Friday, August 18, 2017

√ Askep Anak Dengan Nefrotik Syndrome


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN KASUS SINDROM NEFROTIK

I.           KONSEP DASAR MEDIS
1.1    Pengertian
§ Sindroma nefrotik  :     Merupakan kumpulan manifestasi klinik ditandai dengan proteinuria lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan tubuh perhari dan hipoalbuminenia kurang dari 3 gram per mililiter (Ilmu Penyakit Dalam, 1999).
§ Sindroma nefrotik  :     Kumpulan tanda-tanda yang disebabkan oleh adanya injuri glumerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik, proteinuria, hypoprotcinuria, hypoalbuminemia, hyperlypidemia dan adema (Suriadi, skp dan Rita Yuliani skp, 2001 : 217).
§ Sindroma nefrotik  :     Adalah penyakit dengan tanda-tanda adema proteinuria, hypoalbumenia dan Hyperlipidemia, kadang kala terdapat humaturia, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997 : 304).
§ Kesimpulan            :     Adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma sehingga terjadi keadaan-keadaan menyerupai hypoalbuminemia, proteinuria, hyperlypidemia, adema, hiperkolesterolemia dan sanggup disertai hamaturia dan penurunan fungsi ginjal.  
1.2    Etiologi
1.2.1       Timbul pasca kerusakan glomerulus akibat  (SLE, DM, purpura anafilaktoid).
1.2.2       Gangguan sirkulais mekanis
-          Sindroma uremik – Hemolitik
-          Trombosis vena remalis
-          Sindroma goodpasure
1.2.3     Penyakit infeksi
-          Hepatitis B (Virus), HIV
-          Glomerulanegritis
-          Endokarditis basil sub akut
-          Plasmodium vivax (parasit)
1.2.4     Respon imun, glemerulonefritis dan respon alergika
1.3   Patufisiologi
1)        Meningkatnya permebilitas dinding kapiler glumerulus yang berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria akan mengakibatkan hypoalbuminemia, dengan turunnya albumin tekanan armotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berkurang pindah dalam interstisial, sehingga cairan intravaskuler berkurang sehingga pedoman darah ke renal berkurang.
2)        Menurunya pedoman darah renal, sehingga ginjal melaksanakan kompensasi dengan merangsang produksi renin. Anciotensin dan peningkatan seleksi antidieuretik hormon (ADH) dan sekiesi aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan  air akan mengakibatkan edema.
3)        Terjadi peningkatan kolesterol dan triglycerida serum akhir dari peningkatan stimlasi stimulasi lipoprotein lantaran penurunan plasma albumin/penurunan akotik plasma.
4)        Menurunya repon imun lantaran tertekan, kemungkinan disebabkan oleh hypoalbuminemia, hyperlipidemia/defisiensi Zn.
5)        Adanya hyperlipidemia juga akhir dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh lantaran kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urine.
1.4    Komplikasi
1)      Hypovolum
2)      Infeksi pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan tuberkolosis.
3)      Dehidrasi
4)      Hilang protein dalam urine
5)      Venous thrombosis
6)      Peritonitis (Berhubungan dengan asites)
7)      Efek samping steroid yang tidak diinginkan.
1.5    Menifestasi Klinis
1)   Proteinuria
2)      Retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema periorbital edem dependen, pembengkakan genetalia eksterna, edema fasial, asites hernia inguinalis abdomen efusi pleura.
3)      Hematuria
4)      Anoreksia
5)      Diare
6)      Pucat
7)      Gagal tumbuh dan pengisutan otot (jangka panjang)
1.6    Pemeriksaan Diagnostik
1)      Adanya tanda klinis pada anak
2)      Riwayat infeksi jalan masuk nafas atas
3)      Analisa urine, meningkatkan protein dalam urine
4)      Menurunya serum protein
5)      Biopsi ginjal g tetapi tidak dilakukan secara rutin
1.7    Pemeriksaan Laboratorium
1.7.1           Uji Urine
-        Protein urine – meningkat
-        Urinalisis – cost hialin dan granular, hematuria
-        Dipstick urine – positif untuk protein dan darah
-        Berat jenis urine - meningkat
1.7.2           Uji Darah
-        Albumin serum – menurun
-        Kolesterol serum – meningkat
-        Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsentrasi)
-        Laju endah darah (LED) – meningkat
-        Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
1.8    Penatalaksanaan
1.8.1       Medis
1)      Pemberian kartikosteroid (prednison)
2)      Penggantian protein (dari makanan atau 25% albumin)
3)      Pengurangan edema, diuretik dan retriksi natrium (diuretika hendaknya dipakai secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan tombus dan ketidakseimbangan elekrtolit).
4)   Ramatan keseimbangan elektrolit.
5) Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (menurunkan    banyaknya proteinuria pada glumerulonefritis membranosa).
6)  Agens pengalkilasi (sitotoksik) – kloroambusil dan sikofes lemud (untuk sindrom nefrotik tergantung steroid dan pasien yang sering mengalami kekambuhan).
7)   Obat nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan bekerjasama dengan edema dan terapi invasif).
8)   Pembatasan sodium kalau anak HT
9)   Antibiotik untuk pencegahan infeksi
10) Terapi albumin kalau intake oral dan output kurang

