Saturday, January 28, 2017

√ Asuhan Keperawatan Jiwa: Isolasi Sosial

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL


A.          Latar Belakang
Gangguan jiwa yaitu kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang bekerjasama dengan fisik maupun dengan mental (Baihaqi dkk, 2005 : 4). Salah satu faktor yang mengakibatkan seseorang mengalami gangguan jiwa yaitu adanya stresor psikososial.
Stressor psikososial yaitu setiap keadaan atau kejadian yang mengakibatkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja atau dewasa): sehingga orang itu terpaksa menadakan pembiasaan diri untuk menanggulangi tekanan yang timbul (Hawari, 2001 : x ). Stressor psikososial ini muncul sebagai akhir dari perubahan-perubahan sosial yang serba cepat yang merupakan dampak proses modernisasi dan industrialisasi.
Keperawatan jiwa sebagai potongan dari kesehatan jiwa merupakan suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori sikap insan sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (American Nurses Association dalam Hamid 2000).

B.          Tujuan 
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu kiprah mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini yaitu :
1.     Mampu menjelaskan mengenai isolasi sosial
2.      Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan isolasi sosial

C.          Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I  Pendahuluan
A.    Latar Belakang
B.     Tujuan
C.     Sistematika Penulisan
D.    Metode Penulisan
Bab II Tinjauan Teori
A.    Pengertian
B.     Psikodinamika
C.     Faktor Predisposisi
D.    Faktor Presipitasi
E.     Mekanisme Koping
Bab III Konsep Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
B.     Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
C.     Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
D.    Rencana Tindakan Keperawatan
E.     Implementasi
F.      Evaluasi
Bab IV Penutup
A.    Kesimpulan
B.     Saran
Daftar Pustaka

 D.          Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu meringkas, merangkum, dan mengambil inti sari dari bahan–bahan atau sumber-sumber yang sudah ada. Selain itu ditambah dengan informasi yang didapat dari internet


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.          Pengertian
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Secara kodratiyah, insan sebagai makhluk berpikir yang membedakanya dengan hewan, insan mustahil hidup tanpa orang lain. Untuk mencapai kepuasan dalam kehidupannya mereka harus membina kekerabatan interpersonal.
Interaksi sosial atau sosialisasi yaitu kekerabatan interpersonal yang sehat, terjadi kalau individu terlibat saling mencicipi kedekatan, sementara identitas pribadi masih sanggup di pertahankan. Juga perlu untuk membina perasaan saling tergantung, yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. (Stuart dan Sundeen, 1998 : 345).
Interaksi sosial yaitu keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami respon negative, ketidak adekuatan ketidakpuasan dalam interaksi.
( Carpenito, 2001 : 385).
Dari kedua pengertian di atas sanggup di simpulkan bahwa interaksi sosial yaitu kemampuan individu melaksanakan suatu aktifitas dengan individu lainnya dalam menjalin kekerabatan kerjasama, adanya saling ketergantungan, keseimbangan dan kepuasan serta kemandirian dalam suasana kekerabatan yang sehat.
Menurut Townsend, M.C (1998:152) isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang alasannya yaitu orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Sedangkan berdasarkan DEPKES RI (1989: 117) penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara pribadi yang sanggup bersifat sementara atau menetap.
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau mencicipi kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak bisa untuk menciptakan kontak (Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial menarik diri merupakan perjuangan menghindar dari interaksi dan bekerjasama dengan orang lain, individu merasa kehilangan kekerabatan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan  suatu gangguan kekerabatan interpersonal yang terjadi akhir adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan sikap maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam kekerabatan sosial (Depkes RI, 2000)

B.           Proses Terjadinya Masalah


Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan social merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif dengan maladaptive sebagai berikut :
a.  Rentang respon sosial   


   
             Respom Adaptif :
            Respon yang masih sanggup diterima oleh norma – norma social dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam menuntaskan masalah
1.      Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
2.      Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan memberikan ide, pikiran, perasaan dalam kekerabatan social.
3.      Bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4.      Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina kekerabatan interpersonal.

