya sudah tahu apa saja contohnya.
Yang lebih berbahaya lagi yaitu isu SARA. Kalau sudah berbicara wacana SARA memang sangat rumit, hal ini berkaitan dengan keyakinan, kepercayaan, dan evaluasi pada diri seseorang secara langsung maupun kelompok dan golongan secara umum. Indonesia yaitu negara yang kaya akan suku, bangsa, bahasa, dan kebudayaan dengan perbedaannya juga yang sangat beragam, tentunya isu SARA ini akan sangat mugkin menjadi salah satu faktop pemicu penggiringan opini publik. Biasanya ada 3 pemeran dalam hal ini, ada yang pro, kontra, dan yang netral. Terus jelas saja biasanya saya berada pada kelompok yang netral, misalnya pada bencana yang kini sedang marak dibicarakan mengenai dugaan p3enistaan agama oleh cagub DKI, terkadang di wall facebook saya orang yang pro tak hentinya posting wacana bukti-bukti (yang mungkin berdasarkan mereka yaitu bukti yang benar) mengenai dugaan tersebut, dan yang kontra juga tidak henti-henti memperlihatkan penyangkalan dan menuding balik (yang mungkin berdasarkan mereka itu benar), dan hal ini sudah cukup menciptakan saya miris, dan ada satu hal yang paling saya tidak suka - pernah saya membaca pada sebuah status ada statement yang menyampaikan bahwa "netral itu perilaku pengecut" terlebih lagi yang mengeluarkan statement ini bukan orang biasa menyerupai saya akan tetapi orang yang memiliki influence besar pada banyak orang (jadi mau dibilang bukan penggiringan opini?). Pro, kontra, netral, semua itu perilaku dan jikalau kita sudah menghakimi satu perilaku berdasarkan perilaku kita, dan terlebih lagi jikalau menggiring perilaku mereka kepada perilaku kita maka kita tak ayalnya para provokator diluar sana, biarkan orang dengan perilaku mereka dan kita dengan perilaku kita, hargai satu sama lain, jikalau tidak sanggup menghargai disitulah waktu terbaik anda untuk menjadi netral - DIAM.
Saya tidak mau menggurui, namun memang kita hidup di jaman yang menyerupai ini (jadi mau bagaimana lagi). Kita dihentikan hilang kepercayaan pada apa yang kita percayai, namun kita juga dihentikan menelan bulat-bulat apa yang menjadi ketidak sukaan kita kemudian meneriakkannya sekeras-kerasnya. Kumpulkan fakta sebanyaknya sebelum kita memilih benar atau salah, ingat jaman kini sudah bukan jamannya "ceunah", "jarene", "katanya", jaman kini semuanya membutuhkan fakta. Bicara dengan fakta = berlian, bicara semau dan sekehendak kita = sampah, dan membisu = emas, tentukan pilihan anda sendiri.
Sumber http://farihinmuhamad.blogspot.com
Yang lebih berbahaya lagi yaitu isu SARA. Kalau sudah berbicara wacana SARA memang sangat rumit, hal ini berkaitan dengan keyakinan, kepercayaan, dan evaluasi pada diri seseorang secara langsung maupun kelompok dan golongan secara umum. Indonesia yaitu negara yang kaya akan suku, bangsa, bahasa, dan kebudayaan dengan perbedaannya juga yang sangat beragam, tentunya isu SARA ini akan sangat mugkin menjadi salah satu faktop pemicu penggiringan opini publik. Biasanya ada 3 pemeran dalam hal ini, ada yang pro, kontra, dan yang netral. Terus jelas saja biasanya saya berada pada kelompok yang netral, misalnya pada bencana yang kini sedang marak dibicarakan mengenai dugaan p3enistaan agama oleh cagub DKI, terkadang di wall facebook saya orang yang pro tak hentinya posting wacana bukti-bukti (yang mungkin berdasarkan mereka yaitu bukti yang benar) mengenai dugaan tersebut, dan yang kontra juga tidak henti-henti memperlihatkan penyangkalan dan menuding balik (yang mungkin berdasarkan mereka itu benar), dan hal ini sudah cukup menciptakan saya miris, dan ada satu hal yang paling saya tidak suka - pernah saya membaca pada sebuah status ada statement yang menyampaikan bahwa "netral itu perilaku pengecut" terlebih lagi yang mengeluarkan statement ini bukan orang biasa menyerupai saya akan tetapi orang yang memiliki influence besar pada banyak orang (jadi mau dibilang bukan penggiringan opini?). Pro, kontra, netral, semua itu perilaku dan jikalau kita sudah menghakimi satu perilaku berdasarkan perilaku kita, dan terlebih lagi jikalau menggiring perilaku mereka kepada perilaku kita maka kita tak ayalnya para provokator diluar sana, biarkan orang dengan perilaku mereka dan kita dengan perilaku kita, hargai satu sama lain, jikalau tidak sanggup menghargai disitulah waktu terbaik anda untuk menjadi netral - DIAM.
Saya tidak mau menggurui, namun memang kita hidup di jaman yang menyerupai ini (jadi mau bagaimana lagi). Kita dihentikan hilang kepercayaan pada apa yang kita percayai, namun kita juga dihentikan menelan bulat-bulat apa yang menjadi ketidak sukaan kita kemudian meneriakkannya sekeras-kerasnya. Kumpulkan fakta sebanyaknya sebelum kita memilih benar atau salah, ingat jaman kini sudah bukan jamannya "ceunah", "jarene", "katanya", jaman kini semuanya membutuhkan fakta. Bicara dengan fakta = berlian, bicara semau dan sekehendak kita = sampah, dan membisu = emas, tentukan pilihan anda sendiri.