II.         KONSEP DASAR ASKEP
1.     PENGKAJIAN
1.1   Anainnesa
1.1.1    Biodata/identitas/demografi
Presentasi tersering terjadi pada belum dewasa pra sekolah dari 74% menyerang anak usia 2 – 7 tahun. Jarang dijumpai pada bayi kurang 6 bulan. Perbandingan pria dan perempuan 2 : 1 (Drummound, 1986 dikutip Wong, 1993).
1.1.1        Keluhan Utama
Pembengkakan (oedema) seluruh tubuh
1.1.2        Riwayat Penyakit
1)      Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tahap awal oedema diawali dari kelompok mata, secara terang terlihat pada pagi hari. Pembengkakan berikutnya berturut-turut pada perut, scrotum/labia dan kedua tungkai serta seluruh tubuh (anasarka). Bila oedema terjadi pada mukosa intestinal akan didapatkan keluhan diare, kehilangan nafsu makan, produksi urine menurun kadang kala Hematuria. Jika terjadi hydrothorax terdapat keluhan sesak nafas.
2)      Riwayat Penyakit Dahulu
-       Adanya riwayat sindroma nefrotik bawahan, sebagai reaksi matermovetal.
Gejala yang konkret yaitu riwayat oedema pada neonalus atau adanya riwayat pencangkokan ginjal tetapi tidak berhasil.
-       Adanya riwayat satu/lebih dari penyebab glomerulus sekunder antara lain :
§  Penyakit infeksi            :      Siphilis, tuberkulosis, endokarditis bakterialisis, osteomiolitis, lepra.
§  Penyakit metabolik       :      Diabetes melitus, amiloidosis, hodkin.
§  Penyakit imunologik     :      Sistemik lupus eritematosis (SLE), poliarthritis, demartitis.
§  Penyakit genetik           :      Nefrosis konginetal
§  Hypersensitivitas          :      Gigitan ular, seranggan dan obat-obatan.
§  Obat-obatan                  :      Obatan-obatan yang mengandung logam berat contohnya preparat yang mengandung emas.
3)      Riwayat Penyakit Keluarga
1.1.3        Data Psikososial
1)      Adanya oedema pada muka/moon face, asites sanggup mengakibatkan rasa malu/rendah diri sehingga sanggup menarik diri dari teman-temannya (Ngastiyah, 1995).
2)      Pada anak yang menerima terapi kortikosesteroid lama, akan muncul imbas samping bulu-bulu rambut yang hebat dan perubahan kelamin sehingga selain bisa, mengakibatkan rasa aib memungkinkan anak takut dengan perubahan tersebut.
3)      Isolasi sosial merupakan dilema yang menyertai anak oleh lantaran dirawat di rumah sakit selama relaps (Wong, 1993).
1.1.4        Proses Keluarga
Dukungan orang renta sangat dibutuhkan dalam perawatan, sehingga keluarga harus menunggu selama relaps di rumah sakit. Bila kondisi anak stabil sanggup dirawat di rumah yang akan besar lengan berkuasa dalam proses tugas masing-masing anggota keluarga.
1.2      Pemeriksaan Fisik
Bermacam-macam pula pendekatan yang dipakai untuk investigasi anak dengan sindroma nefrotik salah satu pendekatan yang dipakai yaitu Head to toe antara lain :
1.2.1        Kepala
Oedema pada periorbital, moon face, kulit tegang dan mengkilat, pucat, konjungtiva anemis
1.2.2        Thorax/dada
Bentuk      :    hampir bundar dalam diameter transversa
Paru          :    bila hydrothorax, frekuensi pernafasan meningkat, kadang sesak nafas, bunyi nafas normal (vasikuler)/melemah, perkusi redup/pekak.
Jantung     :    S1S2lundup
1.2.3        Abdomen
-     Perut membesar/cembung simetris dan mengkilat oleh lantaran acites. Pada parasat baliotement dengan cara melaksanakan penakanan mendadak kedinding perut maka pada potongan yang berlawanan akan teraba pantulan cairan.