Respon Maladaptif :
            Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma social. Yang termasuk respon maladaptive yaitu :
1.      Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina kekerabatan secara terbuka dengan orang lain.
2.      Ketergantungan : seseorang gagal membuatkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
3.      Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak sanggup membina kekerabatan social secara mendalam.
4.      Curiga : seseorang gagal membuatkan rasa percaya terhadap orang lain.
C.          Faktor Predisposisi
a.      Faktor Perkembangan
            Tiap gangguan dalam pencapaian kiprah perkembangan yang disebutkan pada tabel 1.2 akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai duduk kasus respon social maladaptip. System keluarga yang terganggu sanggup menunjang perkembangan respon sosial maladaptip. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai ini yaitu orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung kekerabatan keluarga dengan pihak lain di luar keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang bau tanah pecandu alcohol dan penganiaya anak juga mempengaruhi seseorang berespon social maladaptif. Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga professional untuk membuatkan citra yang lebih sempurna wacana kekerabatan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga professional.

Tabel 1.2
Tugas perkembangan bekerjasama dengan pertumbuhan interpersonal
Tahap Perkembangan
Tugas
Masa bayi
Masa bermain
Masa pra sekolah

Masa sekolah
Masa pra remaja
Masa remaja
Masa dewasa
Muda
Masa tengah baya
Masa remaja tua
·     Menetapkan landasan rasa percaya
·     Mengembangkan otonomi dan awal sikap mandiri
·     Belajar membuktikan inisiatif dan rasa tanggung jawab dan hati nurani
·     Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
·     Menjadi intim dengan sesama jenis kelamin
·     Menjadi intim dengan sobat lawan jenis kelamin
·     Menjadi saling tergantung dengan orang lain
·     Teman, menikah, mempunyai anak
·     Belajar menerima
·     Berduka alasannya yaitu kelahiran dan mengembangkan perasaan keterkaitan dengan budaya


b.      Faktor Biologik
            Faktor genetik sanggup menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu wacana terlibatnya neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap masih diharapkan penelitian lebih lanjut.
c.       Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam anggota gangguan berhubungan, ini akhir dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak mengahargai anggota masyarakat yang tidak produktif menyerupai lansia  orang cacat, dan berpenyakit kronik, isolasi sanggup terjadi alasannya yaitu mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap kekerabatan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.

D.          Faktor Presipitasi.
Stressor pelopor umumnya meliputi kejadian kehidupan yang penuh stress menyerupai kehilangan yang mempengaruhi individu untuk bekerjasama dengan orang lain dan mengakibatkan stress. Faktor pelopor ini di kategorikan:
a.       Stressor sosiokultural, stress sanggup ditimbulkan oleh :
1). Menurunnya stabilitas unit keluarga
2). Berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya
b.      Stressor Psikologik, Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan sanggup menimbulkan ansietas tinggi.

E.           Mekanisme Koping
            Mekanisme pertahanan diri yang di gunakan pada gangguan kekerabatan sosial sangat bervariasi, menyerupai pada gangguan menarik diri, prosedur yang di gunakan yaitu regresi, represi, isolasi.
a.       Tanda dan Gejala Menarik diri
1.      Menurut SAK kesehatan jiwa ( 1998 )
·         Gangguan pola makan, tidak nafsu makan atau makan berlebihan
·         Berat tubuh menurn drastic
·         Kemunduran kesehatan fisik
·         Tidur berlebihan
·         Tinggal ditempat tidur dalam waktu lama
·         banyak tidur siang
·         Kurang bergairah
·         Tidak memperdulikan lingkungan
·         Kegiatan menurun
·         Imobilisasi
·          Sikap mematung
·         Melakukan gerakan berulang-ulang
·         Keinginan secual menurun

2.      Menurut Towsend ( 1958 : 152 )
·         Menyendiri dalam ruangan
·         Tidak berkomunikasi
·         Tidak melakuakn kontak mata
·         Sedih
·         Afek datar
·         Tindakan tidak sesuai
·         Berfikir wacana sesuatu berdasarkan pemikirannya sendiri
·         Tindakan berulang-ulang

