KONSEP DASAR PEMASANGAN INFUS
Oleh: Ary Yoga Purnama
Pemberian cairan melalui infuse yaitu proteksi cairan yang diberikan pada pasien yang mengalami pengeluran cairan atau nutrisi yang berat. Tindakan ini membutuhkan kesteril-an mengingat pribadi berafiliasi dengan pembuluh darah. Pemberian cairan melalui infus dengan memasukkan kedalam vena (pembuluh darah pasien) diantaranya vena lengan (vena sefalika basal ikadan median akubiti), pada tungkai (vena safena) atau vena yang ada dikepala, ibarat vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-anak).
1. Definisi Pemasangan Infus
Pemasangan infus merupakan sebuah teknik yang dipakai untuk memungsi vena secara transcutan dengan memakai stilet tajam yang kaku dilakukan dengan teknik steril ibarat angeocateter atau dengan jarum yang disambungkan dengan spuit (Eni K, 2006). Pemasangan infus yaitu salah satu cara atau pecahan dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam badan pasien (Darmawan, 2008).
Sedangkan ifus yaitu memasukkan cairan dalam jumlah tertentu melalui vena penderita secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu (Azwar, 2008). Sementara itu berdasarkan Lukman (2007), pemasangan infus intravena yaitu memasukkan jarum atau kanula ke dalam vena (pembuluh balik) untuk dilewati cairan infus/pengobatan, dengan tujuan semoga sejumlah cairan atau obat sanggup masuk ke dalam badan melalui vena dalam jangka waktu tertentu. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving ibarat pada kehilangan cairan yang banyak, kehilangan cairan tubuh dan syok, lantaran itu keberhasilan terapi dan cara proteksi yang kondusif dibutuhkan pengetahuan dasar ihwal keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa.
Jadi sanggup disimpulkan bahwa pemasangan infus yaitu sebuah teknik memasukkan jarum atau kanula kedalam vena untuk memasukkan cairan infus kedalam tubuh.
2. Tujuan Pemasangan Infus
Tujuan utama terapi intravena yaitu mempertahankan atau mengganti cairan badan yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak sanggup dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa, menunjukkan tranfusi darah, menyediakan medium untuk proteksi obat intravena, dan membantu proteksi nutrisi parental (Hidayat, 2008).
3. Keuntungan dan Kerugian
a.Keuntungan; Keuntungan pemasangan infus intravena antara lain: Efek terapeutik segera sanggup tercapai lantaran penghantaran obat ke tempat sasaran berlangsung cepat, absorbs total memungkinkan takaran obat lebih sempurna dan terapi lebih sanggup diandalkan, kecepatan proteksi sanggup dikontrol sehingga imbas terapeutik data dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jikalau diberikan intramuscular atau subkutan sanggup dihindari sesuai untuk obat yang tidak sanggup diabsorbsi dengan rute lain lantaran molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.
b.Kerugian; Kerugian pemasangan infus intravena adalah: tidak sanggup dilakukan “drug recall” dan mengubah agresi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, control proteksi yang tidak baik sanggup menimbulkan “speed shock” dan komplikasi perhiasan sanggup timbul, yaitu: konmtaminasi mikroba melalui titik saluran ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, contohnya flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan interaksi dari aneka macam obat tambahan.
4. Lokasi Pemasangan Infus
Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang sering dipakai pada pemasangan infus yaitu vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan saluran paling gampang untuk terapi intaravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan yaitu permukaan dorsal tangan (Vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan pecahan dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (Vena safena magna, ramus dorsalis).
Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemulihan lokasi pemasangan terapi intravena mempertimbangkan beberapa factor, yaitu:
a.Umur pasien: contohnya pada anak kecil, pemilihan sisi yaitu sangat penting dan menghipnotis beberapa usang intravena terakhir
b.Prosedur yang diantisipasi: contohnya jikalau pasien harus mendapatkan jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa mekanisme ibarat pemedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun
c.Aktivitas pasien: contohnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat kesadaran
d.Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa tempat-tempat yang optimum (misalnya hiperalimenasi yaitu sangat mengiritasi bena-vena perifer
e.Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena; pilih bena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (misalnya mulai di tangan dan pindah ke lengan)
f.Keetersediaan vena perifer bila sangan sedikit vena yang ada, pemilihan sisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting; jikalau sedikit vena pengganti
g.Terapi intravena sebelumnya: flebitis sebelumnya menciptakan vena menjadi tidak baik untuk digunakan, kemotrapi sering menciptakan vena menjadi jelek (misalnya gampang pecah atau sklerosis)
h.Pembedahan sebelumnya: jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah diangkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter
i.Sakit sebelumnya: jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke
j.Kesukaan pasien: jikalau mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi.