-     Bunyi pekak di perut potongan bawah dengan batas cekung ke atas, bunyi timpani di atas, bila anak dalam posisi tegak.
-     Shiftung dulnes, anak berbaring terlentang, percusi di atas dinding perut mungkin timpani dan di samping pekak. Jika anak miring akan terdapat cairan bebas ke potongan bawah dan terjadi bunyi pekak redup yang berpindah.
1.2.4        Extrimitas dan Punggung
1.2.5        Oedema pada labia mayora pada anak perempuan pada scrotum untuk anak laki-laki. Pada anak yang menerima kardioteroid dalam jangka usang terdapat pembesaran p3enis.
1.2.6        Rectum :  bila terdapat diare berkepanjangan timbul iritasi tempat perianal.
1.3      Pemeriksaan Tanda Vital
Suhu      :     Relatif normal (355 - 375) kecuali ada infeksi penyerta terjadi kenaikan.
Nadi      :     Dalam batas normal, bayi = 120 – 140x/m, anak = 100 – 120x/m
TD         :     Kadang-kadang meningkat
RR        :     Dalam batas normal (dbn), bayi = 36 – 60x/m, anak = 15-30x/m
Bila terdapat hidrothorax :  meningkat/tachipnea
1.4      Pemeriksaan Penunjang
BB :  terjadi peningkatan oleh lantaran oedema
1.5      Pemeriksaan Labolatorium
1.5.1      Darah
§  Hb menurun (N.Lk. 14-16 gr%, Pr : 12-14gr%)
§  LED meh (N.Lk. : 0-12 mm/jam, Pr : 0-20 mm/jam)
§  Faal ginjal
§  BUN meh                  (N 10-20 mg/100 dl)
§  Creatinin mei            (N 1,5 mg)
§  Cholesterol meh         (N 160-250 mg)
§  Albumin serum mei  (N 3,6-5 mg)
§  Protein mei               (N 6,2-8 mg)
1.5.2      Urine
§  proteinuria meh           (N 150 mg/24jam)
§  leukosit meh              (N 4-5/LP)
§  BJ urine meh              (1,015-1,025)

2.          DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TERJADI
2.1      Ketidakseimbangan volume cairan :  kekurangan intravaskuler/kelebihan (excess) extravaskuler s/d pengeluaran protein melalui urine sekunder dari peningkatan permeabilitas glomerulus, peningkatan reabsorbi air dan sodium oleh tubulus renal sekunder dari peningkatan secresi aidosteron (axton saron).
Ditandai dengan :  oedem anasarka, asites, mungkin diare sekunder oedema mukosa usus, peningkatan BB, hyproteinemia, produksi urine menurun, perubahan warna urine, HT.
2.2      Perubahan nutrisi :  kurang dari yang dibutuhkan s/d malnurtisi sekunder dari pengeluaran protein dan nafsu makan menurun, absorbi susu menurun sekunder oedema pada mukosa intestinal ditandai dengan anorexia, letargi, hyproteinemia, diare (Axton S, 1993).
2.3      Resiko terjadi infeksi s/d pemakaian steroid :  penurunan daya tahan tubuh, bedrest.
2.4      Resiko terjadi kerusakan integritas kulit s/d istirahat yang lama. Penipisan kulit sekunder oedema, penurunan daya tubuh/penurunan sirkulasi.
2.5      Keterbatasan mobilitas fisik s/d kelelahan, oedema bedrest.
2.6      Coping individu/keluarga tidak efektif s/d diagnosis, perubahan gambar tubuh, hospitalisation, tindakan-tindakan, perubahan fungsi peran.