3.      Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan tanda-tanda ditemui seperti:
·         Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
·         Menghindar dari orang lain (menyendiri).
o    Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
o    Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
o    Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
§  Menolak bekerjasama dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi kalau diajak bercakap-cakap.
§  Tidak melaksanakan kegiatan sehari-hari.
b.      Dampak Kerusakan Interaksi sosial : Menarik Diri Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia berdasarkan Hirarki maslow
1.      Kebutuhan nutrisi
            Klien lebih menikmati kesendiriannya sehingga kurang berminat untuk makan, bila hal ini berlangsung terus maka akan terjadi penurunan berat badan, selain itu dampak obat yang diberikan yaitu anti Parkinson dan anti psikotik sanggup menimbulkan mual, verbal kering dan konstipasi sehingga hal itupun akan mengakibatkan proses asupan nutrisi jadi terganggu.
2.      Kebutuhan istirahat tidur
Klien dengan menarik diri sengan berlama-lama dikamar dan banyak tidur siang selain itu obat-obatan juga kuat sehingga klien cendrung untuk tidur terus.
3.      Aktifitas sehari-hari
           Klien kurang bahagia dengan kegiatan sehingga kegiatan yang bekaitan dengan perawatan dirinya terabaikan, penampilan klien kusut dan kusam, selain itu imbas terapi anti psikotik yaitu kelemahan otot sehingga klien terlihat lemah dalam beraktifitas.
4.      Kebutuhan dan rasa aman
           Klien dengan menarik diri akan merasa kondusif bila tidak bekerjasama dengan orang lain, alasannya yaitu klien beranggapan hal itu akan membahayakan dirinya. Efek samping obat anti psikotik yaitu timbulnya keresahan dan kegelisahan continue sehingga klien merasa lebih nyaman bila sendiri.
5.      Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki
           Klien dengan menarik diri mengalami kegagalan dalam pemenuhan dasar ini, alasannya yaitu klien lebih bahagia dunianya sendiri.
6.      Kebutuhan aktualisasi diri
           Klien dengan menarik diri tidak mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalahnya, tidak mempunyai perasaan bersaing dan tidak mempunyai keinginan untuk sanggup diakui kebaikannya atau perannya.




BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.          Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan dara atau informasi wacana klien supaya sanggup mengidentifikasi kesehatannya, kebutuhan keperawatan serta merumuskan duduk kasus dan diagnosa keperawatan klien.
Pengkajian meliputi : Pengumpilan data, analisa data, diagnosa  keperawatan berdasarkan prioritas masalah.
a.    Pengumpulan data
     Pengumpulan data bertujuan untuk menilai status kesehatan klien dan kemungkinan duduk kasus keperawatan yang memerlukan intervensi dari perawat. Data yang dikumpulkan sanggup berupa data subjektif dan data objektif. Data objektif yaitu data yang ditemukan secara nyata, data ini didapatkan secara observasi atau investigasi pribadi oleh perawat. Data subjektif yaitu data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga , data ini didapat melalui wawancara kepada klien dan keluarga, pengumpulan data ini meliputi :
a)      Identitas klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, nomer medrek, ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis.
b)      Identitas penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin,  pendidikan, pekerjaan, agama, kekerabatan dengan klien, alamat.