5. Cairan Infus
Berdasarkan osmolalitasnya, berdasarkan Perry dan Potter (2005), cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu:
a.Cairan ersifat isotonis: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairan mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Meiliki resiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongresif dan hipertensi. Contohnya yaitu cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
b.Cairan bersifat hipotonis: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (kosentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), hingga kesudahannya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, contohnya pada pasien basuh darah (dialysis) dalam terapi deuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetic. Komplikasi yang membahayakan yaitu perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menimbulkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakarnial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya yaitu NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
c.Cairan bersifat hipertonis: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urine, dan mengurangi edema bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5% + Ranger- Lactate.
6. SOP Pemasangan Infus
Pelaksanaan dalam pemasangan infus harus dilaksanakan sebaik-baiknya guna menghindari terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Secara teori berdasarkan Smith (2010) Standar Operatin Prosedure (SOP) dalam pemasangan infus, yaitu:
a.Persiapkan alat dan materi ibarat tiga buah potongan plester sepanjang 2,5 cm. belah dua salah satu plester hingga ke pecahan tengah, jarum atau kateter, kapas alcohol atau antiseptik.
b.Sambungkan cairan infus dengan infus set terlebih dahulu dan periksa tidak ada udara pada infus set.
c.Pasang torniket pada kawasan proksimal vena yang akan dikaterisasi 60-80 mmHg.
d.Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
e.Pilih vena yang akan dilakukan pemasangan, untuk bawah umur lakukan teknik transiluminasi untuk mendapatkan vena.
f.Dengan kapas alcohol atau antiseptik yang tepat, bersihkan tempat inersi dan biarkan hingga mongering.
g.Dorong pasien untuk tarik nafas dalam semoga pasien relaksasi dan nyaman.
h.Masukkan kateter ke vena sejajar dengan pecahan terlurus vena, tusuk kulit dengan sudut 30-45 derajat, sehabis keluar darah pada ujung kateter, tarik sedikit jarum pada kateter, dorong kateter hingga ujung, dan ditekan ujung kateter dengan 1 jari.
i.Lepaskan torniket.
Adapun Standar Operating Prosedur (SOP) memasang selang infus di RSUD Tais adalah:
a.Cuci tangan
b.Dekatkan alat
c.Jelaskan kepada klien ihwal mekanisme dan sensasi yang akan dirasakan selama pemasangan infus.
d.Atur posisi pasien/berbaring.
e.Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan gantungkan pada standar infus
f.Menentukan area vena yang akan ditusuk
g.Pasang alas
h.Pasang tourniket pembendung + 15 Cm di atas vena yang akan ditusuk
i.Pakai sarung tangan
j.Disinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm
k.Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung
l.Pastikan jarum IV masuk ke vena
m.Sambungkan jarum IV dengan selang infus
n.Lakukan fiksasi ujung jarum IV di tempat inersi
o.Tutup area inersi dengan kasa kering kemudian plester
p.Atur tetesan infus sesuai agenda medis
q.Lepaskan sarung tangan
r.Pasang label pelaksana tindakan yang berisi: nama pelaksanan, tanggal dan jam pelaksana
s.Bereskan alat
t.Cuci tangan
u.Observasi dan penilaian respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan.
7. Komplikasi Pemasangan Infus
Pemasangan infus intravena diberikan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang usang tentunya akan meningkatkan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu flebitis, hematoma, infiltrasi, trombiflebitis, emboli udara (Hinlay, 2006).
a. Flebitis
Inflasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya kawasan yang memerah dan hangat di sekitar kawasan inersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area inersi atau sepanjang vena dan pembengkakan.
b. Infiltrasi
Infiltaris terjadi dikala cairan IV memasuki ruang subkutan di sekililing tempat fungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area inersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan pedoman secara nyata. Infiltrasi gampang dikenali jikalau tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi yaitu dengan memasang torniket di atas atau di kawasan proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan pedoman vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infilrasi.
c. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi lantaran cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misalnya: Phenytoin, voncomycin, eritromycin dan nafellin).
d. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akhir kebocoran darah ke jaringan di sekitar area inersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan sehabis jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan tanda-tanda hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.
e. Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Karakteristik Tromboflebitis yaitu adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas lantaran adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan pedoman yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.
f. Trombisis
Trombisis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bisul pada vena, dan pedoman infus berhenti. Trombisis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.
g. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan pedoman dikala botol dinaikkan, pedoman balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan pedoman IV, pedoman balik darah dikala pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.
h. Spasme Vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, pedoman berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme Vena sanggup disebabkan oleh proteksi darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang gampang mgiritasi vena dan pedoman yang terlalu cepat.
i. Reaksi Vasovagal
Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal sanggup disebabkan oleh nyeri kecemasan.
j. Kerusakan Syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditadai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek lambat yang sanggup muncul yaitu paralysis, mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak sempurna sehingga menjadikan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament.
Pustaka: (K,DOni. 2013.KTI; http://www.youtube.com/; http://inshifacantik.blogspot.com)
Pustaka: (K,DOni. 2013.KTI; http://www.youtube.com/; http://inshifacantik.blogspot.com)