3.          PERENCANAAN
3.1      Dx. 1
3.1.1       Tujuan :  volume cairan dalam tubuh seimbang antara lain intravaskuler dan exstravaskuler.
3.1.2       Kriteria Hasil :
-      Intake dan output seimbang
-      Penurunan BB
-      Bj urine antara 1,015 – 1,0,25
-      Protein dalam urine menurun
-      Lingkat abdomen pada asites berkurang
-      Hilangnya oedema seluruh tubuh
-      Nadi normal :  bayi 120-140x/m, anak 100-120x/m
3.1.3       Tindakan
-      Catat intake dan output, perhatikan karakteristik urine
R/   :     Deteksi perubahan fungsi ginjal sewaktu-waktu. Menentukan kebutuhan cairan dan menurunkan terjadinya overload.
-      Observasi TTV tiap 4 jam (TD, N, bunyi nafas abdomen, tanda-tanda dan tanda ketidakseimbangan cairan)
R/   :     Tachicardi dan HT perubahan TD sanggup disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam mengeluarkan urine, retriksi cairan, perubahan renin angiotensin, peningkatan lingkat abdomen merupakan indikator water excess yang memburuk dan berakibat kehilangan cairan tubuh intara vaskuler.
-      Timbang BB tiap hari
R/   :     Monitor status cairan dalam tubuh, deteksi efektifitas dalam mengeluarkan retensi cairan yang merupakan indikator dari glomerulus.
-      Perhatikan adanya oedema pada scrotum/labia, berikan ganjal dibawahnya
R/   :     Oedema scrotum membahayakan kondisi t3st1s sehingga perlu bantalan/penahan untuk mencegah terjadinya penambahan cairan dan melancarkan sirkulasi darah ke scrotum/t3st1s.
-      Berikan steroid (prednison) sesuai jadwal, perhatikan side efeknya, antara lain retensi sodium dan pengeluaran potasium
R/   :     Pemberian kartikosteroid merangsang cortex adrenal dalam pengaliran kesimbangan air dan elektrolit
-      Jika ada indikasi, berikan diuretika (untuk mengurangi oedema) dan antacid untuk mencegah komplikasi pendarahan pada GI dampak kartikosteroid sesuai jadwal, kaji dan laporkan bila terdapat side efeknya hipokalemi dan dehidrasi. Berikan albumin IV sesuai order, catat repon yang terjadi
R/   :     Diuretik berfungsi menghindarkan dari retensi natrium, sedangkan antacid berfungsi melapisi mukosa usus untuk mencegah iritasi gastrointestinal, sumbangan yang berlebihan akan berakibat pendarahan yang hebat.
-      Kaji dan laporkan pengetahuan anak/keluarga hening partisipasi terhadap perawatan
§  Monitoring intake dan output
§  Test proteinuria
§  Pengkajian obat
§  Tanda dan tanda-tanda adanya infeksi side imbas dari steroid
§  Indentifikasi beberapa tanda/gejala dari ketidakseimbangan cairan
R/   :     Meningkatkan partisipasi dalam perawatan
-      Batasi sumbangan garam dan cairan sesuai order
R/   :     Selama tekanan onkotik masih rendah, ADH dan aldosteron akan meningkatkan yang berakibat natrium dan air diabsorbsi dijaringan (oedema) pembatasan garam dan cairan akan  mengurangi oedema.