1)      Faktor predisposisi
a)      Faktor yang mempengaruhi harga diri
Pengalaman masa kanak-kanak sanggup merupakan factor donasi pada gangguan atau duduk kasus konsep diri.
Meliputi penolakan orang tua, cita-cita orang bau tanah yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis. 
b)      Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
Adalah streotipik kiprah sec, tuntutan kiprah kerja, dan cita-cita kiprah kultural.
Peran sesuai dengan jenis kelamin, konflik oerandan kiprah yang tidak sesuai muncul dari factor biologis.
c)      Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Orang bau tanah yang selalu curiga pada anak akan mengakibatkan kurang percaya diri pada anak, sobat sebaya merupakan factor lain yang mempengaruhi identitas.
Ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan  dalam struktur social.
d)     Faktor tumbuh kembang
Pada dasarnya kemampuan kekerabatan sosisal berkembang sesuai dengan tumbuh kembang individu mulai dari dalam kandungan hingga remaja lanjut. Untuk membuatkan kekerabatan social yang positif setiap kiprah perkembangan harus dilalui dengan sukses. Bila salah satu kiprah perkembangan tidak terpenuhi maka akan mengahambat tahap perkembangan berikutnya. Kemampuan berperan serta dalam proses kekerabatan diawali dengan kemampuan berperan serta dalam proses kekerabatan diawali dengan kemampuan  tergantung pada masa bayi dan perkembangan pada masa remaja dengan kemampuan saling ketergantungan.
Faktor predisposisi dan presipitasi tersebut diatas sanggup mempengaruhi perkembangan kognitif, efektif, psikologis, perilku dan social bagi individu sebagai stersor. Hal tersebut akan mengakibatkan perubahan sikap dimana terjadi ketidak seimbangan sehingga individu cernderung memakai prosedur destruktif yang pada karenanya duduk kasus tidak terselesaikan menjadi stressor bagi klien yang semakin usang menimbulkan timbunya korban jiwa baik berupa gangguan neuorosa atau ganguan kepribadian serta sanggup berupa pula gangguan psikosa atau skizofrenia.
Proses terjadinya gangguan tersebut berkembang melalui rentang respon sosial yang berawal dari respon adaptif hingga maladaptif dan salah satunya yaitu menarik diri sehingga terjadi ganguan interaksi sosial.
e)      Faktor sosial budaya
Nilai-nilai, norma-norma , adab dan kebiasaan yang ada dan sudah menjadi suatu budaya dalam masyarakat merupakan tantangan antara budaya dan keadaan social dengan nilai-nilai yang dianut.
f)       Faktor Biologis
        Faktor Biologis juga merupakan salah satu factor pendukung terjadinya gangguan dalam kekerabatan social. Organ tubuh yang terperinci sanggup mempengaruhi terjadinya gangguan kekerabatan social yaitu otak. Sebagai pola : pada klien skizoprenia yang mengalami duduk kasus dalam kekerabatan social terdapat struktur yang asing pada otak menyerupai atropi otak, perubahan ukuran dan sel-sel dalam limbic dan tempat kortikal.
2)      Faktor Presipitasi
1.      Faktor Ekstrenal
Contohnya yaitu sterssor social budaya, yaitu sress yang di timbulkan oleh faktor social budaya yang antatra lain yaitu keluarga.
2.      Faktor Internal
Contohnya yaitu stressor psikologis, yaitu sres terjadi akhir ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini sanggup terjadi akhir tuntutan  untuk  berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan ketergantungan individu.
3)      Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi semua system yang ada hubungannya dengan klien depresi berat di dapatkan pada system integumen klien tampak kotor, kulit lengket di karenakan kurang perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan kondisi klien
4)      Status Mental
a)      Penampilan
Biasanya pada pasien menarik diri klien tidak terlalu memperhatikan penampilan, biasanya penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak menyerupai biasanya (tidak tepat).
b)      Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan karakteristik. Frekuansi merujuk pada kecepatan pasien berbicara dan volume di ukur dengan berapa keras pasien berbicara. Observasi frekuensi cepat atau lambat, volume keras atau lambat, jumlah sedikit, membisu, dan di tekan, karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.
c)      Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik pasien. Tingkat aktifitas : letargik, tegang, gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai atau tremor. Gerakan tubuh yang berlebihan mungkin ada hubunganya dengan ansietas, mania atau penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik yang berulang atau kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif.
d)     Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri pasien wacana status emosional dan cerminan situasi kehidupan pasien. Alam perasaan sanggup di penilaian dengan menanyakan pertanyaan yang sederhana dan tidak mengarah menyerupai “bagaimana perasaan anda hari ini” apakah pasien menjawab bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas (cemas).
e)      Afek
Afek yaitu nada emosi yang kuat pada pasien yang sanggup di observasi oleh perawat selama wawancara. Afek sanggup di gambarkan dalam istilah sebagai berikut : batasan, durasi, intensitas, dan ketepatan. Afek yang labil sering terlihat pada mania, dan afek yang datar,tidak selaras sering tampak pada skizofrenia.
f)       Persepsi
Ada dua jenis utama duduk kasus perceptual : halusinasi dan ilusi. Halusinasi di definisikan sebagai kesan atau pengalaman  sensori yang salah. Ilusi yaitu persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori. Halusinasi perintah yaitu yang menyuruh pasien melaksanakan sesuatu menyerupai membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.
g)      Interaksi selama wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana pasien bekerjasama dengan perawat. Apakah pasien bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, gampang tersinggung, berhati-hati, apatis, defensive,curiga atau sedatif.
h)      Proses pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri pasien  proses diri pasien di observasi melalui kemampuan berbicaranya. Pengkajian dilakukan lebih pada pola atas bentuk verbalisasi dari pada isinya
i)        Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang di ekspresikan dalam komunikasi pasien. Merujuk pada apa yang di pikirkan pasien walaupun pasien mungkin berbicara mengenai aneka macam subjek selama wawancara, beberapa area isi harus di catat dalam investigasi status mental. Mungkin bersifat kompleks  dan sering di sembunyikan oleh pasien.
j)        Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi pasien terhadap situasi terakhir. Berbagai istilah sanggup di gunakan untuk menguraikan tingkat kesadaran pasien menyerupai bingung, tersedasi atau stupor.
k)      Memori
Pemeriksaan status mental sanggup memperlihatkan saringan yang cepat tehadap masalah-masalah memori yang potensial tetapi bukan merupakan balasan definitive apakah terdapat kerusakan yang sfesifik. Pengkajian neurologis di perlukan untuk menguraikan sifat dan keparahan kerusakan memori. Memori di definisikan sebagai kemampuan untuk mengingat pengalaman lalu.
l)        Tingkat konsentrasi dan kalkulasi
Konsentrasi yaitu kemampuan pasien untuk memperhatikan selama jalannya wawancara. Kalkulasi  yaitu kemampuan pasien untuk mengerjakan hitungan sederhana.
m)    Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaftif termasuk kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan
n)      Daya titik diri
Penghayatan merujuk pada pemahaman pasien wacana sifat penyakit. Penting bagi perawat untuk memutuskan apakah pasien mendapatkan atau  mengingkari penyakitnya.
5)      Psikososial dan spiritual
a)      Konsep Diri
1.      Gambaran Diri : kumpulan dari sikap individu yang di sadari dan tidak disadari terhadap tbuhnya. Termasuk persepsi masa kemudian dan sekarang, serta perasaan wacana ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi yang berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru.
2.      Ideal diri : persepsi individu wacana bagaimana ia harus berprilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personel tertentu.
3.      Harga diri : penilaian individu wacana personal yang di peroleh dengan menganalisa seberapa baik sikap seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri ynag tinggi yaitu perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melaksanakan kesalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
4.      Penampilan kiprah : serangkaian pola prilaku yang diharapkan oleh lingkungan social bekerjasama dengan fungsi individu di aneka macam kelompok social. Peran yang di tetapakan yaitu kiprah diman seseorang tidak mempunyai pilihan, kiprah yang di terima yaitu kiprah yang tepilih atau yang dipilih oleh individu.
5.      Identitas personal : pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi secualitas seseorang pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan kiprah utama pada masa remaja.
6)      Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapa gangguan jiwa sesuai dengan norma dan agama yang dianut pandangan masyarakat setempat wacana gangguan jiwa. Kegiatan ibadah : kegiatan di rumah secara individu atau kelompok.
7)      Perencanan Pasien Pulang
Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien wacana persiapan keluarga, lingkungan dalam mendapatkan kepulangan klien. Untuk menjaga klien tidak kambuh kembali diharapkan adanya klarifikasi atau pemberian pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung pengobatan secara rutin dan teratur.
8)      Analisa Data
Analisa data merupakan proses berfikir yang meliputi kegiatan mengelompokkan data menjadi data subjektif dan objektif, mencari kemungkinan penyebab dan dampaknya serta menentukan mmasalah keperawatan.