3.2      Dx. II
3.2.1     Tujuan :
Kebutuhan nurtisi terpenuhi
3.2.2     Kriteria Hasil :
-        Anak mengkonsumsi diit TP (2-3 gr/kg/hr) RG (2 gram/hr) dan Taman Kanak-kanak sesuai usia, nafsu makan meningkat.
-         Pertumbuhan normal sesuai usai, kadar protein dalam darah normal
-         BAB tidak bercampur darah
3.2.3     Tindakan
-      Observasi dan catat  intake dan output
R/   :     Menentukan tindakan selanjutnya
-      Catat dan kaji tanda-tanda adanya perubahan nutrisi  tiap 4 jam (anorexia, letargi, hipoproteinemia)
R/   :     Tanda-tanda perubahan nutrisi yang kurang mengatakan intake yang tidak adekuat
-      Konsultasi mahir gizi untuk memilih diit tinggi protein, tinggi kalori dan rendah garam (protein 2-3 gram/kg/hari, gram 1-2 gr/hr)
R/   :     Adanya albuminuria dan hipoalbuminemia merupakan indikator untuk mengganti albumin dalam darah anak sehingga daya tahan tubuh anak menurun.
-      Tawarkan makanan yang sesuai dengan diit kalau mungkin sesuaikan dengan kesukaan anak, beri extra vitamin D dan zat besi.
R/   :     Dengan beradaptasi sesuai kesukaan anak dan membantu lebih gampang dalam mengkonsumsi extra vitamin D dan zat besi sebagai balance dari adanya kulit yang makin menipis sehingga tidak gampang pecah.
-      Batasi aktifitas/istrahatkan anak di tempat tidur
R/   :     Selama fase aktif (albuminuria/hypoalbuminemia) kebutuhan kalori dan protein cukup tinggi oleh karen itu penggunaan kalori lewat aktifitas harus diminimalkan.
-      Kaji dan catat pengetahuan dan partisipasi anak/keluarga dalam perawatan
§  Diit tinggi kalori tinggi protein rendah garam
§  Meminimalkan aktifitas sesuai order untuk menghemat energi
§  Identifikasi gejala/tanda perubahan nutrisi
R/   :     Pengetahuan anak/keluarga yang adekuat, akan kooperatif
-      Berikan antacid selama anak menerima terapi steorid
R/   :     Steroid memiliki imbas samping pendarahan GI, Antacid bekerja untuk mencegah/meminalkan imbas tersebut
-      Lakukan obervasi dikala BAB dan muntah mengandung darah setiap saat
R/   :     Lingkungan yang higienis akan menjadi support sistem bagi anak dalam merangsang selera makan.
-      Berikan makanan dalam porsi kecil frekuensi sering
R/   :     Porsi kecil akan lebih efektif lantaran adanya asites akan mensugesti kapasitas lambung sehingga peresapan lebih adekuat.
3.3      Dx. III
3.1.1        Tujuan :
Anak akan bebas dari infeksi
3.1.2        Kriteria Hasil
-           Suhu tubuh dalam batas normal (36-370 C)
-           RR dalam batas normal (bayi 30-60x/menit, anak 15-30x/menit)
-           Nadi dalam batas normal (bayi 1120-140x/menit, anak 100-120x/menit)
-           Tidak terdapat tanda-tanda peritonitas (peningkatan distensi abdomen, nyeri, muntah, diare, kekakuan, panas).
3.1.3        Tindakan
-            Lakukan observasi TTV tiap 4 jam
R/   :     Adanya perubahan dari tanda vital merupakan indikator terjadinya infeksi
-      Berikan antibiotik sesuai order, monitor side efek
R/   :     Preventif terhadap infeksi oleh lantaran resiko terjadinya infeksi sangat tinggi.
-      Observasi tanda perioritas antara lain peningkatan distensi abdomen, nyeri, muntah, diare dan kekakuan)
R/   :     Adanya tanda-tanda infeksi memerlukan tindakan yang cepat untuk menghindari komplikasi lebih hebat.
-      Lakukan basuh tangan yang benar akan memutuskan rantai penularan dari klien lain/lingkungan ke anak
R/   :     Dengan basuh tangan yang benar akan memutuskan rantai penularan dari klien lain/lingkungan ke anak.


DAFTAR PUSTAKA

FKUI. (2000). Kapita Selecta Kedokteron Edisi III Jilid 2. Media Auscataplus : Jakarta.
Marlyn D. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta.

Sumber http://macrofag.blogspot.com