B.           Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
a.       Masalah keperawatan:
·         Isolasi sosial: menarik diri
·         Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
·         Gangguan konsep diri: harga diri rendah

b.      Data yang perlu dikaji
Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif:
·         Klien menyampaikan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan aib terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
·         Klien terlihat lebih suka sendiri, resah bila disuruh menentukan alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.


Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
·         Klien menyampaikan mendengar bunyi yang tidak bekerjasama dengan stimulus nyata.
·         Klien menyampaikan melihat citra tanpa ada stimulus yang nyata.
·         Klien menyampaikan mencium anyir tanpa stimulus.
·         Klien merasa makan sesuatu.
·         Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
·         Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
·         Klien ingin memukul/melempar barang-barang.

Data Objektif:
·         Klien berbicara dan tertawa sendiri.
·         Klien bersikap menyerupai mendengar/melihat sesuatu.
·         Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
·         Disorientasi

Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:
·         Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan aib terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
·         Klien tampak lebih suka sendiri, resah bila disuruh menentukan alternatif tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.

C.          Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
·         Isolasi sosial: menarik diri
·         Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
·         Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

D.          Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1           : Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum     : Klien sanggup berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi  halusinasi
Tujuan Khusus  :
1.      Klien sanggup membina kekerabatan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina kekerabatan saling percaya dengan memakai prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
1.      Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2.      Perkenalkan diri dengan sopan
3.      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4.      Jelaskan tujuan pertemuan
5.      Jujur dan menepati janji
6.      Tunjukkan sikap tenggang rasa dan mendapatkan klien apa adanya
7.      Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2.      Klien sanggup menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien wacana sikap menarik diri dan tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien wacana sikap menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.4  Berikan kebanggaan terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3.      Klien sanggup menyebutkan laba bekerjasama dengan orang lain dan kerugian tidak bekerjasama dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan kalau terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2  Kaji pengetahuan klien wacana manfaat dan laba bekerjasama dengan orang lain
1.      Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan wacana laba bekerjasama dengan prang lain.
2.      Diskusikan bersama klien wacana manfaat bekerjasama dengan orang lain
3.      Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan wacana laba bekerjasama dengan orang lain
3.3  Kaji pengetahuan klien wacana kerugian bila tidak bekerjasama dengan orang lain
1.      beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
2.      diskusikan bersama klien wacana kerugian tidak bekerjasama dengan orang lain
3.      beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan wacana kerugian tidak bekerjasama dengan orang lain

4.      Klien sanggup melaksanakan kekerabatan sosial
Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina kekerabatan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk bekerjasama dengan orang lain melalui tahap :
·         Klien – Perawat
·         Klien – Perawat – Perawat lain
·         Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
·         K – Keluarga atau kelompok masyarakat
o    Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
o    Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
o    Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
o    Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
o    Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

·         Klien sanggup mengungkapkan perasaannya sehabis bekerjasama dengan orang lain
Tindakan:
o    Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila bekerjasama dengan orang lain
o    Diskusikan dengan klien wacana perasaan masnfaat bekerjasama dengan orang lain.
o    Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat bekerjasama dengan oranglain

·         Klien sanggup memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
o    Bina kekerabatan saling percaya dengan keluarga :
·         Salam, perkenalan diri
·         Jelaskan tujuan
·         Buat kontrak
·         Eksplorasi perasaan klien
o    Diskusikan dengan anggota keluarga wacana :
·         Perilaku menarik diri
·         Penyebab sikap menarik diri
·         Akibat yang terjadi kalau sikap menarik diri tidak ditanggapi
·         Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
o    Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
o    Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
o    Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

FOKUS INTERVENSI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL
Pasien
SP 1
1.   Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2.   Berdiskusi dengan pasien wacana laba berinteraksi dengan orang lain
3.   Berdiskusi dengan pasien wacana kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4.   Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5.   Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP 2
1.   Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.   Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3.   Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang – bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3
1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3.      Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga
SP 1
1.      Mendiskusikan duduk kasus yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2.      Menjelaskan pengertian, tanda dan tanda-tanda isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3.      Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2
1.      Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2.      Melatih keluarga melaksanakan cara merawat pribadi kepada pasien isolasi sosial
SP 3
1.      Membantu keluarga menciptakan jadual acara dirumah termasuk minum obat ( Discharge planning)
2.      Menjelaskan follow up pasien sehabis pulang

Diagnosa 2          : Perubahan Sensori Persepsi Halusinasi
Tujuan umum    : Klien Tidak Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan Lingkungan
Tujuan khusus   :
1.      Klien sanggup membina kekerabatan saling percaya dasar untuk kelancaran kekerabatan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1  Bina kekerabatan saling percaya dengan memakai prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
1.      Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2.      Perkenalkan diri dengan sopan
3.      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4.      Jelaskan tujuan pertemuan
5.      Jujur dan menepati janji
6.      Tunjukkan sikap tenggang rasa dan mendapatkan klien apa adanya
7.      Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
8.      Klien sanggup mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1  Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2  Observasi tingkah laris klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seperti ada sobat bicara
2.3  Bantu klien mengenal halusinasinya
1.      Tanyakan apakah ada bunyi yang didengar
2.      Apa yang dikatakan halusinasinya
3.      Katakan perawat percaya klien mendengar bunyi itu , namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
4.      Katakan bahwa klien lain juga ada yang menyerupai itu
5.      Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4  Diskusikan dengan klien :
1.      Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2.      Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5  Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan kalau terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien  mengungkapkan perasaannya

2.      Klien sanggup mengontrol halusinasinya
Tindakan :
3.1  Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan kalau terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2  Diskusikan manfaat cara yang dipakai klien, kalau bermanfaat ber pujian
3.3  Diskusikan cara gres untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1.      Katakan “ saya tidak mau dengar”
2.      Menemui orang lain
3.      Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4.      Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa kalau klien tampak bicara sendiri
3.4  Bantu  klien memilih  dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
3.5  Beri kesempatan untuk melaksanakan cara yang telah dilatih
3.6  Evaluasi hasilnya dan beri kebanggaan kalau berhasil
3.7  Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

3.      Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
o    Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga kalau mengalami halusinasi
o    Diskusikan dengan keluarga (pada ketika berkunjung/pada ketika kunjungan rumah):
1.      Gejala halusinasi yang dialami klien
2.      Cara yang sanggup dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
3.      Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
4.      Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat dukungan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5.      Klien memanfaatkan obat dengan baik

Tindakan :
5.1  Diskusikan dengan klien dan keluarga wacana dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
5.2  Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan mencicipi manfaatnya
5.3  Anjurkan klien bicara dengan dokter wacana manfaat dan imbas samping minum obat yang dirasaka
5.4  Diskusikan akhir berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5  Bantu klien memakai obat dengan prinsip 5 benar.


Diagnosa 3           : Harga Diri Rendah
Tujuan Umum     : Klien sanggup bekerjasama dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus    :
1.      Klien sanggup membina kekerabatan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina kekerabatan saling percaya dengan memakai prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
1.      Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2.      Perkenalkan diri dengan sopan
3.      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4.      Jelaskan tujuan pertemuan
5.      Jujur dan menepati janji
6.      Tunjukkan sikap tenggang rasa dan mendapatkan klien apa adanya
7.      Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2.      Klien sanggup mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan  dan aspek positif yang dimiliki klien
2.3  Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
2.3 Utamakan memperlihatkan kebanggaan yang realistic
3.      Klien sanggup menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:
3.1 Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih sanggup dipakai selama sakit.
3.2  Diskusikan kemampuan yang sanggup dilanjutkan penggunaannya.

4.      Klien sanggup (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.1 Rencanakan bersama klien acara yang sanggup dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
·         Kegiatan mandiri
·         Kegiatan dengan dukungan sebagian
·         Kegiatan yang membutuhkan dukungan total
4.2  Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3  Beri pola cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5.      Klien sanggup melaksanakan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan:
5.1 Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah   direncanakan
5.2 Beri kebanggaan atas keberhasilan klien.
5.3  Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6.      Klien sanggup memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
6.1  Beri pendidikan kesehatan pada keluarga wacana cara merawat klien dengan harga diri rendah.
6.2  Bantu keluarga memperlihatkan dukungan selama klien dirawat.
6.3  Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

E.           Implementasi
Implementasi yaitu pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien, beberapa petunjuk pada implementasi yaitu sebagai berikut :
a.      Intervensi dilakukan sesuai planning sehabis dilakukan validasi
b.      Kemempuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan
c.      Kemampuan fisik dan psikologis dilindungi
d.     Dokumentasi intervensi dan respon klien. ( Keliat Budi Anna,1998 : 15 )

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
TAK yang sanggup dilakukan untuk pasien isolasi social yaitu TAK sosialisasi yang terdiri dari 7 sesi, meliputi :
a.       Sesi 1         : Kemampuan memperkenalkan diri
b.      Sesi 2         : Kemampuan berkenalan
c.       Sesi 3         : Kemampuan bercakap – cakap
d.      Sesi 4         : Kemampuan bercakap – cakap topik tertentu
e.       Sesi 5         : Kemampuan bercakap – cakap duduk kasus pribadi
f.       Sesi 6         : Kemampuan bekerjasama
g.      Sesi 7         : Evaluasi kemampuan sosialisasi

F.           Evaluasi
Evaluasi yaitu proses yang berkelanjutan untuk menilai afek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakuakn terus menerus pada respon klien tehadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi sanggup dibagi 2 yaitu : Formatif dan sumatif, Formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, penilaian sumatif dilakuakn dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan dengan memakai SOAP.
S  : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalh gres atau ada data yang pertentangan dengan duduk kasus yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa.
( Keliat ,1998 : 15 )  




DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi Offset
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama



Sumber http://macrofag.blogspot.com